Theo memandang James yang masih memohon padanya.
"James, aku sudah beristri. Aku mencintai istriku. Dan aku tidak bisa kehilangannya," ujar Theo memutuskan. Ia benar-benar tidak bisa kehilangan Tania lagi.
"Begitupun aku dan ayahku, Theo. Kami tidak bisa kehilangan Eleana. Dia permata kami satu-satunya. Mengingat sisa umurnya, apakah kau tidak punya sedikit saja rasa iba agar ia bahagia di akhir hidupnya?"
Theo menghempaskan punggungnya ke sandaran kursinya. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
"Aku mohon Theo, bahagiakan Eleana di hari-hari terakhirnya," James memohon. Ia berharap Theo mau meluluskan permintaannya.
Wajah Theo keruh. Bagaimana ia bisa mengabulkan permohonan yang akan membuatnya kehilangan Tania-nya lagi?
"Maaf, James. Aku tidak bisa," jawab Theo pelan.
"Theo, aku tidak akan berhenti memohon padamu. Katakan, aku harus melakukan apa untukmu agar kau mau menolong kami? Hanya membahagiakan Eleana," James hampir menangis mendengar penolakan Theo.
"Maafkan aku, James. Tapi aku tidak bisa kehilangan istriku," ucap Theo pelan.
"Theo..."
"Aku sudah terlambat lima menit untuk meeting dengan para pemegang saham. Maaf, aku tidak bermaksud mengusirmu, tapi mereka pasti sudah menungguku," ujar Theo melirik jam di pergelangan tangannya. Ia berdiri membereskan berkas-berkas di mejanya.
"Baiklah, aku pulang. Tolong pikirkan lagi, Theo. Hanya kau yang bisa membahagiakannya," James keluar dari ruangan Theo dengan lesu. Ia memang tidak bisa memaksa Theo bukan?
Sepeninggal James, Theo menghempaskan tubuhnya kembali ke kursi. Ia tidak ingin goyah. Rapat pemegang saham baru akan dimulai dua jam lagi, tapi Theo sudah tidak bisa melihat mata penuh harap milik James. Ia pasti akan melakukan hal yang sama jika ia berada di posisi James. Ia takut akan goyah.
-----*-----
Tania memandang wajah lesu Theo yang baru pulang dari kantor. Suaminya terlihat kusut. Jas dengan kancing terbuka, juga dua kancing teratas kemejanya, bahkan dasinya sudah longgar dan hampir lepas.
"Kamu kelihatan capek, Theo," Tania memberikan segelas minuman pada suaminya.
"Tidak terlalu," sahut Theo tersenyum dan menerima serta meminum hingga tak bersisa segelas air putih dari istrinya.
Tania meraih tas Theo dan meletakkannya di ruang kerja suaminya.
Mereka hanya berdua, sementara para pembantu berada di kamar belakang yang terpisah dari rumah induk. Sedangkan Oma dan Opa sudah berangkat ke Belanda dilanjutkan keliling Eropa. Honeymoon untuk yang kesekian kalinya.Tania masuk ke kamar bertepatan dengan Theo yang baru saja keluar dari kamar mandi. Wajahnya terlihat segar. Sangat berbeda dengan saat ia baru pulang kerja.
"Ada masalah di kantor? Apa ada yang bisa kubantu?" Tania mendekat dan melingkarkan lengannya ke leher Theo.
Theo menyambut pelukan Tania dengan melingkari pinggang istrinya dengan lengannya, mengecup kening Tania dengan rasa sayang yang begitu dalam. Ia takjub dengan Tania yang bisa membuatnya jatuh cinta sedalam ini hanya dengan kesehariannya yang apa adanya.
"Kau selalu bersamaku saja sudah sangat membantu, Sweetheart," Theo mengecup bibir mungil Tania lembut.
"Apakah aku perlu membantumu di kantor?" kerling Tania dengan senyum menggoda.
Theo menyeringai menahan hasratnya yang mulai bergejolak.
"Apa kabar little Theo?" bisiknya mengusap lembut perut Tania yang masih rata.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE MATE
RomanceCerita ini aku re-publish karena satu dan lain hal... Cerita yang mengandung adegan dewasa. Karena watty tidak lagi memberikan fasilitas private, sehingga siapapun bisa mengakses cerita ini. Aku hanya mengharapkan kedewasaan dan kebijakan anda dalam...