Kejadian Ketigabelas

10 1 0
                                    


"Sekali aja, ya?"

Vada mengangguk senang seperti diizinkan buat punya pacar saat berumur 10 tahun.

Astaga!

Cepat-cepat Vada berjalan sambil menggandeng Mama.

"Vada jalan jangan cep— Kan! Vada stop!" teriak Mama kesal.

Vada menoleh sambil memberi tatapan bingung. "Kenapa?"

"Gara-gara kamu Mama injak—Hu! mama sebel bukan main!"

Vada pengen ketawa sambil guling-guling.

"Mama mau cuci kaki dulu! Sana kamu pergi aja sendiri!" bentak Mama lalu berlalu dari pandangan Vada. Vada yang sedari tadi menahan tawanya akhirnya lepas juga. Haduh! Vada harus segera berhenti jangan jadi anak durhaka.

Setelah insiden itu, Vada terus melangkah dan masuk ke dalam stand yang dia inginkan tadi. Suasananya terang benderang tidak seperti ekspektasi Vada. Tapi Vada tetap berjalan dan duduk di sofa panjang di sudut ruangan.

"Halo!" sahut seseorang. Vada yang sedang sibuk memperhatikan sekitar jadi menoleh pada sumber suara. Seorang pemuda dengan perwatakan agak pendek dengan senyum merekah.

Vada tersenyum. "Halo!"

"Mau diramal, ya?" tanya pemuda itu. Vada mengangguk lalu sedetik kemudian mengernyit bingung melihat pemuda aneh itu langsung duduk di tempat –yang menurut Vada- untuk meramal.

"Nama saya Amanda," sahut pemuda –yang ternyata bernama Amanda itu– tiba-tiba.

Dan Vada tak tahan untuk tertawa terbahak-bahak.

Amanda?

"Aneh, ya?"

Vada langsung mengangguk. "Iya. Aneh banget, kayak—pffffttt!!!" Oh Vada rasanya tak bisa untuk sekedar berhenti dan menatap wajah Amanda yang sangat kalem.

No kekerasan.

No jaim.

No Agnez Mo.

No dangdut.

No Ay—

Waduh salfok!

"Kamu mau diramal atau enggak?" Vada akhirnya mengangguk dan berjalan santai menuju tempat di mana Amanda duduk.

Tapi apa daya, belum sepuluh langkah, ia menabrak seseorang. Bikin Vada bete setengah mampus dan bersumpah akan membuat siapapun yang menabraknya sial seumur hidup.

Tapi kayaknya Vada gak tega deh.

"Elu lagi!" Vada benci kali ini. Kayaknya Vada gak bakal gak tega kalo sama Noah.

"He, bocah!"

Vada benci dipanggil bocah. Apalagi sama Noah.

Entah kenapa kata bocah adalah sebutan seseorang untuknya. Dan tidak bisa dipakai oleh Noah. Tidak boleh.

Tapi siapa sih, yang manggil-manggil dia bocah?

Ah ya, Alpha.

Kok Vada jadi pelupa gini, sih? Mungkin ini efek Alpha tidak ada di dekatnya dalam jangka waktu yang agak lama kali, ya?

"Apaan, sih? Di mana-mana ganggu!" desis Vada sambil menyenggol Noah berharap Noah pergi dari tempat ini.

Selang beberapa detik ia berjalan menghampiri Amanda, Noah yang ada di belakangnya mendengus. Vada lantas berbalik dengan wajah kesal.

"Kenapa lo masih di sini?"

Dilihat Noah dengan wajah aneh lalu beberapa detik kemudian menutup hidungnya dengan cepat.

"Lo injak tai! Syalan!" ujar Noah sambil terus menutup hidungnya.

Cepat-cepat Vada melihat ujung sepatu yang ia kenakan. Dan malulah Vada.

Bahkan untuk sekedar berjalan lebih jauh lagi ia sudah tak sanggup. Apalagi setelah melihat cetakan-cetakan indah yang ia buat di lantai.

Mampuslah Vada.

HOEKKKKKK!

Tanpa Vada sangka, dirinya mual melihat itu semua. Rasa aneh dalam perutnya melilit sampai buat Vada lari keluar mencari tempat aman untuk berhenti merasakan rasa mualnya.

HOEEEKKK!

Vada kayak hamil aja kalo kayak gini.

Saat rasanya Vada sudah tak tahan untuk muntah, tiba-tiba saja tangan tegas menarik rambutnya agar tidak tergerai.

"Kalo gak tahan lagi, muntah aja." Vada benci dikasihani kayak gini.

"Gak perlu pedu—Hoeeekkkkk!"

Vada benci mengakui ini semua tapi ia merasa nyaman waktu Noah memijat tengkuknya dengan sabar.

Vada jadi pengen nangis.

"Udah?"

Vada mengangguk. Noah ikutan mengangguk dan segera mengambil sapu tangan di saku celananya lalu disodorkan kepada Vada.

"Makanya liat-liat kalo jalan. Berabe, kan? Untung Amanda temen gue, jadi dia gak marah-marah amat liat standnya jadi kotor," celoteh Noah sambil memberikan Vada minyak kayu putih.

Vada jadi bingung kalo begini. "Kayak elo udah tau aja bakal jadi begini. Jadi curiga gue."

Mata Noah seketika juga membelalak mendengar ucapan Vada. Tapi segera tertawa. "Berkat Amanda itu."

Jawaban Noah tak memuaskan Vada. "Terus kenapa lo peduli?"

"Kata Amanda, itu termasuk juga."

--

Sabtu, 28 Januari 2017, 20.15 WITA

A.s

BetersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang