"Waktu habis!" teriakan ayahku membuat Aiden menghentikan langkahnya mendekatiku. Aku menghembuskan nafasnya lega begitu melihat ayah yang sudah berkacak pinggang di tengah pintu.
"Ini sudah malam, jadi sebaiknya kau pulang, nak" ucap ayahku dengan tegas, aku mencoba menahan tawaku melihat ekspresi Aiden yang terlihat tidak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya.
Ayah berdecak melihat Aiden yang masih tidak bergerak.
"Ini sudah malam, nak, kau harus pulang" kali ini aku benar-benar tidak bisa menahan tawaku, mendengar ayah yang memanggil bosnya sendiri dengan sebutan 'nak' dan wajah Aiden yang masih melongo, tak percaya."Apa kau tidak mendengarku? Kau adalah bosku di kantor, tapi disini...." ayah tidak melanjutkan ucapannya, tapi kami mengerti apa maksudnya. Aku rasa ayah memang sedang balas dendam sekarang.
"Tapi..." Aiden akhirnya menemukan suaranya. Tapi sayangnya, ayah tidak mengizinkannya untuk berbicara lebih lanjut.
"Ingat perjanjian kita? 15 menit, tidak lebih!" ucap ayahku dengan tegas, matanya memperingatkan Aiden untuk tidak membantah.
"Kenapa aku tidak lewat jendela saja tadi?" gumam Aiden pelan, tapi hal itu masih terdengar jelas di telingaku. Membuatku semakin tertawa puas.
"Bisa Anda beri waktu..." Aiden tidak melanjutkan kata-katanya karena ayah sudah menariknya keluar. Saat Aiden melihatku, aku tahu kalau dia sedang menahan rasa marah karena perlakuan ayahku padanya. Tapi untungnya, dia berhasil menguasai dirinya, dan mengontrol emosinya.
"Cepat tidur, sayang, ayah akan mengamankan calon menantu ayah dulu" ucap ayah sebelum menutup pintu, apa? Menantu?!
"Ayah!" aku berteriak kesal, menatap pintu yang sudah tertutup. Sebuah senyum kecil muncul di wajahku saat mengingat interaksi mereka berdua.
Senyumku perlahan menghilang, mengingat pesan yang kuterima tadi. Apalagi dengan keraguanku untuk menerima Aiden dan semua yang ada padanya. Aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya.
Menarik nafas berat, aku memaksakan kakiku untuk melangkah menuju kamar mandi. Aku ingin melupakan semua masalah ini, mungkin shower akan membantu. Dan aku harap aku bisa tidur nyenyak setelah itu.
Suara alarm membangunkanku dari tidurku, tidur yang sangat tidak nyenyak. Bahkan aku baru tidur jam 2 pagi. Dan sekarang? Aku harus bangun gara-gara suara alarm yang sangat memekakkan telinga.
"Ugh..." aku menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhku, dan melangkah menuju kamar mandi, bahkan mataku saja masih belum terbuka sepenuhnya.
"Ibu, apa kau bisa mengantarku? Aku tidak bisa menyetir dalam kondisi mata seperti ini" ibu melihatku dari atas sampai ke bawah, tatapan matanya terlihat khawatir saat menatap mataku yang sudah seperti mata panda. Aku bahkan sudah menguap berkali-kali dihadapannya.
"Sayang, apa kau yakin kau sudah bangun?" dengan otomatis kepalaku mengangguk menjawab pertanyaan ibu.
Ibu menghembuskan nafasnya pelan sebelum menarik tanganku menuju garasi.
"Anna kemana? Biasanya kau bersamanya"
"Sibuk" gumamku tak jelas, mataku sudah hampir tertutup saat merasakan mobil yang mulai bergerak. Setelah itu aku tidak tahu apalagi yang terjadi, mataku memutuskan untuk benar-benar tertutup dan membawaku ke alam mimpi.
"Ella, bangun!" sebuah suara dan beberapa tepukan di pipiku membuatku dengan perlahan membuka mata.
"Sudah sampai, dan ini kopinya" ibu menyodorkan segelas kopi, aku bahkan tak tahu kapan dia membelinya.