Luna Queen

46.9K 3.8K 21
                                    

Selamat membaca!!

*******

Saat aku terbangun, Aiden sudah tidak berada di sampingku, entah aku harus senang atau sedih. Aku ingin dia menjawab semua pertanyaan yang ada dikepalaku, namun disisi lain aku tidak ingin menghadapinya, manusia waras mana yang mau berhadapan dengan Monster?

Selama beberapa menit aku hanya diam di tempat tidur dan mengulang semua kejadian tadi malam. Salahkah aku bila berharap itu semua mimpi? Aku tidak ingin melihat Aiden dengan tatapan berbeda, aku berharap dia adalah laki-laki normal. Tapi sekarang, aku bahkan tidak bisa menyandingkan kata 'normal' dan 'Aiden' dalam satu kalimat. Sekarang aku jadi berpikir, apakah dia masih bisa disebut sebagai manusia?

"Luna" aku terkejut mendengar panggilan seseorang yang baru saja masuk ke kamar ini. Aku menoleh, melihat wanita yang tadi malam sedang berjalan mendekatiku.

"Aku mau pulang" ucapku singkat dan dingin. Wanita itu berdiri di hadapanku, dan saat aku menatap matanya, aku bersyukur menemukan sinar pengertian disana.

"Maaf, Luna tapi alpha..." aku mengerti, dia tidak mengizinkanku. Aku mendengus, sudah menduga jawabannya.

"Brenda, kau bisa pergi" tanpa menengok pun aku sudah tahu siapa pemilik suara itu. Wanita yang dipanggil Brenda itu mengangguk padaku sebelum meninggalkan kami berdua.

Aku tidak melihat ke arah Aiden saat dia mendekatiku, namun saat dia meletakkan sesuatu di meja di sampingku, aku tidak bisa mencegah diriku untuk melihatnya. Aku bisa melihat kesedihan dimatanya saat aku hanya menatapnya dingin dan tanpa ekspresi.

"Ehm... Aku sudah buatkan sarapan untukmu" aku melihat pancake dan kopi yang ada dimeja kemudian menatap Aiden yang terlihat sangat khawatir.

"Ehm.... Kau tidak menyukainya, ya? Aku tidak tahu apa yang kau suka, jadi..." tanpa menunggu dia menyelesaikan kata-katanya yang melantur itu, aku beranjak dari tempat tidur untuk menuju kamar mandi.

"Mau kemana?" tanya Aiden panik, padahal aku baru berada satu langkah melewatinya.

"Kamar mandi" jawabku singkat, aku kembali berjalan saat Aiden sudah melepaskan cekalan tangannya. Ini gila, dia benar-benar bipolar!

Aku melihat wajahku sendiri di cermin, dan beberapa kali menghela nafas, baiklah, Ella, saatnya menghadapi kenyataan!

Aku segera menyelesaikan urusanku di kamar mandi dan keluar dari kamar mandi. Tatapan Aiden langsung tertuju padaku saat aku keluar, aku menaikkan alisku bingung saat melihat makanan yang semakin banyak, sekarang tidak hanya pancake, tapi ada omelette, bacon bahkan roti tawar disana.

"Kau tidak bilang apa yang kau suka, jadi aku buatkan semuanya, eh, maksudku bukan aku yang membuat semuanya karena aku hanya bisa buat pancake dan kopi itu, tapi mungkin kau tidak akan menyukainya jadi aku menyuruh seseorang untuk membuat yang lainnya, ehm... Bisakah kau tidak hanya diam dan mencobanya? Terserah kau mau pilih yang mana" aku harus menggigit bibirku sendiri untuk mencegah diriku tersenyum. Apa dia sadar kalau dia sedang melantur sekarang?

Aku sengaja menyesap kopi ditanganku dengan perlahan, menikmati rasa dan aroma kopi ini ditambah dengan ekspresi Aiden yang terlihat sangat nervous.

"Aku menyukainya" ucapku pada akhirnya, aku tidak menyangka kalau komentar singkat itu akan membawa senyum yang sangat indah diwajahnya.

"Tapi aku masih marah padamu, jadi setelah ini kau bisa antarkan aku pulang" aku melanjutkan makanku saat tidak ada jawaban darinya. Hanya hembusan nafas kasarnya yang bisa kudengar darinya.

"Apa yang bisa kulakukan, agar kau memaafkanku?" tanya Aiden beberapa saat setelah itu. Aku hanya mengangkat bahuku menanggapinya. Ehm... Untuk orang yang tidak bisa memasak, dia membuat pancake ini dengan sangat baik.

"Sekarang antarkan aku pulang" ucapku, setelah menghabiskan pancake itu.

"Apa kau tidak mau lebih lama disini? Aku bisa mengajakmu berkeliling" tawarnya. Itu penawaran yang sangat baik kalau saja aku tidak dalam posisi diculik disini.

"Ehm... Tidak, aku mau pulang, tapi sebelum itu, aku ingin minta penjelasan darimu" Aiden menghembuskan nafasnya keras, dan saat aku melihat matanya mereka terlihat tidak fokus, seperti pikirannya tidak berada disini.

"Apa setelah itu kau akan memaafkanku?" pertanyaannya membuatku kembali menatap wajahnya yang tepat berada di hadapanku.

"Mungkin belum, aku bukan seorang yang pemaaf. Tapi aku rasa kau bisa memulainya dari sebuah kejujuran" sebuah senyum menghiasi wajahnya saat aku selesai berbicara, namun ekspresi itu langsung berubah menjadi ekspresi serius dan khawatir beberapa saat setelahnya.

"Aku akan mengatakannya, tapi... Jangan tinggalkan aku" aku begitu terkejut saat melihat tatapannya yang begitu putus asa, aku tahu bukan hanya ucapannya yang mengisyaratkan permohonan namun dia juga memohon dengan kedua tatapan matanya.

Namun, saat dia mendekat, aku tidak bisa mencegah diriku sendiri untuk mundur, menghindarinya. Sepertinya otakku masih belum bisa menghilangkan kenangan tadi malam.

"Please, aku hanya ingin menyentuhmu"

"Kenapa?" tanyaku bingung.

"Supaya aku bisa memastikan kalau kau tidak akan lari" yeah, the selfish bastard is back!

"Katakan saja, aku akan diam disini" ucapku kesal. Aiden diam sebentar kemudian menarik nafas dan menghembuskannya dengan kasar.

"Kau tahu? Di dunia ini bukan hanya ada manusia saja? Ada makhluk lain yang tanpa manusia sadari, juga hidup berdampingan dengan mereka, dan berada ditengah-tengah mereka. Aku adalah... Salah satu dari makhluk itu" aiden berhenti sebentar dan melihat ekspresiku.

"Aku sudah menduga kalau kau bukan manusia, terimakasih pada unjuk kemampuanmu tadi malam" ucapku sarkatis.

"Maaf, aku sudah membuatmu takut semalam. Tapi, apa kau tahu, makhluk apa aku?" tanyanya. Huft, aku memintanya untuk menjelaskan, kenapa ia malah bertanya?

"Ehm... Werewolf?" ucapku bertanya. Aiden tersenyum kemudian meraih tanganku. Aku menatapnya tajam karena aku tidak bisa menarik tanganku yang digenggamnya erat.

"Ternyata aku punya seorang Luna yang pintar" aku menatapnya tidak percaya, apa dia fikir selama ini aku bodoh?

"Aku tidak bermaksud seperti itu, love. Jadi, kau pernah membaca cerita tentang werewolf?" aku mengangguk, menjawabnya.

"Baiklah, itu semakin mempermudah tugasku untuk menjelaskannya. Kau tahu kan kalau seorang werewolf pasti memiliki mate? Dan kau adalah mateku, lunaku dan juga ratuku" aku tidak bisa mencegah mulutku untuk terbuka, mendengar penjelasannya.

"Aku adalah seorang alpha king, love, dan itu membuatmu sebagai seorang Luna Queen"

"Aku pusing, aku mau pulang" Aiden menarik tanganku untuk berdiri. Namun tidak hanya itu, dia juga menarik tubuhku ke pelukannya.

"Maaf, aku tidak bisa memberimu pilihan" ucapnya di telingaku.

"Lepas, aku belum memaafkanmu" aku mendorong tubuhnya.

"Kau mungkin bukan orang yang pemaaf, tapi aku juga bukan orang yang mudah menyerah, dan aku selalu mendapatkan apa yang aku mau" ucapnya penuh janji. Aku tahu dia bukan laki-laki yang suka berbicara omong kosong, jadi aku harus bersiap-siap untuk membuat pertahanan yang tinggi, supaya aku tidak memaafkannya dalam hitungan detik.

His QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang