New Life New Place

229 12 0
                                    

"A-apa... apa-apaan... itu...?"

"Matilah kalian... pembawa bahaya untuk perempuan"

Sebuah cahaya besar muncul dari ujung senjata Kato itu, dan sesaat cahaya itu berubah menjadi laser dan melesat kearah tentara itu. Dan menghilangkan seluruh tubuh tentara itu.

"Sisa dari kalian... akan Arikata habiskan secepatnya" itu kata terakhir Kato kepada tentara itu. Dan setelah itu, tentara itu benar-benar menghilang dan tidak bersisa.

"Kato... terima kasih" kata perempuan itu ke Kato. Kato pun membalasnya dengan senyumnya. "Lagi nunggu apa Kato?" Perempuan itu pun bertanya ke Kato dengan berdiri disebelahnya.

"Sedang menunggu orang terbodoh diseluruh dunia" jawab kato. Disisi lain, Arikata masih berjuang keras melawan Dandi yang masih bertahan dari serangannya itu.

"Hiaat!!" Arikata menangkis semua serangan dari Dandi yang memakai pedang 2 tangan yang besar itu. Karena sudah pasrah, Arikata pun mulai mundur dan menghilangkan 2 pedang yang dia pakai itu.

"Terus-terusan memakai vox unitas dan carbringer tidak menghasilkan sesuatu" gumam Arikata didalam hatinya. Dia pun terus memikirkan rencana untuk bisa mengalahkannya. Sambil menghindar dari serangan Dandi, dia pun langsung mendapat ide.

"Ukh! Trace on!" Di kedua tangannya Arikata muncul listrik yang mengarah ke telapak tangannya. Setelah itu, dia angkat listriknya mengarah kedepan dan menggenggamnya. "Hah... kita lanjutkan!" Di kedua tangannya Arikata sudah memegang pedang kecil berwarna merah dan putih.

"Pedang yin dan yang... bagaimana bisa...?"

"Yin yang, itu panggilan untuk jurus atau bela diri kan? Tapi untuk pedang ini, namanya Type-moon"

Arikata langsung berlari kearah Dandi yang dimana Dandi sudah menyiapkan skill pedang 2 tangannya. "Crusher!!!" Dandi menggunakan kekuatan terkuatnya ke Arikata, tetapi dengan gampang Arikata tangkis serangannya dengan pedang kecilnya.

"Aku menggunakan kekuatan andalanku ini karena kau kuat! Tapi..." Arikata menutup matanya dan membukanya kembali. Saat itu Dandi kaget melihat mata Arikata yang berubah warna biru dan di matanya ada garis-garis seperti labirin. "Jangan kaget, kau lah yang pertama kali kuperlihatkan eyes of god ku" Arikata memberikan senyum kecil kearah Dandi.

Arikata mendorong Dandi kebelakang dan dia langsung melotot kearah Dandi. Saat itu, pedang-pedang yang hanya tertancap di tanah dunia pararel Arikata sebagiannya langsung terangkat dan terbang kearah Dandi. Karena tidak bisa menangkis semuanya, Dandi pun tertusuk sebagian dari pedangnya itu.

"Ukh..."

"Maaf, kau memang kuat, kalau kau disisi yang sama seperti ku... aku yakin, kita bertiga akan menjadi trio pejuang"

Setelah itu, seluruh dunia pararel itu langsung berubah ke lapangan sekolahnya yang semula. Disitu Kato pun langsung melihat ke lapangannya yang ada Arikata dengan Dandi yang sudah tergeletak tak bernyawa dengan luka tusuk yang banyak.

"Huh... oi bodoh! Lu gunain ke dia??"

"Hah?? Ya... orang ini tidak diduga sangat kuat" Arikata tersenyum kecil kearah Dandi tetapi Kato tidak melihatnya karena Arikata membelakanginya. "Ayo bro, kalau kita terus disini, kita hanya akan membahayakan mereka yang tidak punya kekuatan seperti kita" Kato menepuk pundak Arikata dan mengajaknya untuk pergi dari situ.

"...ya, ayo kita per-" Ucapan Arikata pun terpotong karena melihat Maya yang terpaku menatap Arikata dengan tatapan sedikit sedih. Arikata ingin mendekat ke Maya tapi dihentikan oleh Kato. "Oi, kalo lu mau nyari pacar, setelah kita pergi aja. Mau kemana lu nyari juga terserah!" Kato mengejek Arikata yang selalu ditolak cintanya oleh setiap perempuan yang dia sukai.

