Part 11 | Perlahan

248K 11.7K 184
                                    

Ednan membuka pintu kamarnya dan menemukan Nata yang sedang membereskan tempat tidur. Nata tampak tidak menyadari kehadirannya. Dia terlihat sedang asyik dengan kegiatannya sambil bersenandung ria. Meski tidak terdengar begitu jelas.

Nata terlihat begitu cantik dalam balutan dress santai berwarna putih selutut. Tampak natural tanpa riasan. Benar kata Ricky, Nata memang tampak seperti bidadari cantik yang diturunkan Tuhan dari langit.

Nata tersentak saat menyadari Ednan yang tersenyum menatapnya sambil bersedekap di tengah ruangan. Ednan mendekat ke arah Nata dan berhenti di depannya.

"Mas baru pulang?" tanya Nata sambil menundukan kepalanya tidak berani menatap manik biru Ednan yang menatapnya intens.

"Maafkan aku karena selalu membuatmu cemas," Ucap Ednan lirih merasa penuh sesal sembari berjalan mendekati Nata.

Nata tersenyum lembut dan mengangkat wajahnya, "Tidak apa-" Nata menghentikan ucapannya. Dia begitu terkejut saat melihat wajah memar Ednan dengan bibir yang robek. "Mas kenapa?" tanya Nata kembali merasa cemas.

Ednan menyentuh lukanya, "Aku tadi jatuh di kamar mandi Ricky," elak Ednan sambil tersenyum kecut.

Nata mengernyitkan keningnya. Dia tahu ini bukan seperti luka sehabis terjatuh. Dengan ragu dia mengangkat tangannya menyentuh luka Ednan. Ednan mengernyitkan pipinya merasa perih saat jemari Nata menyentuh lukanya.

"Apa aku tampak begitu bodoh? Aku tahu ini bukan luka karena jatuh."

Ednan tersenyum kemudian mengernyit lagi saat merasakan bibirnya yang perih, "Ini hanya luka kecil," Dia menggengam tangan Nata yang ada di pipinya, "Maafkan aku selalu membuatmu cemas. Tapi sungguh aku tidak apa-apa, ini hanya luka kecil."

Nata mengehela napasnya, "Mas tunggu disini biar aku ambilkan obat."

Ednan hanya menganggukan kepalanya. Membiarkan Nata melangkah keluar. Ednan membawa tubuhnya duduk di sofa di kamarnya. Dia menyandarkan kepalanya yang terasa berdenyut. Tak lama kemudian, Nata kembali dengan kontak obat.

Nata duduk di sebelah Ednan. Dengan hati-hati dia mulai mengobati luka Ednan. Nata tampak begitu serius mengobatinya. Hingga tidak menyadari Ednan yang terus memperhatikan wajah cantiknya.

"Selesai," Ucap Nata sambil tersenyum lega.

"Terimakasih Nata," Ucap Ednan tulus.

"Ini sudah kewajibanku mas." Nata tersenyum manis kepada Ednan.

Ednan merasa jantungnya berdetak kencang. Benar-benar kencang. Tidak pernah dia merasa sedamai ini melihat senyum wanita, bahkan Jane sekalipun. Hatinya serasa berbunga-bunga setiap kali melihat senyum Nata. Jantungnya selalu berpacu berkali lipat lebih kencang. Selalu, saat di dekat Nata.

Mendamaikan sekaligus menghangatkan. Wanita ini benar-benar sudah membuatnya merasakan perasaan aneh yang dia sendiri bingung untuk mendeskripsikannya.

"Mas sudah sarapan?" tanya Nata mengembalikan kesadaran Ednan.

"Belum. Kau sudah sarapan?"

"Aku sudah sarapan tadi bersama mama dan nenek. Maaf tadi aku tidak menunggumu terlebih dulu," Sesal Nata.

"Tidak apa-apa, Nata. Kau memang harus segera sarapan, karena saat ini kau tidak makan untuk dirimu sendiri," Ucap Ednan lembut.

Nata mengangguk kecil. Dia membereskan peralatan obatnya, "Ya sudah mas mandi dulu. Aku akan menyiapkan sarapannya, bukankah mas harus segera berangkat ke kantor?" ucapnya lalu beranjak.

Ednan mengangguk patuh dan berjalan menuju kamar mandi meninggalkan Nata yang masih setia menatap punggungnya.

***

Because Our Baby ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang