wolf

52.2K 4.4K 48
                                    

Kenapa aku tidak bisa melupakan laki-laki itu? Aku masih bisa mengingat semua ekspresi yang ditunjukkannya saat melihatku. Kaget, tidak percaya, senang, sedih, marah, sebelum akhirnya ekspresinya kembali netral dan pergi sambil membawa berkas yang disodorkan oleh ayah. Setelah mengucapkan terima kasih ayah menyuruhku untuk pulang.

Sekarang aku hanya diam, duduk di balkon sambil memandang hutan yang mengelilingi kastil. Aku penasaran ingin ke kastil itu, dan itu berarti aku harus melewati hutan lebat nan gelap yang seolah melindungi kastil tersebut.

"Sayang?" aku menoleh melihat ibu yang bersandar di pintu.

"Udah pulang, Bu?" tanyaku.

"Udah, buktinya ibu disini," jawabnya.

"Kamu nggak mau keluar? Daripada dirumah terus." aku berpikir sebentar, sepertinya ide yang bagus.

"Iya deh, aku ganti baju dulu." aku segera masuk ke kamarku untuk mengganti pakaian. Aku penasaran mau ke hutan itu.

"Bu, aku pergi dulu," teriakku sebelum keluar rumah. Aku mendengar jawaban 'ya' dari arah dapur. Ibu dan dapur.

Diperjalanan aku merasakan keanehan dengan kota ini. Mungkin wajar kalau banyak orang yang melihatku karena aku orang baru disini, tapi mereka justru menghirup udara dalam-dalam baru kemudian melihatku. Perasaan aku tadi sudah mandi. Aku juga tidak mencium bau apapun. Entah, hidungku atau hidung mereka yang bermasalah.

Aku semakin mempercepat langkahku agar cepat sampai di tujuanku semula. Dari tempatku sekarang aku sudah bisa melihat hutan itu. Tapi aku jadi takut, bagaimana kalau aku nyasar?

Rasa penasaran dalam diriku ternyata lebih kuat dari rasa takutku. Aku memberanikan diriku untuk melangkah masuk kedalam hutan. Hey... Ternyata ada jalan disini, kenapa aku tak melihatnya? Buat apa aku takut tadi?

Semakin aku masuk kedalam hutan, rasa takutku mulai datang kembali. Sepi sekali.

Krek..
Aku menoleh ke arah suara yang baru saja ku dengar. Pasti hanya kelinci... Pikirku positif.

Seekor binatang besar berbulu hitam perlahan muncul dari balik semak-semak. Dengan reflek aku mundur untuk membuat jarak dengan binatang buas itu.

Sebuah geraman keluar dari mulutnya saat aku semakin menjauh darinya. Apa dia akan memakanku?

Sepertinya hari ini alam tidak bersahabat denganku karena saat aku mundur sebuah akar menghalangiku hingga aku terjatuh.

Melihatku terjatuh serigala yang ada di hadapanku menggeram dengan keras. Dengan langkah perlahan dia mendekatiku. Aku menatap serigala itu dengan tatapan memohon.

Saat binatang itu semakin mendekat, aku sudah tidak berani membuka mataku. Don't kill me.... Don't kill me...

Aku merasakan sebuah benda yang kasar dan basah di wajahku. Dia menjilatku!
Dengan perlahan aku membuka mataku, dia begitu dekat. Apa ini akhir hidupku?

Tanpa kuduga serigala itu justru mundur dan melihat pergelangan kakiku yang sepertinya terkilir. Dia menggeram kemudian menjilat pergelangan kakiku yang terluka. Aku dengan reflek menarik kakiku saat merasakan lidah itu lagi-lagi menyentuh bagian tubuhku.

Sebuah geraman rendah lagi-lagi keluar dari mulutnya. Seolah memperingatkanku untuk tetap diam.

Karena takut aku akhirnya diam dan tidak bergerak sama sekali. Badanku sudah seperti pohon mati sekarang.
Serigala itu masih terus menjilati pergelangan kakiku, seolah itu adalah kegiatan paling menarik di dunia.

Sebuah lolongan membuat tubuh serigala di hadapanku ini menjadi tegang. Tatapannya beralih ke wajahku, dia menggunakan kepalanya untuk mendorong kakiku. Aku tetap diam, tidak mengerti dengan apa yang dia lakukan. Dia terus mendorong kakiku, sepertinya dia frustasi denganku. Apa maksudnya aku suruh berdiri?

Aku mencoba untuk berdiri, dan anehnya kakiku sama sekali tidak sakit. Apa itu hanya khayalanku saja? Tapi tadi benar-benar terkilir. Apa serigala punya enzim penyembuh di salivanya?

Sebuah dorongan di pantatku membuatku kembali ke dunia nyata. Aku langsung melompat menjauhi serigala itu. Bukannya menjauh dia justru kembali mendorong pantatku.

"Bad wolf." aku bertolak pinggang menghadapnya. Anehnya serigala itu terlihat terhibur dengan tingkahku.

"Hey, kau mau aku berbuat apa? Berjalan? Aku bisa jalan sendiri, jauhkan kepalamu itu dari pantatku!" ucapku seolah binatang itu akan mengerti dengan ucapanku. Tapi dia terlihat mengerti, apa hewan bisa seekspresif ini? Sebuah sinar geli tampak dalam matanya.
Mungkin hanya khayalanku saja.

Aku segera berjalan kembali sebelum serigala itu terobsesi dengan pantatku lagi. Saat aku berjalan serigala itu mengikutimu dari belakang.

"Hey, wolfi, sini kesampingku." sepertinya dia benar-benar mengerti dengan bahasa manusia, karena dia langsung berdiri di sampingku. Ternyata dia cukup tinggi, tingginya bahkan sampai sedadaku.

"Hey wolfi, kenapa kau sangat besar dan tinggi, apa kau kelebihan gizi?" tanyaku seolah dia akan menjawab pertanyaanku. Tapi tentu saja tidak ada jawaban dari teman baruku ini.

Aku mengusap-usap kepalanya, sepertinya dia senang dengan perlakuanku karena dia semakin mendekatkan kepalanya pada tanganku. He is like puppy....

Aku sedikit kecewa saat melihat jalan raya yang mulai terlihat dari sini.

"Sepertinya, kita akan segera berpisah, wolfi," ucapku.

"Sampai jumpa!" aku mengelus kepala dan tubuhnya yang ditutupi oleh bulu lebat.

Aku berjalan dan meninggalkan teman baruku. Namun saat aku menoleh lagi, dia sudah tidak ada ditempatnya. Cepat sekali perginya.

*****

His QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang