19

36.2K 2.7K 92
                                    

Theo dan Tania baru saja sampai ke London. Mereka sudah di jemput dan dibawa ke kediaman Sandiko.

Theo menghidupkan telepon genggamnya. Ratusan notif bersahutan membuatnya mendesah resah.

Wanita-wanita haus harta dan sex itu tidak akan begitu saja merelakannya menikah bukan?

Tania hanya melirik melihat keresahan suaminya. Ia tidak tau apa isi ratusan pesan itu, tapi ia bisa menebak siapa pengirimnya.
Ya, siapa lagi jika bukan wanita-wanita yang memuja suaminya? Dan anehnya, itu membuat Tania tidak suka. Bukankah Theo tidak bisa berjanji akan menjauhi wanita-wanita itu? Theo hanya mengatakan berjanji akan berusaha melakukannya.
Diam-diam Tania tersenyum getir. Tapi ia sudah berjanji akan mencoba. Mencoba segalanya, termasuk mencoba bertahan di sisi Theo.

Theo memejamkan matanya. Ia tau, ini tidak akan mudah. Ia menyayangi Tania sejak dulu. Dan entah mulai kapan, rasa sayang itu berkembang.

.

.

-----*-----

.

.

Tania menggeliat, merasa terganggu dengan kecupan-kecupan ringan di wajahnya. Ia tau siapa yang berani berbuat itu terhadapnya.
Ya, siapa lagi kalau bukan suami mesumnya. Theo suka sekali membangunkannya dengan kecupan-kecupan yang berakhir dengan ciuman panjang di bibirnya.

"Kenapa suka sekali menggangguku? Aku masih ngantuk, Theo," rengek Tania. Semalam Theo, suami pervert-nya itu membuatnya kelelahan.

"Hari ini aku mulai bekerja, Tania sayang. Kau tidak mau mengantar suamimu ke depan?" bisik Theo menggigit kecil telinga Tania.

Tania hanya bisa menggigit bibirnya sendiri menahan godaan Theo.

"Iya...iya... Tunggu sebentar. Ish... Theo! Bagaimana aku bisa turun?" protes Tania melihat posisinya yang dalam kungkungan lengan Theo.

Bukannya menyingkir, Theo justru menyeringai mendekatkan wajahnya, mencium bibir istrinya dengan gemas.

Tania mendorong dada Theo dan bangkit berdiri menuju kamar mandi.

Saat ia keluar dari kamar mandi, dilihatnya Theo sedang duduk di pinggir tempat tidur sambil memegang gulungan dasinya.

"Kenapa?" Tania mengerutkan keningnya melihat Theo memandangnya sambil tersenyum lebar.

Theo mendekat, meraih pinggang Tania dengan satu tangannya, mengecup pipi istrinya sekilas.

"Pasangkan dasiku," kata Theo mengulurkan gulungan dasi berwarna biru bergaris itu pada Tania.

Tania tersenyum menerima dasi itu dan mulai memasangkannya ke leher Theo dengan berjinjit.

Kedua lengan Theo melingkari pinggang Tania, menjaganya agar tidak terjatuh. Dikecupnya dahi Tania lembut, lalu turun ke hidung, dan akhirnya bibir istrinya.

"Hentikan, Theo! Aku tidak bisa memasangkan dasimu kalau kau begini!" gerutu Tania di sela kecupan-kecupan suaminya, berusaha menyelesaikan pekerjaannya.

Theo sedikit menjauh hingga istrinya selesai memasangkan dasinya.

"Selesai," seru Tania tersenyum lebih lebar.

Theo tidak melepaskan kaitan lengannya, tapi malah mengeratkan pelukannya.

"Theo?"

"Kalau saja tidak ada rapat penting, aku ingin menemanimu saja, Tania," gerutu Theo mengecup bibir Tania berkali-kali.

"Tapi kau harus ke kantor. Opa sudah memberimu banyak libur," kata Tania sibuk menghindari kecupan Theo di wajahnya.

"Aku akan segera pulang setelah semuanya selesai," ujar Theo lalu mengulum bibir Tania berlama-lama.

Tania membalas ciuman suaminya, dan menghentikannya sebelum percikan api itu makin membesar.

.

.
-----*-----

.

.

Tania berkali-kali memandang jam besar di sudut ruang. Hari sudah menjelang malam, tapi Theo belum juga kembali.

Opa Sandiko baru saja pulang dan sekarang bersama Oma pergi menghadiri undangan salah satu kolega mereka.

Tania gelisah. Ia memutuskan menunggu Theo di ruang keluarga, melihat acara-acara membosankan dari benda pipih besar di depannya. Rumah besar itu terasa sangat sepi.

Ia melirik jam tangannya. Pukul sepuluh dan Theo masih belum pulang. Mata Tania terasa berat.

Ia menutup matanya dan terlelap.

Beberapa saat kemudian, Tania merasa tubuhnya melayang. Ia membuka matanya dan mengerjap beberapa kali.

"Theo? Baru pulang?" suara serak Tania membuat Theo yang tengah menggendongnya menoleh.

"Maafkan aku, Tania. Tadi aku bertemu temanku. Kami ngobrol dan yah... Lupa waktu," ucap Theo meletakkan Tania di ranjang besar mereka.

Tania bangkit dan ke kamar mandi, sebentar kemudian ia sudah keluar lagi.

"Kau mau berendam? Atau..."

"Aku tidak perlu berendam, Tan. Tidak apa. Tidak terlalu capek," potong Theo melewati Tania dan mengecup pipi wanitanya sekilas sebelum masuk ke kamar mandi.
Tania meraba pipinya. Ia tersenyum. Sejak mereka menikah, Theo selalu manis terhadapnya. Apakah Theo sudah berubah? Tidak ada yang tau tentang itu. Semoga saja.

Theo keluar dari kamar mandi setelah lima belas menit berada di dalamnya. Dilihatnya Tania sudah terlelap. Ia tersenyum, menyentuh pipi istrinya dengan lembut.

.

.

-----*-----

.

.

Pintu ruangan terbuka ketika Theo sedang konsentrasi dengan pekerjaannya. Ia sudah berjanji pada Tania untuk makan siang bersama.

"Darling!" Theo berjingkat mengangkat wajahnya.
Matanya melebar, tidak menyangka Elena akan datang.

"El? Kenapa kau kemari?"

"Aku merindukanmu, Theo," Eleana memeluk Theo yang masih duduk tertegun melihatnya.
Gadis cantik itu mencecahkan kecupan di bibir Theo.

"El, sebaiknya kau pulang. Aku sedang sibuk sekarang," kata Theo mencoba membujuk Elena.

"No, Theo. I miss you so bad. I want you," desah Eleana semakin mendesakkan tubuhnya merapat ke tubuh Theo.

"Stop it, El," Theo memejamkan matanya menahan mati-matian keinginan menerjang Eleana dan memasuki gadis itu dengan keras. Jari-jarinya mencengkeram erat kursinya.

"I want you, Theo," Eleana menggigit kecil telinga Theo, tangannya merayap melepas dua kancing teratas dan menyelinapkan jemari lentiknya, mengusap dada Theo.

Kini Eleana mengecupi rahang dan leher Theo.
Nafas Theo terdengar pendek-pendek. Eleana tersenyum menyadari laki-laki yang kini menjadi pusat perhatiannya itu mulai bergairah. Bagaimanapun, ia yakin bahwa laki-laki itu masih mencintainya.

Perlahan Theo melepaskan cengkeramannya dari kursi, meletakkan tangannya di pinggul Eleana dan mulai menekannya, sementara gadis itu menggoyangkan pinggulnya menggoda tubuh bawah Theo.

Eleana menekan tengkuk Theo hingga wajah laki-laki itu makin dekat ke dadanya, mempersilakan Theo mencumbunya lebih dalam.

Tiba-tiba pintu terbuka, sesosok tubuh ramping berdiri dengan pias melihat pemandangan yang tersaji di hadapannya.

"Theo?"

.

.

BERSAMBUNG...

.

.

Segini dulu yaaa....

Love,
Lianfand😘

LOVE MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang