mine is mine

38.6K 3.1K 18
                                    

Aku tak tahu kenapa air mataku terus mengalir untuknya. Bukankah ini yang kuinginkan? menjauh dari hidupnya. Tapi, kenapa hatiku tidak setuju dengan akalku? Kenapa air mataku juga mendukung hatiku untuk membangkang akalku?

Aku semakin mempercepat langkah kakiku seiring dengan air mataku yang semakin deras.

"Kau hanyalah gadis lemah"

Wanita itu benar, aku memang lemah, lihatlah aku sekarang? Berjalan menjauhi seseorang yang berhasil mengusik hidupku dengan air mata yang terus saja mengalir.

Tak ku pedulikan tatapan orang yang memandangku aneh, aku hanya ingin cepat sampai rumah dan menangis sepuasku di kamar. Dan aku akan meyakinkan diriku sendiri bahwa ini adalah pilihan yang tepat.

Aku bersyukur saat tak menemukan siapapun di rumah, dengan begini aku tak perlu menjelaskan apapun pada mereka.

Namun, saat aku membuka kamarku, berbagai kenangan yang tak ku inginkan muncul kembali, mengingatkanku akan kehadirannya yang selalu menemaniku disini.

Dadaku terasa sesak
Air mataku mengalir semakin deras
Tanganku mengepal menguatkan ku untuk tidak terjatuh
Dia sudah menguasai ku
Memiliki hati dan pikiranku membuatku tak punya kuasa akan reaksiku terhadapnya.

Third POV

Suasana di kastil itu terasa semakin mencekam, benda-benda berserakan dimana-mana, pecahan kaca bertaburan di lantai. Para pelayan di kastil itu hanya bisa menunduk tidak berani menatap tuan mereka yang sedang dikendalikan oleh amarahnya. Wajahnya yang biasanya begitu mempesona, sekarang tertutup oleh sinar mata kekejaman yang mengancam siapapun untuk tidak berani menentangnya.

Monster itu telah keluar, mengendalikan akal sehat dari tubuh manusia yang dikuasainya. Sebuah raungan keluar dari mulutnya, membuat para penghuni kastil itu semakin takut. Mereka tahu ini bukan lagi tuan mereka yang dingin, ini adalah sisi terkejamnya, sisi terliar dalam dirinya.

Seorang pelayan wanita membuat kesalahan dengan mengeluarkan sebuah suara isakan. Wanita itu benar-benar takut dengan apa yang ada dihadapannya. Sayangnya, isakan itu membuat sebuah kursi melayang ke arahnya. Tubuhnya berhasil menghindar dengan bantuan dari salah seorang temannya. Isakan itu kini berubah menjadi tangis histeris, wanita itu sadar kalau dia bisa kehilangan nyawanya saat itu juga.

"KELUAR!" teriakan itu membuat semua orang disana segera bergegas untuk pergi, dengan berlari mereka meninggalkan tuan mereka yang masih belum kembali dari sisi gelapnya.

"Brakk!" lagi-lagi sebuah kursi berhasil hancur tak berbentuk. Tangan yang digunakan untuk memukul kursi tersebut penuh dengan darah, tangan berdarah itu pula yang sudah menghancurkan perabot dan membuat beberapa lubang di tembok. Dia tidak merasakan sakit, hanya rasa frustasi yang dia rasakan kini.

"Kau mau aku pergi?" tanyanya pada kastil yang sudah sangat sunyi.

"KAU MILIKKU, ELLA! DAN KAU TIDAK AKAN PERNAH LEPAS DARI CENGKRAMAN KU" mata itu kini sepenuhnya sudah berwarna merah, mengiringi janji sekaligus ancaman yang dikeluarkan oleh laki-laki itu.

Ella Pov

Aku tersenyum melihat orang tuaku yang sudah mesra pagi-pagi begini. Ayahku memperhatikan setiap gerak yang ibuku lakukan selama dia menyiapkan sarapan untuk kami. Mereka pasangan yang sempurna... Aku harap aku akan menemukan sosok seperti itu nanti. Apa kau lupa kalau kemarin kau sudah membuang kesempatan itu? Ejek suara dikepalaku. Bahkan sekarang aku bisa mengejek diriku sendiri. Sepertinya aku mulai gila sejak aku meninggalkan Aiden kemarin.

"Sayang, kenapa kau berdiri disitu?" tanya ayahku. Aku baru sadar kalau aku hanya berdiri diam dari tadi.

"Ah, tidak apa-apa kok" elakku.

"Kenapa matanya bengkak?" tanya ayah dengan nada penasaran sekaligus khawatir.

"Pasti gara-gara Aiden kan? Apa yang dia lakukan kali ini?" aku benar-benar bingung menjawab pertanyaan ayahku, aku tidak mungkin menceritakan semuanya padanya.

"Hanya pertengkaran kecil, aku rasa aku terlalu sensitif" jawabku pada akhirnya. Untung aku berhasil mendapatkan jawaban disaat-saat terakhir.

"Kecil atau tidak, tetap saja dia sudah membuatmu menangis" kekeh ayah.

"Aku rasa itu urusan mereka berdua, biarkan mereka menyelesaikannya sendiri" ucap ibuku yang baru saja datang dari dapur.

"Tapikan.." ibuku meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, mengisyaratkan ayah untuk berhenti bicara.

"Sudah jangan dipikirkan, kalian berdua cepat makan" perintah ratu di rumah ini. Ayah menuruti perintah ibu, meskipun dengan sedikit menggerutu.

Aku mengalihkan perhatianku dari makanan yang ada di hadapanku saat merasakan hpku yang bergetar.

From: Aiden

'Apa yang menjadi milikku akan selalu menjadi milikku'

Tanganku bergetar saat membaca pesannya, aku bisa merasakan sumpahnya di dalam kalimat tersebut. Dia tidak akan melepasku....

******

Pendek? Author tahu, tapi waktu author juga terbatas, harap maklum ya!

Sampai jumpa!!!!!

His QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang