13 : Kebaikan yang Hanya Sekali

48 7 2
                                    


Happy Reading Guys..

😉😉


Maggie membuka matanya karena terganggu oleh aroma parfum yang dikenalnya. Dia melihat Brian yang sudah rapi dan sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Dilihatnya jam dinding untuk menjawab pertanyaan yang menghampiri otaknya. Ini masih terlalu pagi, bukan jam berangkat kerja.

"Ada pertemuan pagi?"

"Bukan rapat penting. Aku hanya ingin memastikan sesuatu dan bertemu dengan seseorang kemudian pergi ke kantor setelahnya. Kau tidur saja lagi. Aku tidak akan sarapan di rumah dan mereka juga sudah mulai menyiapkan semua hal untukmu hari ini."

"Hmm, baiklah. Berangkat sepagi ini, kau harusnya pulang lebih awal, kan?"

"Aku tidak tahu. Aku justru khawatir tidak bisa pulang karena banyak sekali yang harus aku lakukan menggantikan ketidakhadiranku kemarin. Aku akan menghubungimu nanti."

"Baiklah, jika kau tidak pulang malam ini, aku akan meminta Rose kemari dan menginap. Aku sangat merindukan Si Tampan Joe."

"Itu ide bagus. Sudah lama sejak Joe mengotori ranjang waktu itu, kan?"

"Haha.. kau benar. Hmm.. sayang. Semoga kita juga bisa memberikan teman untuk Joe."

"Ya, kau akan membawakan teman untuk Joe. Ini pasti tidak akan lama lagi. Sudah waktunya aku berangkat. Jaga dirimu dan jangan lakukan pekerjaan berat. Jangan biarkan pelayan menerima gaji tanpa bekerja. Anda sudah paham, Nyonya?"

"Baik. Saya paham, Tuan. Jaga diri Anda baik-baik. Hati-hati di jalan. Jangan sampai kau menginjak remmu untuk jalang yang mengacungkan jempolnya di pinggir jalan. Jika sampai kau lakukan itu, mobilmu dan kalian berdua akan hangus disambar petir. Apa kau sudah paham, Sayangku?"

"Haha.. Aku tahu, istriku yang hebat. Kau bahkan memiliki dewa hujan di pihakmu. Jadi untuk apa aku melihat wanita lain? Aku pergi dulu."

Brian menghilang di balik daun pintu setelah mencium kening istrinya. Sedangkan sang istri kembali menenggelamkan diri di balik selimut tebalnya dan menutup mata.

Mobil Brian berhenti di sebuah restoran. Brian masuk sambil melihat ke kanan dan ke kiri, mencari orang yang membuat janji dengannya. Setelah mengedarkan matanya beberapa detik, Brian menemukan sosok yang akan diajaknya bicara.

Orang itu melambaikan tangan memberi tanda. Brian kemudian berjalan menuju orang itu dan duduk di hadapannya. Dia langsung memulai pembicaraannya tanpa mempedulikan pelayan yang meletakkan secangkir kopi di hadapan mereka berdua.

"Kau benar-benar datang sepagi ini?" Tanya Brian.

"Ya. Orang sepertiku memang harus melakukan pekerjaan dengan baik. Aku terkejut melihat responmu. Cukup cepat. Jadi apa sudah kau putuskan?"

"Sudah. Aku akan tinggal."

"Kau sudah gila, ya? Kau pikir apa yang akan kau lakukan? Bagaimana denganku? Aku tak mau berada di posisi berbahaya hanya untuk berbuat baik padamu."

"Berhenti merengek seperti bayi. Aku tahu kau bisa melakukan semuanya dengan baik. Ini adalah keputusanku tapi aku juga perlu sedikit pertolonganmu, jadi lakukan saja. Aku hanya akan tinggal karena memang tak ada alasan untuk pergi. Selain itu aku hanya akan percaya seperti yang selalu dikatakannya padaku. Mungkin akan ada semacam keberuntungan nanti." Kata Brian mantap kemudian pergi tanpa meminum dulu kopinya.

"Baiklah jika itu yang kau inginkan. Tapi satu hal yang harus Kau tahu, Brian. Aku hanya bisa membantu sampai di sini. Di masa depan, aku hanyalah orang yang mengenalmu, yang akan ikut terkejut bersama dengan banyak orang." Kata orang itu menghentikan langkah Brian.

Setelah orang itu selesai bicara, Brian melanjutkan lagkahnya dan menghilang dari pandangan orang itu.



Maggie yang sudah mandi dan makan siang sedang menonton televisi dambil bermalas-malasan. Dia sama sekali tak memiliki semangat melakukan apapun dan hanya terus mengemil. Kedua pahanya terasa sangat lelah setiap kali digunakan untuk berjalan, meski pun hanya beberapa langkah. Bahkan setelah mandi sore pun, dia kembali ke kegiatannya itu sampai tak menyadari baru saja Rose datang.

"Ah, lihatlah Si Bodoh ini. Kau tak berubah meski sudah jadi seorang istri. Apa otakmu itu hanya bisa memikirkan televisi saat kau sedang bosan?" Celetuk Rose.

"Karena televisi lebih menyenangkan dan tenang dari pada kau. Benda itu tidak gila sepertimu yang hanya bisa terus berbicara keras dan membuat kebisingan di mana-mana." Jawab Maggie sambil mematikan televisinya.

"Ini dia hadiahmu. Jadi, Brian tidak pulang hari ini?" Tanya Rose sambil menyerahkan Joe ke pangkuan Maggie.

"Hai, pangeran kecil. Bajumu baru? Bibi belum pernah melihat ini sebelumnya."

"Hei, jawab aku, sinting."

"Kau harusnya sudah paham, bodoh. Kalau dia akan pulang, aku tidak akan menyuruhmu menginap."

"Kau yakin itu bukan hanya alasan saja? Bagaimana jika dia punya wanita lain di luar?"

"Kau belum sadar, ya? Aku punya besi yang berat di bagian bawah tubuhku sekarang. Jika kau terus membicarakan hal yang tak berguna, tidakkah kau berpikir bahwa besi itu bisa kulempar ke kepalamu dan membuat kepalamu jadi dua?"

"Apa? Wah, seharusnya aku tidak membiarkan anakku dekat dengan wanita sepertimu."

"Hei, pergilah berkaca. Berhentilah mengumpat dan menggunakan lidahmu seenaknya jika kau tak mau Joe yang manis ini menggila sepertimu."

"Haha, dasar. Oh iya, kau sudah dengar berita Charlie, kan? Ibuku mendebatkan itu dengan Ibu James. Aku tak bisa berhenti tertawa setiap mengingat pertengkaran ibu-ibu tua itu hanya karena seorang bintang layar macam kakakmu."

"Iya. Beberapa hari lalu agensinya mengumumkan berakhirnya kontrak mereka, kan? Sepertinya dia membuat kontrak baru dengan agensi yang lebih besar. Ternyata kegilaannya terhadap uang belum berakhir, ya? Dan apa tadi? Ibu dan mertuamu bertengkar karena rumor itu? Apa mertuamu seorang hater?"

"Bukan, mereka adalah pecinta yang bersaing. Mereka menganggap diri mereka masing-masing lebih tahu segalanya dari yang lain. Aku bingung melihat mereka, mungkin masa muda mereka terlalu sulit sehingga saat masa tua datang mereka justru kembali ke dalam kebahagiaan anak-anak sekolah menengah."

"Haha.. Joe-ku pasti sudah mendengar banyak sekali bahasa aneh dari mulut singa dan yang lebih singa lagi ya?"

"Siapa yang kau maksud singa itu? Kau mau mati?"

"Kau akan membunuhku? Yang benar saja, kudengar kaulah yang menangis paling banyak saat aku sekarat waktu itu. Bahkan Brian mengeluh kepadaku beberapa waktu lalu karena dia lebih merasa marah dari pada sedih."


Malam itu setelah selesai makan malam dan bermain, si kecil Joe tidur dan dibaringkan Rose di antara dia dan Maggie. Dua ibu rumah tangga itu melanjutkan obrolan mereka yang terus berkembang ke mana-mana hingga dini hari, kemudian tidur saat menyadari bahwa hari telah berganti.




Akhirnya kita ketemu lagi di chapter 13 ini teman-teman..

Tetep ikuti terus kisah Maggie, ya? Jangan lupa vote n commentnya..

Terima kasih.. sampai jumpa di chapter berikutnya...



BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang