Kita tahu kalau hidup pasti akan berubah...
Tapi, kita tidak tahu secepat apa perubahan itu....Aku tidak terlalu menyukai perubahan, karena itu berarti aku harus menyesuaikan diri. Tapi, saat aku dihadapkan pada situasi yang tidak memberiku pilihan, apa yang bisa kulakukan? Apakah lari bisa menjadi satu pilihan?
aku hanyalah seorang gadis biasa, selama 18 tahun hidupku, aku tidak pernah tahu kalau makhluk mitos bernama werewolf itu ada, aku tidak pernah tahu kalau ternyata mereka begitu dekat dengan kita. Dan saat aku mulai mengetahui mengenai mereka, aku dipaksa untuk mengemban satu tanggung jawab yang begitu berat. Menjadi pasangan dari raja mereka sekaligus menjadi ratu mereka. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mengerti tentang kepemimpinan, aku tidak mengerti mengenai tanggung jawabku, aku...aku bingung. Aku ingin lari, tapi disaat selanjutnya, aku merasa begitu egois saat membayangkan hal itu.
Aku tidak pernah menyangka kalau takdirku akan seperti ini. Aku selalu percaya bahwa kita tidak bisa melawan takdir, tetapi saat ini pula, aku ingin percaya sebaliknya, bahwa aku bisa menghindari takdirku, apakah itu mungkin?
Aku tersenyum miris, mengingat pesan yang aku terima hari ini
'Kamu tidak akan pernah menjadi ratu'
Aku mengingat dengan jelas pesan itu, pesan yang dikirimkan entah oleh siapa. Aku tidak mengenali nomernya, hanya saat aku menelfonnya, ada seorang wanita yang menjawab dan mengucapkan hal yang sama dengan pesan itu. Bagaimana mungkin aku menjadi pemimpin kalau orang yang akan ku pimpin tidak menyukaiku?
Aku tidak mengatakan pada Anna kalau aku menerima pesan itu, aku yakin dia akan langsung memberi tahu Aiden kalau aku memberitahunya. Dan Aiden? bisa ditebak apa yang akan dilakukannya, dia akan memburu siapapun yang mengirim pesan itu dan memperketat penjagaan ku. Salah satu hal yang aku pelajari dari seorang alpha adalah, bahwa mereka lebih agresif dari werewolf biasa, mereka akan lebih protektif dan posesif pada matenya. Aku tahu kalau Aiden selalu memerintahkan orang untuk mengawasi rumahku, beberapa kali aku bisa melihat mereka, sepertinya Aiden menyuruh mereka untuk tidak terlalu mencolok dalam melakukan tugasnya.
Aku menarik nafas ku pelan, aku yakin ini sudah kesekian kalinya aku melakukannya. Semenjak aku membaca pesan itu, aku tidak bisa menenangkan pikiranku sendiri, bahkan aku sempat berpikir bahwa siapapun orang yang mengirimiku pesan itu, bisa membantuku untuk kabur dari semua tanggung jawab yang akan ku emban. Begitu takutlah aku menjadi seorang ratu? YA.
Aku menarik rambutku sendiri karena kesal, aku tidak bisa menghentikan semua pikiran itu, kenapa harus aku? Apakah Aiden tidak bisa mencari wanita lain? Begitu pikiran itu terlintas, aku merasakan marah dan cemburu yang membakar dadaku. Aaaahhh...
Sebuah dering HP menyadarkanku dari berbagai pikiran yang menggangguku dari tadi. Senyum langsung menghiasi wajahku saat melihat nama yang muncul di hpku.
"Halo, siapa ini?" tanyaku, berpura-pura tidak mengenalnya.
"Superman" jawabnya. Aku mencoba untuk tidak tertawa dengan jawabannya, memang tidak lucu, tapi aku begitu merindukan orang yang menelponku saat ini, sehingga mungkin aku bisa tertawa dengan apapun yang dikatakannya.
"Baiklah, Mr. Superman, ada yang bisa saya bantu?" aku meneruskan aktingku.
"Bisakah kau memberikan hatimu untukku, princess?" kali ini aku tidak bisa mencegah tawa yang keluar dari mulutku, mendengar jawabannya.
"Oh, sayang sekali, aku tidak mau hidup tanpa hati, tuan" balasku disela tawaku. Ku dengar dia juga tertawa di ujung sana. Aku langsung berhenti tertawa saat merasakan kehadiran seseorang di belakangku. Aku belum bisa bereaksi apapun saat tangannya sudah melingkar di pinggangku, menarik ku merapat ke tubuhnya yang keras. Aiden tersenyum melihat wajahku yang begitu terkejut.
"Princess, kau tidak apa-apa?" aku segera mengalihkan pandanganku dari mata Aiden, saat mendengar suara dari hpku.
"Oh, aku tidak apa-apa, hanya terkejut ada kucing lewat" ucapku beralasan. Aiden semakin mengeratkan pelukannya saat mendengar Leo berbicara. Possessive alpha mode on.
"Jangan meninggalkanku menggantung seperti itu, princess, kau membuatku khawatir" aku tersenyum mendengar suaranya yang terdengar khawatir. Namun, senyumku tidak bertahan terlalu lama, karena Aiden sudah menciumi leherku, membuatku benar-benar berkonsentrasi untuk tidak mengeluarkan suara memalukan.
"M...maaf, aku rasa, aku ada urusan, bye!" tanpa menunggu Leo menjawab, aku sudah mematikan sambungan telfon itu.
"Aiden" aku menarik kepalanya dari leherku, dan mencoba untuk memberikan tatapan tergalakku. Bukannya menjauh, dia malah mengecupku singkat, sebelum menatapku intens.
"Siapa itu tadi? Dan kenapa dia memanggilmu princess?" tanyanya dengan nada cemburu.
"Dia temanku, dan dia selalu memanggilku seperti itu" jawabku singkat. Aiden terlihat tidak puas dengan jawabanku dan menatap hp di tanganku dengan tajam.
"Hey, apa yang kau lakukan?" aku memegang hp di tanganku dengan erat saat menyadari bahwa Aiden ingin mengambilnya dariku.
"Aku ingin menelfonnya dan memperingatkannya untuk tidak memanggilmu seperti itu" ucap Aiden dengan geram.
"Aiden, itu hanya sebuah panggilan" balasku kesal.
"Berikan handphone itu" aku bisa melihat amarah yang muncul dimatanya. Apa aku sudah bilang kalau seorang alpha juga mudah marah?
"Tidak" jawabku. Melihat Aiden yang mau meraihnya, dengan panik aku memasukkan hp itu kedalam bra yang aku pakai. Dan sialnya, aku baru menyadari kebodohanku saat melihat seringaian Aiden.
"Kau tahu, itu semakin membuatku bersemangat untuk mengambilnya" wajahku semakin memerah, saat menyadari maksud ucapannya, ini sih kayak banteng dikasih kain merah.
"K..k..kau tidak akan mengambilnya 'disana' kan?" tanyaku gugup.
"Apa kau akan mengizinku?" sebuah seringai mesum tercetak jelas di bibirnya.
"K...k..kau, menjauh dari dadaku" aku menyilangkan tanganku di depan dada, mencoba melindungi 2 aset berharga yang ada disana. Maksudku hp dan... Tidak perlu ku jelaskan.
"Baby, sekarang dengan senang hati aku akan mengambilnya sendiri, jadi kau tidak perlu repot untuk memberikannya padaku" sial, kalau saja aku sudah menghapus pesan yang aku terima, pasti aku akan memberikannya dari tadi, dan tidak perlu berada dalam kondisi sulit seperti ini. Aku semakin mundur saat menyadari Aiden yang semakin mendekat. Sepertinya hari ini aku memang benar-benar sial, aku sudah tersudut, kecuali kalau aku memang mau lompat dari balkon.
"Sekarang, bagaimana?" Aiden sudah menarik pinggangku, seringaian juga tak pernah hilang dari wajahnya. Tamat sudah....
******