Ednan menyantap makan malamnya bersama dengan Jane di restoran mewah tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama tanpa selera. Tapi sungguh, kali ini suasana hatinya terasa berbeda dari biasanya, mungkin karena bukan hanya Jane yang sekarang di hatinya. Namun, Nata juga sudah mulai menempatkan posisinya.
Ah.. seharusnya Ednan tidak mencintai Nata. Tidak disaat masih ada seseorang lain yang dia cintai. Tapi cinta tidak bisa diprediksikan kedatangannya, bukan? Tidak bisa dipaksa juga dicegah. Cinta tumbuh dengan sendiri. Hadir begitu saja pada hati siapa pun. Tidak memandang dengan siapa kita akan mencintai. Jika hati sudah terpaut apa yang bisa kita lakukan. Cinta itu aneh semakin ingin dibunuh cinta akan tumbuh semakin besar. Berakar dengan sangat kuat hingga mendarah daging dan susah untuk dimusnahkan.
"Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Sepertinya kau tidak napsu makan," tanya Jane membuyarkan lamunan Ednan.
Ednan menatap Jane lalu ke makanannya yang hanya dia orak-arik tanpa menyantapnya sedikit pun. Ednan tersenyum sipul dan mulai menyendok makanannya.
"Tidak ada apa-apa," Jawabnya tenang. Dia tidak ingin membuat Jane menyadari pikiran Ednan yang tidak ikut serta dengan raganya.
"Berapa lama kau akan disini?"
Jane mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan Ednan, "Mungkin agak lama. Karena tour Eropaku sukses jadi aku bisa mendapat libur untuk waktu yang cukup lama." Jane menjeda ucapannya dan mengamati ekspresi Ednan yang datar, "Kau terlihat tidak senang, Ed?"
Ednan kembali mengukir senyum palsunya, "Tentu saja aku senang. Aku senang kau akan lama disini bersamaku," ucap Ednan. Lalu diraihnya jemari Jane dan mengecupnya lembut.
Jane tampak sangat senang mendapat perlakuan manis dari Ednan. Kekasihnya itu memang sangat pandai menebarkan pesonanya. Dia selalu bisa membuat Jane melayang. Merasa euforia yang luar biasa. Sementara Ednan, jauh di dalam hatinya menyimpan kebimbangan yang luar biasa.
***
Ednan masuk ke dalam rumahnya yang sepi. Dia melirik arlojinya sudah pukul satu malam. Dia melangkah masuk. Berharap Nata sudah tidur dan tidak menunggunya. Namun, dia harus membuang jauh-jauh pikirannya saat melihat Nata tertidur di sofa ruang tengah tempat dia biasa menunggu Ednan.
Ednan menghela napas berat dan mendekati Nata yang meringkuk. Dia mengamati wajah Nata yang tampak lelah. Ednan berjongkok menatap wajah cantik Nata lebih dekat. Disingkirkannya anak rambut yang menutupi wajah Nata.
"Maafkan aku, Nata," Ucapnya penuh sesal.
Ada rasa bersalah yang luar biasa dalam hatinya. Dia mengusap wajahnya gusar. Bagaimana dia bisa membuat Nata menunggunya sampai ketiduran sedangkan dia asyik bersama Jane. Ednan merutuki kebodohannya.
Dia tidak boleh seperti ini. Dia harus bisa memantapkan hatinya dengan siapa dia akan berlabuh. Dia tidak boleh terus-menerus menyakiti dua perempuan yang sama-sama memiliki cintanya.
Nata membuka matanya saat indra penciumannya mencium aroma maskulin yang menusuk hidungnya. Dia menatap Ednan yang tampak gusar.
"Mas baru pulang?" tanya Nata lirih.
Ednan sedikit terkejut saat mendengar suara Nata. Dia tidak sadar jika Nata sudah bangun. Dia bergumam sambil menganggukan kepalanya, "Kenapa kau menungguku? Seharusnya kau tidur di kamar."
"Aku hanya mencemaskanmu. Mas sudah makan?"
Ednan terdiam mendengar jawaban Nata. Cemas? Nata mencemaskannya yang sedang sibuk berpacaran dengan kekasihnya. Suami macam apa dia. Ednan merasa sesak di hatinya, luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Our Baby ✔
Romance[C O M P L E T E] Apalah artiku tanpa kalian, readers :* Selamat datang dicerita ribet yang melow Cerita lengkap... Silahkan mampir jika penasaran, jangan lupa voment jika kalian suka sama ceritanya