Kejadian Kedua

20 2 0
                                    

"Kenapa wajah kamu? Habis diputusin, ya?" Vada menggeleng mendengar pertanyaan mamanya. Semakin ia tengkuk wajahnya sambil mengayun-ayunkan kakinya bosan.

"Vada! Yang sopan!" bisik Mamanya sambil sesekali memaksa anaknya untuk duduk tegap.

Wajah lelah mulai nampak di penglihatan Mamanya. Liya -sang Mama- mengernyit bingung melihat wajah anak satu-satunya ini. Wajar kalau Vada marah pada Liya karena terus menerus dipaksa untuk bertemu teman lamanya, tapi wajah Vada sudah melewati batas normal. Pipinya yang gembul makin gembul saja saking ia tengkuk.

"Vada lagi bete," tegas Vada.

"Kenapa emangnya?"

Vada menyeruput minumannya lalu menatap Mamanya dengan seksama. "Ada anak petakilan di sekolah. Murid baru."

Liya mengernyit tapi terus mendengar cerita anaknya. "Ganteng sih, tapi nyebelinnya itu loh Ma yang bikin Vada benci sama dia. Sekali baikin, malah ngelunjak. Dasar!"

Liya semakin tertarik mendengarnya. Ada sarat senang mendengar celotehan polos Vada. "Dia emangnya bikin apa sama kamu?"

"Udah 3 minggu dia ngintilin Vada setiap pulang sekolah. Vadanya risih, jadi langsung Vada tanya kenapa gangguin Vada terus. Dianya malah sok-sok ajak kenalan."

"Terus?"

"Karena kasian, Vada akhirnya mau. Tapi baru aja mau bilang nama, dianya malah ketawa. Katanya dia cuma bercanda. Katanya dia mau ngetes doang kalo Vada suka sama dia atau enggak, soalnya banyak yang bilang sama dia kalo Vada ngeliatin dia terus kalo istirahat."

Ada kilau sedih terpancar di mata anak satu-satunya itu. Kepala gadis semata wayangnya ini menunduk lalu bibirnya mengerucut. "Emang bener, sih, tapi kan Vada gak suka sama dia. Cuma mukanya aja yang enak diliat. Bukan karena Vada suka."

"Oh ya? Emang Vada tau kalo Vada gak suka sama cowok itu?"

Vada mengangguk mantap. "Yaiyalah," jedanya. Ia mengaduk-aduk jusnya sambil tersenyum malu. "Vada 'kan udah punya pacar. Mana mungkin suka lagi sama cowok lain."

"Liya!"

Belum saja ingin memprotes pada Vada tentang pacarnya, suara bass terdengar oleh Vada dan Liya. Langsung saja Liya menoleh dengan wajah berserinya melihat teman lamanya sudah sampai.

"Lio!" pekiknya tak kalah kuat sambil berdiri menghampiri Lio. Wajah Vada terus saja melihat pergerakan lelaki paruh baya itu dengan ibunya. Ia mengamati sejenak dan langsung mengangguk-anggukan kepalanya.

"Teman sekelas pasti," ujarnya. Ia menyeruput minumannya lalu kembali melihat Liya dan Lio yang sedang berjalan menghampirinya. Sekilas, ada rasa tertarik memikirkan nama Mamanya dengan nama teman Mamanya yang mirip.

Liya dan Lio.

Setelah Lio dan Liya berhenti di depan Vada, dengan sopan ia berdiri lalu menyalami Lio. "Selamat sore, Om."

Lio langsung saja mengangguk dan menepuk bahu Vada. "Masih sama kayak dulu," gumam Lio lalu mengacak rambut Vada dengan gemas. Setelah itu ia duduk menghadap Liya tanpa sadar kalau wajah Vada mengernyit bingung.

Kayak dulu?

Maksudnya Om Lio sudah kenal Vada sejak lama?

"Om," panggil Vada. Ia harus segera bertanya jangan sampai dia mati kepo karena tidak tau ke-kepo-annya ini.

Lio langsung saja menoleh pada Vada dan mengerutkan dahinya. "Kenapa?"

"Om bilang tadi masih sama kayak dulu. Maksudnya apaan, ya? Vada bingung soalnya. Apa Om udah kenal Vada lama, ya?"

Lio sempat menoleh pada Liya lalu kembali melihat Vada. Ia tersenyum sejenak lalu berkata, "Iya. Om kenal kamu sejak kamu kecil. Baru sekarang ketemuan lagi." Vada mengangguk mengerti dan kembali bermain ponsel.

"Maaf Noah terlambat, Pa, Tante." Pekikan seorang laki-laki membuat Vada mengangkat kepalanya dari layar ponsel. Dilihatnya seorang laki-laki dengan badan tegap. Bajunya agak tidak rapi kalau disandingkan dengan pakaian Vada.

Ah, kenapa malah berbicara keserasian pakaian lelaki itu dengan pakaian Vada, sih?

"Elo?" pekik Vada langsung saja membuat Lio dan Liya terpekik kaget.

Tak memperdulikan tatapan laser yang diberikan Mamanya, atau tatapan bingung Om Lio, dia langsung saja melihat cowok itu dari atas sampai bawah.

"Kenapa elo kesini? Mau cari gara-gara lagi, ya?" tohok Vada. Noah malah terkekeh sambil mengambil tempat duduk di hadapan Vada.

"Maksudnya apaan, sih?" tanya Noah. Pura-pura tidak tau apa yang dibicarakan Vada.

"Elo kenapa di sini, ha?" tanya Vada sekali lagi. Ia mulai panas kembali melihat wajah songong Noah di sini. Bisa-bisa kalau dia tidak disirami minuman dingin, akan terjadi perang dunia ke III di restoran Liya. Secepatnya.

"Kalian sudah saling kenal?" Tanya Liya. Kelihatan sekali ingin mengalihkan pembicaraan sengit yang diciptakan Vada.

Noah yang tau maksud Liya langsung saja mengangguk. "ya, Tan."

"Kenal apaan?" Geram Vada. Ia menoleh melihat Mamanya dengan pandangan kesal. "Dia, Ma, yang Vada ceritain tadi. Yang dibaikin dikit, langsung ngelunjak."

"Jadi lo omongin tentang gue ke nyokap lo? Tipe-tipe cewek yang suka sama cowok, ya? Sering nyeritain cowok yang dia suka ke nyokap atau bokap gitu." Noah malah meledek Vada. Lio dan Liya hanya bisa menghela nafas sambil membiarkan keduanya adu mulut.

Mata Vada melotot mendengar itu.

Benar-benar minta dibogem, nih. Kata Vada dalam hati.

"Lo cowok, mulut kayak cewek banget, sih. Berisik tau gak!" pekiknya. Tak mau kalah dengan serangan Noah.

"Emang gue peduli gitu?" tanya Noah. Hendak meledek Vada kembali.

Cukup sudah!

Vada langsung saja menyiram Noah dengan air.

Wajah Noah basah. Jaket, baju, rambutnya basah semua. Liya dan Lio terus saja bercakap-cakap, seperti tidak tau kalau Vada dan Noah sudah saling siram menyiram.

"Mau dong disiram lagi," ledek Noah. Vada langsung saja berlari menuju bar dan bersiap-siap mengambil minuman berakohol dari sana. Noah yang menyadari itu langsung saja lari dari tempat mereka duduk dan berputar mengelilingi restoran.

Mereka berdua layaknya anak kecil yang tidak diawasi oleh orang tua mereka.

Melihat Noah yang berada di sudut tempat makan dengan lidah yang ia peletkan, Vada terhenti. Ada sekelabat kunang-kunang yang masuk dalam pandangannya.

Nafasnya mulai tidak teratur dan setiap kali berkedip, langkah orang-orang yang melewatinya mulai pudar dari penghilatannya.

"Vada!"

***

Minggu, 21 Agustus 2016-- 20.22 WITA
A.s

BetersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang