20 : Bintang

46 3 0
                                    


Happy Reading Guys…


Beberapa orang mendatanginya, tapi hanya satu orang yang berakhir dengan duduk di sampingnya. Seorang kakek dengan tongkatnya. Penerima potongan kedua dari putri pujaan seribu pemuda.

“Bagaimana kabarmu, Brian?” Sapa kakek itu.

“Baik. Aku selalu baik. Jangan panggil aku dengan nama itu lagi.”

“Ya… maafkan aku, Bri…ah maksudku Paul. Kau Paul Reed, kan?”

“Akhirnya kau mengingat namaku.”

“Maaf. Maafkan aku.”

Kemudian lengang. Reed menoleh ke arah orang tua yang kini menangis itu. Dia membenahi posisi duduknya dan menatap langit. Untuk mencegah air matanya jatuh juga.

“Kau sudah bekerja keras dengan memastikan aku hidup, persis seperti yang kau janjikan. Aku yakin mereka akan langsung menembakku sampai mati jika kau tak berjuang membelaku. Aku beruntung memilikimu. Kurasa sejak itu kita benar-benar berteman.”

“Maaf.”

“Jangan ucapkan itu lagi. Kata itu membuatku banyak berpikir, menambah kerut di dahi, dan membuatku menjadi tua dengan cepat. Aku tidak mau seperti kau sekarang. Aku masih memiliki seorang putra yang harus kubimbing sampai dia menikah.”

“Maksudmu David? Kurasa Viona menyuakinya. Kau tidak akan suka jika melihat apa yang mereka lakukan di atas panggung tadi.”

“Putrimu punya mata yang bagus. Dan indah. Persisi seperti yang Maggie miliki.”

“Hmm… Ya. Putriku memang luar biasa. Victor pun demikian. Aku sering terkejut melihat dia. Aku seperti melihat Brian yang selalu mengajakku bersaing dulu.”

“Berhenti mengoceh yang tidak-tidak. Kau tidak akan pergi? Aku akan kembali dan mengajak David pulang. Punggungku sakit sekali.” Reed berdiri dan berjalan menjauh.

“Kau tidak ingin bertemu dengan mereka, Brian?” Pertanyaan itu membuat Reed berhenti dan menoleh ke sumber suara.

“Langit malam selalu dihiasi dengan banyak bintang gemerlapan. Tapi apa kau pernah melihat hal yang sama di siang bolong? Saat kau memutuskan untuk merengkuhnya, itu adalah saat matahari yang menjadi penerang di langit. Sekarang kita semua sudah tiba di hari yang mulai senja. Jika aku adalah bintang, aku tidak tahu apa aku punya cukup waktu untuk mencapai malam hari dan bersinar lagi.”

“Tentu saja. Masih ada banyak malam untukmu. Tidak sesingkat aku.”

“Tidak, Peter. Kita sama-sama tahu, kita tidak akan bisa menyelesaikan sebuah lukisan dengan sebatang pensil yang tak sampai ujung jari kelingking panjangnya. Itu bahkan tidak bisa dipegang, apa lagi digunakan. Nanti. Mungkin di kehidupan selanjutnya, aku terlahir menjadi matahari.”

“Menerangi di siang hari dan membantu bulan menyinarkan cahayanya di malam hari.”

“Kau benar kali ini.” Reed kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Lalu berhenti lagi sejenak.

“Sekali lagi kuperingatkan, jangan gunakan nama itu lagi. Atau aku akan membunuhmu.” Reed berjalan dengan lebih cepat setelah menyelesaikan kalimatnya. Meninggalkan si kakek tua yang tertawa ringan di kursi taman itu.


TAMAT









Terima kasih kepada :
@langkahkaki
@diandwi2
@pungkas_yes
@rynnn7
@koukeikazeri
@febianamarcella
@raisyaofficial
dan semua teman yang selalu mendukung proses penyusunan “Bintang” dari awal hinga akhir. Dukungan dalam bentuk apapun sangat berarti bagiku. Terima kasih, kakak-kakakku. Aku cinta kalian semua.

Sampai jumpa di cerita berikutnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 11, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang