Happy Reading Guys...😄😄
"Hai." Sapa Brian singkat sambil mengatur napasnya.
"Hai. Senang melihatmu datang." Jawab Maggie sambil mengendalikan diri sedemikian rupa supaya tidak menangis, setidaknya bukan disini dan sekarang.
"Hari ini banyak sekali kalimat, ya?"
"Hmm.. ya.""Baiklah. Ayo kita pergi. Kau tahu? Rose kemarin menghubungiku dan memberiku banyak kalimat juga. Jadi kurasa akan lebih baik jika kita ke sana dan membuatnya diam. Ya, kan?"
"Betul,"
Setelah membantu Maggie berkemas dan berpamitan, mereka meninggalkan kediaman keluarga Dew. Mereka kemudian memesan tiket pesawat dan berangkat setelah beberapa jam. Selama menunggu pesawat mereka, Brian tidak melepaskan tangan Maggie dan juga tak membuat jarak dengannya. Dia tidak membuka pembicaraan melihat wajah gadisnya yang tersenyum berusaha menutupi banyak hal. Bahkan ketika berada di dalam pesawatpun, dia tak mengajak Maggie bicara dan hanya terus menggenggam tangannya. Setibanya di hotel, barulah dia mengajak Maggie bicara.
"Aku sudah memesan satu kamar lagi. Tinggallah disitu. Bersamaku." Kata Brian yang tidak mendapat jawaban dari Maggie. Dia tak mempedulikannya dan langsung membawa barang-barang Maggie masuk ke kamar yang dipesannya.
Ketika mereka melangkah memasuki kamar, Rose dan James terlihat mendekat. Brian menyuruh Maggie masuk duluan dan mencegah Rose masuk.
"Apa yang Kau lakukan kepada sahabatku, brengsek?" Tanya Rose sinis.
"Kau pengamat seni yang baik, bung! Lukisan ini, kurasa Kau sudah membelinya. Kau akan memajangnya juga, kan?" Kias James dengan seringaian khasnya.
"Hei, hei. Tenang dulu. Kalian tidak tahu apa yang baru saja Maggie hadapi. Aku baru datang kesana tadi pagi. Oke, aku tahu apapun yang aku katakan tak akan Kalian percayai. Begini, biarkan Dia sendiri malam ini. Rose, Kau sahabatnya, kan? Percaya padanya. Dia pasti akan menceritakannya padamu. Tapi mungkin sedikit sulit sekarang."
Setelah melewati perdebatan panjang dan sulit di depan pintu kamar pesanannya itu, Brian akhirnya berhasil membuat Rose dan James kembali ke kamarnya masing-masing. Ketika Brian masuk, Maggie sudah selesai mandi dan masih menggunakan handuk di kepalanya.
"Kenapa lama sekali?" Tanya Maggie.
"Ah, seseorang bertanya tentang objek wisata yang bagus selain di sini, jadi aku menjelaskan beberapa hal sambil mempromosikan resortku yang belum lama ini buka. Lama sekali, ya? Sampai Kau selesai mandi."
"Begitulah. Pekerja. Sedang berada di manapun, Kau tetap menjadi pekerja yang baik. Tidak heran Kakekku mempercayakan hal penting pada keluarga yang berisi orang-orang sepertimu."
"Tidak sebaik itu. Oh ya, mau makan apa? Aku akan meminta mereka meng.."
"Sudah mandi saja sana. Biar Aku yang pesan." Potong Maggie.
Mereka makan malam setelah Brian selesai mandi, dengan banyak hidangan lezat di atas meja. Lagi-lagi Brian tidak mengajak Maggie bicara selama mereka makan. Dia memikirkan tentang banyak hal yang akan dilakukannya setelah ini, membuka perbincangan dan membuat Maggie melepaskan semua bebannya, paling tidak kepadanya.
Melihat Maggie yang juga sudah selesai makan dan melepas handuk dari rambutnya, Brian tersenyum. Bahkan duda brengsek sepertinyapun mengakui gadis ini begitu cantik. Dan yang terpenting adalah, dia berada di kamar yang sama dengannya. Brian menunduk dan membenturkan kepalanya ke meja makan, mengusir pikiran buruk yang mulai memasuki kepalanya. Maggie tertawa dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang
RomantizmMaggie, gadis yang bermimpi menjadi pelari. Dia hanya ingin berlari tanpa memikirkan apa itu penghargaan dan pengakuan. Baginya, hidup adalah berlari. Tapi rute hidupnya sungguh rumit, tanpa satupun yang tahu bahwa sebuah bintang menyertai setiap la...