Happy Reading Guys,,
Maggie kecil sudah sangat terbiasa kesepian bahkan sejak dia dilahirkan. Ayah selalu bekerja dan hanya bisa bermain saat akhir pekan. Ibu tidak ada. Tak sekalipun selama hidupnya dia melihat wajah Ibu. Charlie, kakaknya selalu mengatakan bahwa Ibu pergi sesaat setelah membawanya datang. Hal itu sulit dimengerti Maggie kecil yang bahkan baru belajar mengeja.
Charlie adalah artis cilik yang sangat terkenal di seluruh bagian negeri ini. Usianya belum genap tujuh belas tahun tapi wajahnya sering sekali tampil di layar kaca maupun layar lebar. Maggie kecil sangat menyukai penggemar kakaknya yang sering datang ke rumah dan memberikannya mainan, makanan dan pakaian untuknya. Mereka juga sering datang meskipun hanya untuk mengajaknya bermain.
Suatu hari, saat usianya menginjak dua belas, sesuatu yang besar terjadi. Setelah beberapa bulan Maggie yang sudah menginjak masa remaja ini tinggal sendiri di rumah dengan pelayannya, tiba-tiba Paman dan Bibi yang tinggal diluar kota datang dengan raut wajah yang amat sedih, bahkan Bibi menangis. Mereka menyuruh semua pelayan untuk bersiap dan semua orang di rumah menjadi sibuk. Tak ada satupun dari mereka yang menjawab pertanyaannya. Paman dan Bibi terlalu sibuk dan tak berani menatapnya, bahkan Bibi menyuruh para pelayan sambil menangis. Maggie yang bingung berlari ke kamarnya dan meraih gagang telepon dengan terburu-buru, menghubungi Charlie. Charlie hanya mengatakan bahwa ia akan segera datang. Maggie berlari ke depan pintu untuk menunggu kakaknya itu. Beberapa saat kemudian mobil Charlie datang, Charlie berlari kearahnya dan langsung memeluknya sambil menangis. Mobil-mobil lain mulai berdatangan dan rumah mereka menjadi ramai. Hari itu adalah pertama bagi Maggie menyambut ayahnya pulang lebih pagi. Di hari yang sama dia adalah orang terakhir dalam keluarganya yang mengetahui Ayah meninggal karena serangan jantung.
Dunia Maggie bertambah sepi sejak saat itu. Meskipun Ayah sibuk, setidaknya dia lebih baik dari Charlie. Ayah sering mengajaknya jalan-jalan di akhir pekan dan membelikannya makanan enak. Ayah juga mengajarkannya bagiamana bermain catur dan bermain bersamanya. Maggie tak pernah sekalipun melewatkan belanja bulanannya ke mall tanpa ayahnya. Sekarang tidak ada lagi hal-hal semacam itu. Charlie bahkan belum pulang semenjak hari peringatan kematian Ayah. Maggie remaja sangat membenci Charlie dan apapun yang berhubungan dengannya, terutama para penggemar dan wartawan. Oleh karena itu Maggie lebih memilih sekolah berasrama dan meninggakan rumahnya kepada para pelayan.
Maggie menonton televisi di kamar asramanya dengan malas. Tidak seperti siswi lain yang sedang belajar, dia justru bertahan di depan televisi sambil mengumpat dirinya sendiri dalam hati. Dia selalu mengatakan bahwa ia membenci Charlie, tapi dia selalu menonton acara Charlie seperti orang bodoh.
"Hei, apa Kau tidak akan merapikan piala dan piagam penghargaanmu itu? Kau selalu melempar mereka begitu saja di lantai seperti baju kotor. Bukankah Charlie sudah membelikanmu champion shelf yang indah? Apa gunanya itu? Ayolah, orang-orang berjuang untuk mendapatkan hal semacam itu. Simpan dan tatalah dengan rapi setidaknya dengan mengingat bagaimana kerasnya orang lain berjuang, dan Kau yang mendapatkannya." Teman sekelasnya, Rose datang dengan membawa dua gelas cokelat panas.
"Kapan Kau akan berhenti mengomeliku? Kau bahkan bukan Ibuku."
"Aku tak akan mengomel jika tidak mempedulikanmu, Bodoh. Lihat, musim dingin sudah tiba. Minggu ini adalah minggu terakhir kita bertemu sebelum liburan. Sudahi tindakan bodohmu dengan televisi ini dan mengobrol saja denganku." Kata Rose sambil mematikan televisi.
"Apa Kau punya pacar baru, Miss Sweden?" Tanya Maggie sambil menghadap kepada sahabatnya itu.
"Kau yang terbaik Maggie! Kau selalu tahu apa yang aku rasakan." Jawab Rose berbinar-bingar.
"Jadi, siapa Dia?"
"Namanya Max. Dia adalah senior, dan Kau tahu Maggie.. Dia luar biasa. Kau mengenalnya, kan? Kudengar kalian pernah mengikuti marathon bersama."
"Ya, aku ingat. Si kaya itu. Ah, apanya yang luar biasa? Dia baru mencapai finish lama setelah aku selesai dipotret."
"Tidakkah Kau melihat bokongnya? Kurasa itu yang terbaik dari semua yang pernah kulihat. Dan dia tinggi. Kami baru melakukannya beberapa kali dan aku tahu bahwa dia pencium yang hebat. Dan Kau tahu, Dia bahkan mengajakku datang di pesta pernikahan kakaknya seminggu lagi! Tidakkah Kau pikir Dia akan serius denganku?"
"Hei, akan memalukan jika datang ke sebuah pernikahan seorang diri. Akan tampak betapa tak lakunya Dia. Berapa hari Kalian berkenalan sampai Kau seyakin itu?"
"Belum lama, tapi..."
Ponsel Maggie berdering menghentikan ocehan Rose. Seakan mendapatkan jackpot, Maggie melompat ke ponselnya di ranjang. Ia mengerutkan dahi setelah melihat layar ponselnya.
Yak jadi begitu guys,
Mohon maaf masih jauh dari bagus (karya pertama), but I'll try my best for next chapter..
Jangan lupa tinggalkan jejak yaa,,terima kasih..😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang
RomanceMaggie, gadis yang bermimpi menjadi pelari. Dia hanya ingin berlari tanpa memikirkan apa itu penghargaan dan pengakuan. Baginya, hidup adalah berlari. Tapi rute hidupnya sungguh rumit, tanpa satupun yang tahu bahwa sebuah bintang menyertai setiap la...