Mau bagaimana lagi? Seorang Vada harus mau mengikuti kata sang Mama untuk menemui teman lamanya beserta dengan anak teman lamanya itu. Mau menolak ajakan Mama tetap saja tidak ada gunanya. Masih ada besok, besok, besok, besok dan besoknya lagi untuk ibunya bisa memperkenalkan Vada kepada mereka.
Dengan langkah gontainya, segera dia mengambil tas di depan kelas dan melenggang pergi dari sekolah. Tak ada lagi harapan hidup. Semuanya pupus.
Dalam perjalanan menuju tempat parkir, sebuah pesan singkat dari Alpha masuk. Langsung saja Vada membuka pesan itu dan membacanya dengan teliti.
Hari ini aku sibuk. Kamu pulang sendiri aja, ya?
Ada kilat kecewa yang dipancarkan wajah Vada kemudian ia menghela nafasnya. Sudah ia katakan, kan? Tak ada lagi harapan hidup. Sudah harus menemui Ibunya bersama pria dan anak pria yang misterius itu, harus naik angkot pula karena tidak dijemput sang pacar. Nasib, nasib.
"Vad, lo udah mau pulang?" tanya seseorang dari arah belakang.
Vada menoleh lalu mendengus pelan seraya berkata, "Sudah tau, masih aja nanya. Dasar goblok!"
Yang bertanya malah nyengir tak bersalah lalu dengan gaya menyebalkan merangkul pundak Vada. "Lagi PMS, ya?"
Kaki Vada langsung saja melayang menghantam tulang kering pemuda itu hingga mengaduh kesakitan.
"Gilak!" pekiknya sambil mencoba mengurut bagian yang ditendang Vada.
"Makanya, jangan macem-macem sama gue!"
"Kenapa sih lo sensi banget sama gue?"
Vada memutar bola matanya bosan lalu menceletuk, "Kenapa sih lo harus gangguin gue terus? Idup lo bosen ya, sampe harus gangguin makhluk ngebosenin kayak gue ini? Maaf, gue lagi gak buka pendaftaran buat jadi teman gue—"
"Kapasitasnya udah penuh. Lagian gue gak mau ngambil resiko kalo suatu saat nanti lo betrayer-in gue," sambung pemuda berambut hitam itu. Pandangan datar yang selama ini Vada biasa liat berganti dengan pandangan lucu. Pasalnya ia malah mengikuti cara berbicara Vada dengan gerakan tambahan yang sangat jayus untuk dilihat.
Sebenarnya Vada harus tertawa terbahak-bahak melihat aksi sang pemuda, tapi ia malah berdecak sebal karena kalimat cowok itu sangat pas. Pas karena setiap detil perkataan cowok tadi, sama persis dengan kalimat yang akan ia lontarkan kalau saja tidak dipotong oleh cowok aneh di sampingnya itu. Menyebalkan, ya?
Setelah berminggu-minggu menghindari sang cowok dengan sopan, kali ini tidak ada lagi perlakuan seperti itu. Amarahnya sudah memuncak dan siap meledak kapan saja.
Dan meledaknya sekarang.
Vada berbalik. Memandang cowok itu lalu menatapnya sinis. "Mau lo apaan, sih? Gue muak tau gak dikintil terus sama lo!"
Cowok itu tersenyum. Untuk kali pertamanya ia tersenyum tulus di depan Vada. Sedikit melotot memang si Vada, ia mengakui itu. Tapi ia langsung saja memasang muka datar sambil menunggu cowok itu mengucapkan beberapa kata.
Bukan dua patah kata yang terucap, tapi tangan cowok itu yang terjulur pertama kali.
"Nama gue Noah."
Untuk beberapa menit kedepannya, Vada tergeming. Bingung antara menyambut uluran tangan Noah atau berpura-pura seolah Noah tidak melakukan hal barusan.
Mengetahui tidak ada pergerakan oleh Vada, Noah langsung menarik tangannya dengan canggung. Ia mengusap tengkuknya lalu menghela nafanya. "Ahh, semestinya gue udah tau, lo gak mungkin mau temenan sama gue. Maaf udah ngeganggu." Noah langsung saja berbalik hendak menghilang dari situ, tapi perkataan Vada membuat ia membatalkan acara kabur-kaburannya.
"Siapa bilang gue gak mau?"
--
Kamis, 5 Januari 2017 -- 16.00 WITA
A.s
KAMU SEDANG MEMBACA
Beters
Teen FictionVada dan Noah. Dua orang yang saling membenci. Vada yang berisik, menjadi seribu kali lebih berisik jika di dekat Noah. Noah yang disenangi di mana mana, menjadi menyebalkan saat bersama dengan Vada. Noah yang kelihatan adalah perebut pacar...