"Ck, siapa juga yang mau nyatain perasaannya ke dia? Gua cuman mau ngucapin selamat tinggal aja ke dia" Dengan muka memerah, Arikata hanya melambaikan tangannya kearah Maya dan langsung pergi meninggalkan sekolah itu. Maya hanya terdiam akan kepergian Arikata dan Kato yang sudah melindungi seluruh sekolah termasuk murid-murid dan gurunya.

"Hah... memang aku tidak bisa mengungkapkan apa yang kurasakan ke Arikata" Maya pun tersenyum kearah Arikata yang sudah pergi.

Sudah 2 minggu dari kepergian Arikata dan Kato dari sekolah lamanya, mereka berdua masih mencari rumah kosong dan jika masih bisa sekolah, mereka berdua akan sekolah disekolah yang sama. Mereka berdua tidak bisa dipisahkan, seakan-akan mereka berdua itu orang-orang yang sangat penting.

"Oi... udah nemu??"

"Sabar bro, gua juga capek nyari-nyari yang hasilnya nol"

"Kapan kita nemu rumah yang-" Arikata berhenti mengomel setelah melihat rumah besar yang dijual. Dia pun meninggalkan Kato dan menuju rumah yang dia lihat itu. "Uah... kalau ini jadi rumah ku, banyak juga barang-barang yang bisa ditaruh disini" gumam Arikata dengan muka senang. Setelah itu Kato pun muncul dan membuat kaget Arikata.

"Kenapa lu senyum-senyum sendiri? Udah gila lu?" Ejek Kato dengan muka ngejek sambil senyum

"Kurang ajar lu, gak boleh teman lu seneng dikit udah diejek aja. Nih lihat tuh, ada rumah kosong didepan kita berdua." Arikata menunjuk rumah kosong didepannya.

"Hmm... kalau kita beli nih rumah, barang apa aja bisa kita taruh, setiap ruangan pasti luas-luas" Kato terus memikirkan tentang perhitungan mereka akan rugi atau tidak jika mereka membeli rumah itu.

"Udah, jangan perhitungan mulu deh, nih rumah udah cocok kok" sindir Arikata.

Karena mendengar sindiran Arikata, Kato pun langsung memutuskan untuk beli rumah itu. Arikata pun senang dan langsung mencari nomor telfon orang yang menjual rumah itu. Saat mereka mencarinya, yang ditemukan hanya sebuah kertas yang ditempel di pintu depan rumahnya dengan tulisan

"Jika ada orang yang mau rumah ini, silahkan ambil saja, tidak usah bayar atau apapun"

Mereka berdua bengong sambil menatap satu sama lain dengan tulisan dikertas itu. "Yaudah, kalo gitu kita ambil aja rumahnya. Sekarang rumah ini jadi milik ki-" ucapan Arikata terpotong karena Arikata jatuh saat masuk ke dalam rumahnya lewat pintu depan.

"Pantas aja pemiliknya ngasih gratis, didalem rumahnya aja udah hancur lebur gini" ucap kato dengan muka datar.

"Ukh... sakit... udah lah, serahkan pembangunan rumah dalemnya ke gua, lu pergi aja nyari makanan buat kita" Arikata menyuruh Kato sambil bersiap untuk membangun ulang rumahnya.

"Hah... yaudah, berapa lama bisa selesai tuh rumah kalo sendirian?" Sindir Kato

"Setelah lu selesai beli makan, paling udah selesai"

"Paling? Paling??" Kato pun bingung dan langsung meninggalkan Arikata dan rumahnya untuk membeli makanan. Setelah membeli makanan, dia kembali kerumahnya dan melihat ada kertas bertulisan "budayakan mengetuk pintu" dengan malesnya Kato mengetuk pintunya 2 kali.

"Masuk bro!"

"Yo... blom selesai ka-"

"Hmm? Apanya yang belom selesai?" Arikata pun nyengir kearah Kato yang shock karena melihat rumah dalamnya sudah selesai dibangun dengan cepat. Dengan bingung dan heran, Kato hanya menaruh makanannya di meja dan duduk dilantai karena dirumahnya belum ada kursi dan sebagainya.

"Oke... kita makan dulu"

"Ya... gua cuman beli mie goreng aja bro"

"Terserah mau beli apa, yang penting nisa dimakan sama halal"

"Okelah, eh bro gima-" Kato terdiam saat melihat Arikata seperti memikirkan sesuatu sangat keras. Kato hanya memandangnya saja dan Arikata langsung menghadap kearah Kato.

"Bro, gara-gara asik, kita lupa kalau sekolah juga belom diurus"

"...bener juga lu..."

FIRST SON : THE SAVER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang