"Ngerepotin banget jadi orang." Noah mendengus. Diliriknya Vada dari tempat tidurnya dan menggerutu sebal. "Gara-gara lo, gue harus nemenin lo seharian. Gak boleh lari. Payah!" umpat Noah. Walau ia tau kalau Vada tidak mungkin membalas perkataannya.
Belum saja Noah melanjutkan perkataannya, tiba-tiba kelopak mata gadis itu terbuka dan langsung saja melotot. "Lo pikir idung gue apaan ha? Ayam penyet??" geramnya. Dalam kegiatan seperti ini ia masih saja seperti mak lorong yang tak habis-habisnya mengomel.
"Gue gak lakuin apapun sama idung pesek lo," ujar Noah dengan malas-malasan lalu bangkit dari ujung tempat tidur.
"Lo kenapa bisa ada di kamar gue?" Akhirnya pertanyaan Vada keluar juga dari mulutnya setelah sedari tadi memikirkan cara untuk mengeluarkan Noah dari kamarnya.
Noah mendengus. "Lagi beol," jawab Noah datar. Tak ada nada sama sekali. Lalu kembali ia menceletuk. "Ya jagain elo, Goblok!"
Segera Vada mendengus lalu berdiri dari tempat tidur. "Gue mau ganti baju. Lo keluar!"
"Galak amat," gumam Noah tanpa sadar. Vada yang mendengarnya langsung melotot lalu berancang-ancang menjambak rambut Noah.
"Gue smack down baru tau rasa!"
Noah pengen membalas perkataan Vada, tapi rasanya ini bukan waktu yang tepat.
Dia juga takut di-smack down oleh Vada. Vada 'kan jago bela diri dari dia kecil.
Dengan sekali desahan panjang (entah kenapa ia melakukan hal demikian) ia pun keluar dari kamar Vada.
Baru saja ia keluar dari kamar Vada, satu pesan singkat muncul di layar ponselnya.
Kita perlu bicara.
Dan Noah langsung saja melenggang pergi dari rumah Vada.
Ia lupa satu hal; meninggalkan Vada sendiri di rumahnya.
--
Momen canggung memang selalu datang di saat yang tidak tepat.
Seperti saat ini, Noah harus ekstra sabar menghadapi Alpha yang terus saja menatapnya. Menjijikan memang, apalagi diperhatikan oleh banyak orang-orang yang melewati tempat yang mereka duduki sekarang.
"Al, sumpah kalo lo gak buka mulut dalam lima detik lagi, gue out dari sini." Noah bersungguh-sungguh. Risih, marah, geram, malu rasanya sudah bercampur aduk di dalam benak. Dia tidak mau mempraktekan tentu saja kepada Alpha.
Belum sampai 5 detik, langsung saja Alpha bergeming. Pandangannya ia edarkan keseluruh arah lalu kembali fokus pada Noah.
Kemudian ia bersuara, "Gue gak yakin bisa ngebantu lo, Xav."
"Kenapa emangnya?"
Ada jeda berkepanjangan yang dibuat Alpha saat mendengar pertanyaan Noah setelah akhirnya ia bergumam, "Gue takut gantiin posisi lo sebagai ketua osis."
Oke, pembicaraan mereka berdua menyimpang dari sebelumnya. Apaan sih maksud dari Alpha?
Dengan tatapan bingungnya Noah bertanya, "Bukannya hal ini udah kita bahas sebelumnya, Al?" Rasanya Noah ingin mencakar Alpha, macam gadis-gadis labil yang hilang kendali.
Alpha mulai menggaruk kepalanya. Noah tau gerak-gerik Alpha yang satu itu. Alpha sedang gugup dan merasa canggung sekarang. Noah maklum, karena sahabatnya yang satu itu memang sering gugup dan canggung jika berbicara hal yang agak serius.
Karena Noah tau pembicaraan mereka tidak akan pernah selesai jika tidak segera ia akhiri, maka ia langsung saja bicara, "Ayolah, Al. Gue tau banget elo. Sebenarnya apa yang pengen lo bilang?"
Alpha berdiam. Pandangannya menuju objek lain. Noah sudah pasti ingin menoleh melihat objek yang diperhatikan Alpha. Tapi sayangnya perkataan Alpha berikutnya membuat dia harus bertapa dengan posisinya semula. "Arah jam 6 lo, ada Vada. Liatin kita."
Alpha berkicau, "Mampus gue!" Ia pasti tak mengharapkan kehadiran Vada saat ini. Kembali pandangannya pada Noah. "Gue bilang sekarang gue lagi sibuk."
Kembali ia menggeram. "Mampus!"
Semakin Alpha gugup, Vada makin mendekat. Ia harus bersiap-siap berperan menjadi antagonis sekarang. "Alpha?"
Mampus! Geramnya dalam hati.
Vada, sudah berada di depan mereka. Kedua bola mata yang sering Alpha perhatikan, kini sedang melihatnya dengan arti yang tak bisa Alpha pahami.
"Bilang Alpha lagi sibuk?"
Noah mendengus mendengar Vada bertanya selembut itu pada Alpha. Jika bersama Noah pun, ia selalu saja marah-marah. Noah berasa jomblo banget melihat mereka berdua.
Alpha mengangguk namun selalu memasang wajah datarnya. "Emang lagi sibuk. Sibuk bicara sama Noah."
Setelah nama Noah disebut-sebut, arah pandang Vada jadi teralihkan. Langsung saja tatapannya jadi tidak lembut lagi. Malah sekarang seperti melihat mangsa di lubang tikus.
"Alpha kenal Noah dari mana?"
Demen membuat Vada naik darah, Noah langsung saja menyolot, "Dia itu bawahan gue di Rafber. Gue sama Alpha lagi mendiskusikan suatu hal yang amat sangat penting. Jadi lo bisa tinggalkan kita berdua buat rapat mendadak ini."
"Urusan penting sama lo bisa jadi nomor dua-nya Alpha. Gue lebih penting dari lo." Vada ikut nyolot. Tak terima mendengar ucapan Noah. Enak aja, Noah sudah mengganggu acara nge-date mereka sepulang sekolah tadi.
"Vada ke bawah dulu. Urusan Alpha sama Noah bentar lagi bakal selesai," Alpha menengahi. Bisa panjang nanti jika mereka terus saja berantem.
Tapi apa daya, wajah Vada sudah memelas bak anak anjing super lucu punya tetangganya Alpha. Bisa runtuh pertahanan yang Alpha buat selama ini.
"Vada lagi sakit, Al."
BUM!
Pertahanan Alpha hancur. Kepalanya menoleh melihat Noah dan dengan cepat menggeleng pasrah.
"Kalo gitu Alpha anterin pulang. Nanti aja hal penting, nonton dan kawan-kawannya."
Muka Vada muram seratus persen. Ini semua karena makhluk sialan bernama Noah hadir di tengah-tengah mereka.
"Tapi, Al—"
"Udahlah, urusan nonton-nonton itu jadi nomor dua-nya Alpha," ucap cowok jangkung itu dengan wajah manisnya. Alpha membalikan perkataan Vada barusan.
Langsung saja Alpha berdiri dan segera mengacak rambut Vada dengan gemas. "Yang lebih penting sekarang itu kesehatan Vada."
BUM!
Sepertinya hati Vada sedang meletup-letup. Bukan lagi kupu-kupu warna-warni yang menghiasi perutnya.
Rasanya pengen meleleh.
"EHEM!" Waduh. Saking bapernya dengan adegan mereka, Noah dibiarkan menjadi kacang tanah di dekat mereka.
"Xav, gue duluan ya. Gue takut Vada kenapa-napa."
Akhirnya Noah mengangguk mengerti dengan situasi seperti ini. Jika dipikir-pikir, Noah salah. Ia membiarkan Vada di rumah sendiri, dan membiarkan gadis mungil itu sendirian pergi kemari.
Jika ia menahan Alpha dan mementingkan pembicaraan mereka berlanjut, ia tak yakin Vada bisa bertahan di lantai bawah.
Walau tak mau mengakuinya sekarang, tapi dia sungguh merindukan Vada sepenuhnya.
--
Kamis, 5 Januari 2017-- 16.14 WITA
A.s
KAMU SEDANG MEMBACA
Beters
Teen FictionVada dan Noah. Dua orang yang saling membenci. Vada yang berisik, menjadi seribu kali lebih berisik jika di dekat Noah. Noah yang disenangi di mana mana, menjadi menyebalkan saat bersama dengan Vada. Noah yang kelihatan adalah perebut pacar...