Kejadian Keenambelas

16 0 0
                                    

"Gimana caranya dapet pacar segampang itu?" Gama menyeruput minumannya dengan santai.

"Gue 'kan ahli. Siapa sih yang bisa menolak pesona kecantikan gue?"

Vada mulai dekat dengan Gama sejak dua hari yang lalu. Rasanya sangat menyenangkan bisa mengobrol santai dengan Gama padahal dirinya punya banyak masalah yang perlu ia selesaikan di luar sana.

"Gue sama Alpha dulu berantem terus kalo ketemu. Gak bisa ada di satu ruang yang sama. Tapi lama kelamaan, sikap Alpha ke gue jadi beda. Dia lebih cenderung peduli kalo gue lagi kenapa-kenapa. Sampe akhirnya, gue jadi suka deh. Efek baper," ujar Vada sambil mengambil kentang goreng yang ada di depannya. "Belom sebulan kenal, Alpha nembak gue. Gue jadian sama dia. Tapi apalah, teori PDKT kayaknya berlaku juga buat gue."

Gama tertawa pelan mendengar penjelasan Vada. "Terus si Alpha-Alpha ini gimana kabarnya?"

"Yah gitu deh. Dia jadi makin sibuk organisasi. Dulu, setiap hari dia selalu antar jemput gue, tapi sekarang kerjaan dia setiap hari selalu ngirimin gue sms 'Vad, gue sibuk. Lo pulang sendiri aja, ya?'"

Gama terkikik melihat gaya Vada. Dan sedikit kesal dengan si Alpha yang diceritakan Vada.

Bagaimana tidak kesal, bila cowok yang baru saja diceritakan oleh Vada itu tidak tau diuntung? Cewek secantik dan selucu Vada kok malah disia-siain, ya?

"Gue berharap dia bisa sadar secepatnya. Lo tau, pasti banyak cowok-cowok yang lagi ngincer posisi Alpha sekarang," cerocos Gama. Vada yang mendengar itu terkekeh pelan dan mengangguk paham.

"Oh ya, ada satu lagi yang lupa gue ceritain," Vada merubah posisi duduknya agar lebih nyaman. Gama yang melihat itu, jadi ikut-ikutan sampai akhirnya, mereka saling tatap-tatapan.

"Jadi, ada cowo yang selalu aja ngeganggu kehidupan gue dan gue benci dia," ucap Vada dengan mata berapi-api. Membayangkan wajah Noah yang sedang tertawa kalau melihat Vada menderita.

"Tapi apa ya, dia selalu ngingetin gue sama seseorang. Sampe akhirnya, dia itu jadi pikiran gue hampir sebulan."

"Apa dia kayak Alpha?"

Vada langsung menggeleng. Tanpa berpikir dua kali.

"Bukan. Mereka gak kembar."

Detik itu juga Gama pengen banting meja sama kursi. Tapi luapan kesalnya malah jadi tawa lucu yang bikin Vada berceletuk, "Kenapa kalo cowo ganteng ketawa, kadar kegantengannya bertambah 1000 kali lipat?"

Gama seketika berhenti. Menatap Vada seolah perempuan di depannya ini adalah makhluk hidup yang lain.

"Lo cewek pertama yang bilang kayak gitu ke gue." Gama benar-benar memuji Vada. Suer.

"Emang gak pernah ada yang bilang lo ganteng sebelumnya?"

Gama menggeleng. "Enggak ada yang bilang gue ganteng secara langsung."

Vada mendengus mendengar jawaban Gama. Orang ganteng mah bebas.

Gama tertawa pelan melihat perubahan mimik Vada. Dia sadar kalau Vada sedang cemberut setelah mendengar ucapannya barusan. Dan itu super duper pemandangan yang harus diperhatikan.

Setelah puas melihat wajah Vada yang cemberut, Gama menoleh pada pemandangan di sampingnya. Orang yang sedang hilir mudik, bunyi klakson mobil, dan suara banyak orang menjadi satu hal yang gaduh.

Gama tersenyum.

Seperti hatinya saja.

"Gama, lo lagi mikirin apaan?" suara Vada menginterupsi pikiran Gama yang sedang bercabang.

Mendengar ucapan Vada, Lantas Gama menoleh pada Vada dan terkikik. "Lagi mikirin seseorang."

Vada tersenyum jail kali ini hingga membuat Gama mau tak mau menghela nafasnya sebelum menceritakan yang dia pikirkan tadi.

"Mikirin cewek gue yang gak ada kabar hampir sebulan," ucap Gama. Melihat ke arah Vada dengan tatapan yang sulit untuk Vada artikan.

Entahlah dengan Gama. Walau dia ganteng, kadang menjadi dia sulit.

Sejenak, dia melihat ke arah Vada yang masih diam mematung menunggunya melanjutkan cerita. "Gue pikir dia menghilang supaya bisa balik lagi." Nadanya yang parau membuat Vada yakin, Gama sayang banget sama cewek goblok itu.

"Ternyata gue terlalu banyak berharap."

Vada tertohok.

Gama terkekeh. Seolah yang baru saja dia katakan tadi bukanlah suatu masalah yang besar.

"Tapi gue bisa apa? Semakin banyak usaha gue buat lupain semua, semakin susah buat gue berhenti mikirin dia."

Gama yang tabah, ya.

Gama mengerjap beberapa kali setelah tau kalau dia sudah melankolis dan baper. Di depan cewek pula.

"Gue berasa jadi cewek banget," tutur Gama sambil terkekeh. Geli sendiri jadinya melihat ia seperti ini.

Vada yang biasanya tertawa sekarang malah tersenyum senduh. Ia tau bagaimana rasanya tidak dapat kepastian selama berbulan-bulan.

Ia pernah merasakan itu karena Alpha.

"Jadi cowok yang baik ya, Gama."

Entah kenapa Gama merinding mendengar perkataan Vada kepadanya. Seolah perkataan itu menikamnya kuat tapi detik kemudian membuatnya hangat dan menjadi sebuah penyemangat untuk kembali berjuang. Walau bukan untuk sosok perempuan yang sudah lama tidak kembali lagi.

Tapi untuk Vada yang menjadi sosok sahabat barunya.

--

Kamis, 30 Maret 2017, 20.00 WITA

A.s

BetersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang