13

41K 3.1K 91
                                    

Tania sedang mem-packing pakaiannya ketika Theo masuk ke kamarnya yang terbuka.

"Tan, please, aku minta maaf karena membuatmu marah. Tapi aku tidak sengaja. Aku harap kau memaafkanku," Theo mendekat dan duduk di dekat koper Tania.

Tania hanya diam sambil bolak-balik memasukkan barang bawaannya ke dalam kopernya.

"Tania," Theo pusing melihat Tania mondar-mandir mengabaikannya.

Gadis itu benar-benar tidak mau melihatnya.
Theo tidak tau lagi harus berbuat apa, karena Bunda-nya juga ikut-ikutan dengan aksi diam Tania.

"Tania!" dicekalnya lengan Tania dengan erat.

Tania menatapnya tajam dengan sorot tidak suka. Dikibaskannya lengannya agar terlepas dari genggaman Theo, dan meneruskan kegiatannya.

"Huuuft....dimana-mana cewek itu sulit di mengerti," gumam Theo mengacak rambutnya.

Tania menghentikan langkahnya, berbalik menatap tajam Theo.

"Dimana nya yang susah dimengerti? Lebih susah dimengerti yang mana dengan laki-laki yang sudah bertunangan tapi masih mencumbu wanita lain dengan senang hati?" cecar Tania sinis.

"Tan, aku tidak bermaksud melakukannya," Theo mendesah lelah.

Tania mendengus sebal. Ia benar-benar kesal.

"Kau tidak bisa memaafkanku? Atau... sebenarnya kau cemburu?" kernyit Theo menyeringai ketika selintas dugaan menghampiri pikirannya.

Mata Tania melebar.

"Aku cemburu? Huh! Mati saja kau! Aku hanya tidak suka bertunangan dengan orang yang tidak menghargai tunangannya. Sudah jelas aku pernah mengatakan kalau aku penganut paham satu wanita untuk satu pria. Kalau kau tidak bisa menahan diri, aku akan dengan senang hati menceritakan semuanya pada Oma dan Opa Sandiko, Oma Opa ku, Mama dan Papa, juga Ayah dan Bunda mu," jawab Tania mengangkat kedua bahunya.

"Eeeh....ni anak...kok sekarang main ngancem?" Theo menaikkan kedua alisnya. Ada senyum di sudut bibirnya.

"Aku gak ngancem. Kupikir ini kesempatanku untuk terlepas dari pertunangan ini," sahut Tania mengedikkan bahunya.

Theo tertegun. Sebegitu inginnya Tania melepaskan pertunangan mereka. Sedangkan dirinya sendiri? Ada perasaan berat melepaskan Tania.

Tidak! Ia tidak ingin memutuskan pertunangan mereka. Ia tidak bisa membayangkan melihat Tania bersama laki-laki lain. Melihat Tania berbincang dengan Gabriel saja ia sudah kesal. Apalagi menyadari bahwa akan ada banyak laki-laki semacam Jonas dan Leon yang akan berusaha mendekati Tania.

Theo marah. Marah pada dirinya sendiri. Semenjak ia sakit hati atas perlakuan Eleana dulu, entah berapa banyak gadis yang ia permainkan. Dan dari sekian banyak gadis itu, tidak pernah ia merasa bersalah dan berat saat mencampakkan mereka. Termasuk Eleana.

Tapi Tania, ia tidak bisa. Tania bukanlah mereka. Tania bahkan tidak tertarik padanya. Dan Theo benar-benar tidak ingin kehilangan Tania, meskipun ia tidak yakin apakah perasaannya itu bisa disebut cinta.

.

.

-----*-----

.

.

Theo melepas kepulangan Tania dengan berat hati. Tania memutuskan pulang bersama Bunda dan Ayah Theo.

Tania pulang meninggalkan ganjalan dalam hati Theo. Gadis itu bahkan menolak saat Theo akan menemaninya pulang ke Indonesia.

Sepanjang perjalanan pulang dari mengantarkan Tania dan kedua orang tuanya ke Bandara, Theo mengarahkan mobilnya ke Cafe.

LOVE MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang