20

36.3K 3.1K 130
                                    

Warning! 18++!

_______

Tiba-tiba pintu terbuka, sesosok tubuh ramping berdiri dengan pias melihat pemandangan yang tersaji di hadapannya.

"Theo!" suara tercekat itu menyadarkan Theo bahwa ia sudah melakukan kesalahan.

Dengan cepat ia mendorong tubuh berlekuk sexy di pangkuannya dan berdiri.

"Tania!" ditatapnya mata terluka di ambang pintu dengan rasa bersalah yang tidak ia tutupi.

Mata Tania terasa panas. Hatinya sakit. Theo tidak berubah. Tidak akan bisa berubah. Ia sudah salah mempercayai Theo, berharap laki-laki itu bisa berubah.

"Maaf mengganggu kalian berdua. Kurasa sebaiknya aku pergi," Tania merasa suaranya seperti tercekik. Ditatapnya Theo dengan pandangan yang tidak pernah Theo lupakan. Terluka dan tersakiti.

Tania berbalik, berjalan cepat meninggalkan ruang dimana Theo dan gadisnya bermesraan.

Airmatanya yang sudah berdesakan di pelupuk matanya dihapusnya dengan gusar.

Kenapa hatinya sesakit ini? Tania tidak pernah menyangka ia bisa merasakan nelangsa yang begitu dalam hingga ke dasar hatinya, menembus menusuk jantungnya seperti mau mati saja.
Apakah ia mulai mencintai suaminya?
Tapi, apakah Theo juga memiliki perasaan yang sama?

Sudahlah Tania, buang jauh-jauh mimpimu. Bagaimanapun juga, Theo bukanlah Theo sahabatnya yang baik, lugu dan selalu melindunginya dan Keyra dari laki-laki playboy.
Theo yang sekarang adalah Theo yang mesum. Yang playboy dan don juan.
Tania menekan rasa sakitnya, mengatur nafas dan mencoba tersenyum. Ia harus kuat menghadapi semua ini.

-----*-----

Setengah berlari Theo mengejar Tania. Ia kehilangan jejak istrinya. Andai saja ia bersikap lebih tegas pada Eleana, tentu kejadian ini tidak akan terjadi. Tapi, nasi sudah menjadi bubur dan tidak akan bisa berubah kembali menjadi nasi.

Setelah tidak menemukan Tania di lobby, Theo memacu mobilnya menuju ke rumah. Ia hanya bisa berharap Tania pulang ke rumah.
Bahkan ia mengabaikan protes Eleana yang ditinggalkannya begitu saja.

Dengan panik Theo menghambur ke dalam rumah begitu ia sampai di halaman rumahnya, mencari sosok Tania istrinya.

Di kamar, ruang tengah, pantry, taman belakang, bahkan kamar Oma-nya. Theo panik. Tidak pernah ia sepanik ini menghadapi wanita.

Lalu terdengar tawa seseorang ditingkahi gumaman dan tawa yang lain.
Theo menyentak berdiri dan menoleh ke pintu depan. Dilihatnya gadis yang membuatnya kalut itu datang bersama Oma-nya, membawa beberapa tas belanjaan.

Theo mendesah lega. Dipeluknya Tania erat.

"Kau kenapa Theo? Baru juga tidak ketemu sebentar sudah kangen aja," gerutu Oma Sandiko lalu terkekeh melihat cucunya yang seperti tidak bisa menjauh dari Tania.

Theo bisa merasakan tubuh tegang istrinya. Dengan halus Tania melepaskan pelukannya.

"Aku taruh belanjaan di lemari pendingin dulu ya Oma," senyum Tania sebelum bergerak ke pantry.

Oma tersenyum mengangguk. Ia senang melihat pasangan itu. Tampak sekali Tania yang sopan sudah meluluhkan hati Theo dengan cepat, membuat cucunya tidak bisa berlama-lama jauh dari istrinya.

-----*-----

Tania masuk ke kamar diikuti oleh Theo.
Setelah menutup pintu, Tania berbalik memandang wajah Theo dengan tajam.

"Besok aku pulang ke Indonesia bersama Oma," ujar Tania menatap dingin mata Theo.

Theo terbelalak. Apakah Tania akan meninggalkannya?

"Tapi Tan, aku bisa menjelaskan apa yang baru saja kau lihat tadi di kantor," Theo berusaha membujuk Tania dengan panik.

"Tidak perlu. Aku sudah dengan jelas melihatnya. Gadis itu, gadis yang sama ketika kita menghadiri pernikahan Louis dan Janice kan?" sikap Tania membuat Theo tersudut.

"Kau sudah tau prinsipku bukan? Sebaiknya kau berpikir ulang. Kita tidak akan bisa meneruskan pernikahan ini dengan perbedaan yang kita punya. Aku, aku tidak pernah main-main dengan prinsipku. Itu harga mati. Sedangkan kau, kau suka kebebasan dan wanita. Buatmu tidak cukup satu wanita dalam hidupmu. Pikirkan lagi Theo," Tania berbalik dan mengeluarkan koper besarnya. Mulai menata baju-bajunya ke dalam koper.

Tiba-tiba Theo memeluknya dari belakang.

"Jangan pergi, Tan. Gadis itu Eleana, dia cinta pertamaku, sekaligus pematah hatiku. Kau tau bagaimana aku dulu. Gendut. Berkacamata. Tidak menarik. Gadis itu menarik perhatianku ketika aku baru pindah kemari. Dihadapanku ia sangat manis. Tapi di belakangku, ia mencaciku. Ia hanya menginginkan uangku. Karena aku cucu Tuan Sandiko yang disegani. Karena ia tau siapa Opa," Theo tersengal. Ia berusaha menjelaskan dengan cepat. Ia tidak ingin Tania meninggalkannya.

Tania menghela nafas, melepas belitan lengan Theo dari pinggang dan perutnya.

"Dia sudah kembali, Theo. Sekarang dia bisa kau miliki. Lakukan apa yang terbaik untukmu," Tania menutup kopernya dan meletakkannya di dekat tempat tidur.

Tania memutar tubuhnya, melihat suaminya tengah terduduk di pinggir ranjang menundukkan wajahnya.

"Besok aku akan menemani Oma ke Indonesia. Oma ingin bertemu Bunda dan Kakakmu. Kalau kau sudah mengambil keputusan, kau bisa mengirimkan berkasnya padaku. Aku tidak akan mempersulitmu," ujar Tania pelan lalu masuk ke kamar mandi, melepaskan semua beban yang bergelayut di pundaknya. Membebaskan hatinya dari rasa marah. Ia tau, ia sudah mencintai suaminya tanpa ia mau. Seharusnya sejak awal ia bertahan untuk tidak melibatkan perasaan ketika menikah dengan Theo. Tapi rasa itu hadir begitu saja dan sulit untuk menghapusnya.

-----*-----

Theo menatap wanita yang baru tiga bulan menjadi istrinya. Rasanya seperti baru kemarin mereka melewatkan masa-masa bulan madu yang bergairah. Dan gairah itu masih saja menyala dan membakarnya dengan mudah setiap kali ia memandang Tania.

Istrinya itu tengah meringkuk terlelap menunggu pagi. Besok Tania akan kembali ke Indonesia dengan dalih menemani Oma. Tapi Theo tau pasti. Itu hanya sarana, bukan alasan Tania yang sesungguhnya.

Theo bergeser, memeluk tubuh mungil itu erat. Tubuh itu terasa menegang sesaat. Theo tau, Tania belum tidur.

Dikecupnya pipi istrinya, tangannya membelai bahu, menyusuri lengan hingga pinggul Tania.
Dengan lembut, ia menarik bahu wanita itu dan membuatnya terlentang hingga ia leluasa menciumi wajahnya.

Tania tidak lagi bisa berpura-pura tidur. Pelan tapi pasti, ciuman dan belaian Theo membakarnya. Ia membuka matanya. Tatapan keduanya bertemu. Theo menurunkan wajahnya, meraup bibir Tania dan melumatnya.

Tania mendesah. Mungkin ini terakhir kalinya ia dan Theo bersama menikmati malam yang penuh gairah. Mungkin ini malam terakhir mereka bercinta. Karena besok atau lusa, takdir bisa mengubah permainannya.

Tania mengangkat lengannya, melingkarkannya ke leher suaminya. Menerima dengan sukarela setiap jamahan Theo.
Matanya terpejam. Theo merenggangkan tubuh mereka, melucuti pakaian Tania hingga tak bersisa sebelum ia melepaskan pakaiannya sendiri.

Kuluman dan hisapan bibir Theo pada kedua bukit dadanya membuat Tania terbakar. Diremasnya rambut tebal Theo dan memeluk erat laki-laki itu sepenuh perasaannya.

Ketika bibir Theo meluncur menggoda kewanitaannya, ia memekik kecil, meledak dalam hasratnya yang menyala-nyala.

Pun ketika Theo menyatukan tubuh mereka, Tania hanya bisa menjerit tertahan menikmati desakan demi desakan yang Theo lakukan di dalamnya.

"Tania!" Theo mendesahkan nama Tania dalam kepuasannya. Sementara Tania menerima hangatnya cairan Theo di dalamnya dengan lenguhan panjang.

.

.

BERSAMBUNG...

Nih...aku update lagi... Semoga kalian happy...

Tunggu Part selanjutnya ya...

Hehehe...

Love,
Lianfand😘

LOVE MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang