29

31.1K 2.5K 203
                                    

Thomas Dalton memandang putrinya dari kejauhan. Putrinya sedang menangis. Hatinya seperti tersayat.

Perlahan ia mendekati gadis cantik itu dan duduk di sebelahnya.

"Sayang, kenapa kau menangis? Apakah ada yang sakit?" tanya Thomas lembut. Suaranya sarat kecemasan.

"Kapan aku mati, Dad? Kalau boleh memilih, aku ingin mati sekarang," isaknya memeluk ayahnya.

"Jangan bicara seperti itu, El. Itu sangat menyakiti Daddy," bisik Thomas lirih mengusap punggung putrinya.

"Kenapa nasibku seperti ini, Daddy? Bahkan ketika di ambang kematian pun aku tidak bahagia. Aku mencintainya, Dad. Kenapa aku buta selama ini? Bagaimana bisa aku sebodoh itu menolaknya dulu? Sekarang sudah terlambat. Sangat terlambat," Eleana menumpahkan tangisnya di dada ayahnya.

"Kau akan bahagia, El. Daddy akan berusaha semampu Daddy. Jangan menangis," Thomas menangis dalam diam. Ia bertekad membuat putrinya merasakan kebahagiaan di saat terakhirnya.

Ia seorang ayah. Ia tidak bisa melihat putrinya begitu menyedihkan.

-----*-----

Theo ingin mengumpat melihat James berada di sofa tunggu. Ia baru saja selesai meeting dan hendak makan siang bersama istrinya.
James datang di waktu yang tidak tepat.

"Ada apa lagi, James?" tanya Theo malas.

"Aku tidak akan berhenti memohon padamu, Theo," jawabnya mengikuti Theo masuk ke ruangannya.

"Kalau kau memintaku untuk bersama El, jawabanku masih sama, James," kata Theo tajam. Ia mulai merasa bahwa James mendesaknya terlalu keras.

"Hanya membuatnya bahagia, Theo. Apa susahnya? Kondisinya sudah sangat parah, Theo," desak James.

"Membuat El bahagia itu mudah, tapi kehilangan istriku itu sesuatu yang sangat tidak mungkin kulakukan, James. Kau jangan melimpahkan semuanya padaku. Aku tidak ada hubungannya dengan kebahagiaan El. Aku punya kehidupan sendiri," suara Theo sedikit meninggi.

"Siapa bilang tidak ada hubungannya? Adikku mencintaimu, Theo. Apa yang akan kau lakukan jika setiap kali melihat adik satu-satunya yang sangat kau sayangi menderita karena sakit yang dideritanya dan tidak bahagia di akhir hidupnya karena tidak bisa mendapatkan orang yang sangat dicintainya?" balas James berapi-api. Ia tidak akan menyerah. Semua yang ia lakukan demi Eleana.

"Aku sangat mengerti keadaanmu, James. Masalahnya, aku tidak bisa mengambil resiko kehilangan istri dan calon anakku. Bagaimana denganmu sendiri? Apa yang akan kau lakukan jika istrimu yang sedang hamil meninggalkanmu karena kecewa kau lebih memilih membahagiakan orang lain dibanding dirinya?" Theo membalik perkataan James.

James tergugu. Ia mengusap wajahnya. Tidak. Ia tidak bisa memaksa Theo. Ia akan menggunakan cara lain. Memohon. Itu yang akan ia lakukan. Memohon dan memohon.

-----*-----

Eleana mengerjapkan matanya. Menguatkan hatinya untuk melangkah masuk.

"Theo," panggilnya pelan.

Theo mengangkat wajahnya dari berkas di depannya. Ia mengerutkan dahi.

"Eleana? Ada apa? Ada yang bisa kubantu?" tanya Theo berdiri sambil menutup berkasnya.

"Mmm.... Bisa kita bicara?" tanya Eleana lirih.

"Bicara saja," ujar Theo mempersilakan Eleana duduk. Ia sendiri duduk agak jauh dari gadis itu.
Dipandanginya wajah pucat Eleana.

"Aku sudah mencoba menjauh darimu. Tapi aku tidak bisa. Apakah kau benar-benar tidak bisa mengabulkan permintaanku?" Eleana mendesah lesu.

"Kau tidak akan bahagia karenanya, El," ujar Theo pelan.

LOVE MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang