Part 29 | Merelakan

251K 10.3K 471
                                    

Ednan menatap geram ke luar jendela mobilnya. Segera dia langsung kembali ke Jakarta, setelah mengetahui alasan Nata meninggalkannya. Sungguh, dia tidak menyangka Jane mengatakan kebohongan yang bahkan tidak pernah dia pikirkan.

Diliriknya wanita yang duduk di sebelahnya, wanita itu terlihat begitu cemas dengan memainkan kukunya. Pandangannya lurus ke bawah dengan tatapan kosong.

Flasback...

Ednan mengernyitkan keningnya. Matanya menyipit menatap Nata dengan intens, "Apa maksudmu dengan Jane kehilangan karirnya?"

Nata menghela napasnya, lalu memalingkan wajahnya. "Mas tidak perlu berpura-pura. Mas pasti sudah mengetahui berita ini, bukan?"

Kernyitan di kening Ednan semakin dalam, "Sungguh kau membuatku bingung Nata. Aku tidak tahu kondisi apa yang kau maksud," terangnya benar-benar tidak mengerti.

Nata kembali menatap wajah Ednan, dimana gurat kebingungan jelas tergambar di sana. "Mas pasti tahu jika saraf di tangan ibu Jane mengalami kerusakan hingga dia tidak bisa bermain biola lagi," jelas Nata perih.

Ditatapnya lekat perubahan ekspresi Ednan. Sungguh, lelaki itu tampak begitu terkejut mendengar kabar ini. Apa itu artinya Ednan tidak mengetahui kabar ini? Tapi mana mungkin, Ednan lah yang mengurus segala keperluan terhadap wanita itu. Ednan lah yang menjadi wali untuk Jane. Tidak mungkin jika Ednan tidak tahu.

"Mas belum mengetahui kabar ini?" tanya Nata lirih.

Ednan menatap Nata lekat, "Jadi karena itu kau meninggalkanku? Bahkan menolak untuk kembali padaku?" suara Ednan terdengar berat dengan senyum miris.

Lagi, Nata mengalihkan pandangannya. Tidak sanggup menatap ke dalam manik biru Ednan yang begitu jelas tergurat rasa kesakitan. "Maafkan aku Mas. Aku hanya tidak bisa bersikap egois demi kebahagianku. Aku selalu merasa bersalah jika memikirkan kebahagiaanku, mengingat kondisi ibu Jane yang-"

"Jane membohongimu, Nata!" potong Ednan dengan nada tinggi, yang seketika menyentak Nata. Tak hanya Nata, namun juga Javis yang sedang tidur ikut terbangun.

Nata membeku menatap wajah kesal Ednan dengan mata membulat, "Maksud mas?" cicitnya.

"Kau harus tahu Nata, Jane tidak mengalami cidera saraf yang seperti dia katakan. Tangannya memang cidera tapi tidak separah yang dia katakan. Dia hanya perlu waktu beberapa bulan untuk sembuh dan itu tidak akan berpengaruh dengan permainan biolanya. Dia membohongimu, Nata. Dia hanya memanfaatkanmu," jelas Ednan merasa kesal, luar biasa.

Tubuh Nata bergetar, "Mas yakin?" tanyanya masih kurang yakin dengan penjelasan Ednan.

Ednan mengacak rambutnya, "Aku yang menandatangani semua surat menyurat yang ada di rumah sakit Nata. Aku yang bertanggung jawab menjadi walinya. Tidak mungkin aku tidak mengetahui masalah ini, jika itu memang benar terjadi."

Nata benar-benar membeku. Jadi selama ini Jane hanya memanfaatkannya? Air mata luruh begitu saja. Sungguh rasanya dia tidak bisa mempercayai keadaan ini. Dia tidak menyangka jika kebaikannya akan membuatnya begitu mudah untuk dimanfaatkan.

"Apa kau tidak mempercayaiku?" tanya Ednan melihat keterbekuan Nata. Wanita itu seakan masih ragu dengan apa yang dia katakan.

Flasback off...

Dan di sinilah mereka, duduk di dalam mobil menuju tempat yang telah Ednan janjikan untuk bertemu dengan Jane. Ednan kembali menatap Nata yang terus diam, "Santo, kita langsung pulang."

Nata mengalihkan matanya, "Kau dan Javis perlu istirahat. Setidaknya jika kau tetap memaksa, kau perlu memikirkan kondisi Javis. Dia masih terlalu kecil untuk bepergian jauh. Kita bisa menemui Jane lain kali," sela Ednan cepat, sebelum Nata membatah kata-katanya.

Because Our Baby ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang