Kejadian Keduapuluh Tiga

8 0 0
                                    

"Bagaimana keadaan lo, Vad?"

Pertanyaan itu membuat Vada mendongak. Melihat Alpha dengan senyum merekah.

"Hai, Alpha!"

Alpha hanya bisa menghela nafasnya ketika mendengar sambutan Vada.

Gadis mungilnya itu belum mengingat tentang dirinya sekarang.

"Al? Lo mau mati suntuk di situ? Mending bareng gue di sini!" ajak Vada sambil menepuk sisi tempat tidur yang ia kosongkan.

Alpha berjalan kaku lalu duduk di pinggiran tempat tidur. Ia memperhatikan Vada yang lebih ceria. Lalu ia mengacak rambut perempuan itu.

"Bagaimana? Udah mendingan?"

Vada mengangguk. Melirik sebentar tangan Alpha, lalu dengan ragu menggenggam tangan pemuda itu. "Gue yakin ada yang berubah sebelum gue kecelakaan. Tapi gue gak tau apa itu. Apa lo juga berubah sebelum gue kecelakaan?"

Alpha diam. Masih diam karena mengetahui Vada sudah tau ia amnesia.

Wajah Vada muram. Menatap manik mata Alpha lalu berkata, "Apa kita putus, Al?"

Alpha mengangguk. Balik menggenggam tangan Vada dan berusaha untuk tersenyum. Ia tidak mau gadis itu murung atau apapun yang bisa membuat dirinya sakit hati. Karena ia telah berjanji untuk selalu membuat gadis itu ceria.

"Ada banyak yang perlu lo tau. Tapi ada baiknya lo tau seiring berjalannya waktu. Gue yakin lo pasti bisa nginget semua kejadian yang udah lo tempuh. Gue gak mau lo seolah-olah gak terima sama kejadian-kejadian yang lalu, Vad."

Vada tersenyum. Walau tipis. Ia masih penasaran, tapi perkataan Alpha barusan membuat dirinya kuat. Ia tau ia bisa, ia hanya bisa berlatih saja ya, kan?"

"Tapi lo perlu tau, Vad. Lo menikmati semua kejadian yang terjadi waktu yang lalu. Dan lo perlu tau, kalo gue selalu ada bareng lo. Walau sebatas sahabat doang."

Vada tertawa lalu memeluk Alpha dengan erat. "Tapi gue masih sayang sama lo, Al. Lo masih gue anggep pacar. Apa lo gak kepikiran buat mulai lagi dari awal?"

Alpha terkekeh. Sekali lagi mengacak rambut Vada dengan gemas. "Lo udah dapet cowok yang lebih baik dari pada gue. Jangan buat dia menderita, Vad. Dia udah banyak menderita saat lo kecelakaan, sampai sekarang."

"Al?" panggil Vada. Melihat ke dalam manik mata pemuda di depannya. Seolah ia tau ada sesuatu yang Alpha sembunyikan. Selain memorinya sebelum kecelakaan.

"Hm?" gumam Alpha.

Bibir Vada bergerak ke kiri dan kanan lalu mengalihkan pandangan matanya ke segala arah. "Kalo kita udah putus sebelum gue kecelakaan, kenapa kita masih kayak orang pacaran selama ini?"

Pertanyaan Vada membuat Alpha pusing tiga belas keliling. Ia bingung harus berkata apa. Di lain sisi ia seperti masih menganggap Vada adalah pacarnya, ya walau ia memang ingin hal itu terjadi. Biar cuma dikit.

"Ya, karena lo dateng tiba-tiba. Lo deket tiba-tiba. Gue gak tau harus ngapain selain ikutin permainan lo. Gue gak mungkin dengan seenak jidat bilang kita udah putus dan lo kena amnesia ya, kan? Gak semudah itu. Gue juga perhitungin mental lo."

Vada tersenyum. Agak masuk akal dengan perkataan Alpha. Vada saja ketika mengetahui kalo dia kecelakaan, ia harus menangis dan tak tau harus berbuat apa. Ia tidak mau minum obat, tidak mau makan. Tapi ketika mendengar ucapan ibunya yang meminta Vada untuk tabah dan berusaha untuk sembuh, membuat ia tenang dan ingin berjuang.

Tapi ia tidak tau harus berjuang untuk apa. Ia mengingat orang yang ia sayang. Ia ingat Ibunya, itulah yang paling penting. Kenapa ia harus berjuang untuk sesuatu yang bahkan sudah ia lupakan?

--

Jumat, 11 Agustus 2017,  16.50 WITA

A.s

BetersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang