home

50.3K 4.3K 60
                                    

"Ella, kenapa diam saja?" tanya ibu saat aku hanya diam selama makan malam.

"Eh, itu, apa tadi Ai...maksudku Mr. Malcolm kesini?" tanyaku menatap ayah dan ibu yang terlihat bingung. Hampir saja aku kelepasan menyebut namanya.

"Mr. Malcolm? Maksudmu bos ayah? Buat apa dia kesini?" ucap ayah bingung. Jadi, dia kesini bukan untuk bertemu ayah? Terus, kenapa dia ada di kamarku? Bagaimana caranya masuk?

"Bengong lagi" sebuah sentilan mendarat mulus di dahiku, membuatku mengerucutkan bibir menatap ibu. Ibu... Anakmu ini sedang gundah gulana tiada tara, mengertilah!

Aku masih terus memikirkan keanehan-keanehan yang terjadi hari ini, bahkan aku jadi tidak bisa tidur karena otakku yang berputar terlalu keras.

Aku memandang kastil yang menjadi objek kekagumanku selama beberapa hari ini. Entah kenapa aku sangat senang memandangnya. Entah aku yang berfikir terlalu keras atau memang pendengaran ku yang kurang tajam, karena tiba-tiba Aiden sudah melompat ke balkon kamarku. Memang ada sebuah pohon dekat kamarku namun aku tak menyangka kalau dia sampai nekat lewat situ.

"Kau disini?" tanyaku. Aku tak tahu lagi mau bicara apa. Kehadirannya sudah cukup membuat tubuhku panas dingin. Aku takut karena dia adalah orang asing, aku tak tahu bagaimana sifatnya, namun anehnya aku merasa aman didekatnya, hatiku yakin bahwa dia tidak akan menyakitiku, justru dialah pelindungku. Aku bingung mau mendengarkan hati atau akal sehat ku.

"Jangan berfikir terlalu keras" ucapnya, membuatku menatap wajahnya yang ternyata begitu dekat denganku. Karena kaget, aku reflek mundur menjauhkan wajah kami. Dia terlihat tidak suka dengan apa yang aku lakukan, terbukti dengan tangannya yang langsung terulur memeluk pinggangku, membuat tidak ada jarak sama sekali diantara kami.

Aku tidak bisa mencegah rona merah yang menghiasi wajahku
"Ss...sir" aku tergagap saat melihat wajahnya yang begitu dekat.

"Sepertinya aku harus mengajarimu untuk mengucapkan namaku dengan benar" ucapnya sembari terus menatapku dengan intens. Aku bergerak dengan gelisah di pelukannya, tak berani menatap mata biru itu. Aku berusaha melepaskan tangannya di pinggangku, ini gila! Dia orang asing tapi hatiku berdetak cepat untuknya.

"Kau harus tidur, ini sudah terlalu larut" ucapnya tiba-tiba, tanpa menunggu jawaban ku, dia mengangkat tubuhku bridal style. Aku memekik saat merasakan tangannya menarikku semakin dalam ke pelukannya.

Aku bingung saat dia tidak pergi dan malah tidur di sampingku, memeluk tubuhku erat.

"Pulanglah" ucapku. Sebuah geraman terdengar di telingaku membuatku menatapnya yang terlihat marah.

"Sleep" ucapnya dengan nada memerintah. Bukannya tidur aku malah membuka mataku lebar, bagaimana bisa aku tidur kalau dia tidak pergi. Aiden menghembuskan nafasnya keras.

"Jangan menungguku untuk pergi, karena itu tidak akan terjadi" jadi aku harus tetap seperti ini? Aku mencoba untuk melepaskan tangannya yang memeluk pinggangku, namun semakin aku berusaha, semakin dia mengeratkan pelukannya.

Nafasnya yang teratur membuatku tahu bahwa dia sudah tidur, aku ingat ini pernah terjadi, jadi dia laki-laki penyusup itu?

Aku memaksakan mataku untuk terpejam, percuma menunggunya pergi, lagipula tangannya mengunci semua pergerakanku.

Saat aku sudah mulai terlelap, sebuah kecupan mendarat di dahiku. Disertai dengan kata yang aku yakin akan selalu terngiang dalam kepalaku.

"Mine"

******

Saat bangun aku sudah tidak menemukan Aiden dikamarku, hanya ada sebuah kertas di meja samping tempat tidurku yang berisi tulisan tangannya.

Aku pergi dulu, aku akan kembali lagi nanti.

Kembali lagi? Semoga saja tidak jadi. Aku harus menata hati dan pikiranku dulu sebelum bertemu dengannya. Dia seperti virus yang membuat otakku error.

Aku segera mandi dan menyelesaikan rutinitas pagiku sebelum Anna menjemput ku.

"Ella, sudah ditunggu Anna didepan" ucap ibu memberitahuku.

"Iya" aku segera bergegas keluar rumah, setelah mencium pipi ayah dan ibuku.

"Hai, An" sapaku sambil memasuki mobilnya.

"Hai, ceria banget yang tadi malam dapat kunjungan" aku membulatkan mata menatap Anna. Darimana dia tahu?

"Kau sadarkan kalau kita bertetangga, dan aku bisa melihat balkon kamarmu dari rumahku" sial. Anna Menaik turunkan alisnya menggodaku.

"Jangan katakan pada siapapun" ucapku memperingatkannya. Anna hanya tersenyum dan melajukan mobilnya. Aku bersyukur Anna tidak membahas tentang Aiden lagi selama perjalanan. Karena aku tak tahu apa yang harus aku katakan. Memangnya aku harus bicara apa? Bahwa bos ayahku punya sedikit obsesi terhadapku dan selalu mengunjungi ku? Uh itu memalukan.

"Sudah sampai" aku melihat sekelilingku dan benar saja kita sudah sampai.

Begitu aku turun sudah banyak mata yang memandangku, ada apa ini? Aku melihat Anna yang ternyata sudah berada di sampingku.

Sebuah geraman membuatku mencari sumber suara itu. Terlihat alpha Ken yang menatap mereka semua dengan tajam, membuat orang-orang yang tadi melihatku segera mengalihkan pandangannya atau malah pergi dengan terburu-buru. Sepertinya aku harus menghadapi keanehan lain hari ini.

"Ayo" Anna menggandeng tanganku menuju ke kelas.

Diluar prediksi ku ternyata hari ini menjadi hari yang cukup normal. Tidak ada pertengkaran, tidak ada tatapan-tatapan aneh dan yang terpenting tidak ada seorang laki-laki pun yang mendekatiku, termasuk alpha Ken, meskipun aku masih bisa merasakan tatapannya dari jauh. Aku tidak tahu apa tujuannya mengawasiku seperti itu, namun aku juga masih belum berani untuk berhadapan langsung dengannya.

"Kenapa mukanya bahagia gitu?" tanya Anna saat di perjalanan pulang.

"Iyalah, akhirnya tidak ada keanehan dalam hidupku" jawabku sambil tersenyum.

"Kadang kau harus terbiasa dengan keanehan itu, apalagi jika hal itu akan jadi bagian dalam hidupmu" ucapnya misterius. Aku menaikkan alisku bingung dengan maksudnya.

"Maksudnya?" Anna hanya tersenyum menanggapi pertanyaanku.

"Sudah sampai, Queen" aku tertawa mendengar panggilannya itu. Queen, really?

"Kau tidak mau mampir?" tawarku.

"Nope, bye"

"Bye, terimakasih" Anna tersenyum dan melajukan mobilnya.

Aku memasuki rumah dengan senyum yang masih tercetak di bibirku. Namun saat melihat ibu dan ayah yang sangat sibuk ekspresiku langsung berubah menjadi heran.

"Ada apa ini?" tanyaku melihat ruang makan yang sudah tertata rapi.

"Oh, hai sayang sudah pulang?" tanya ibuku yang baru menyadari keberadaanku.

"Iya baru aja, ini mau ada apa sih?" tanyaku sekali lagi.

"Bos ayah mau makan malam disini" jawab ayahku.

"Apa?!" aku begitu terkejut sehingga aku berteriak.

"Aduh, jangan teriak gitu, sekarang kamu cepat mandi" perintah ibu.

Aku menapaki tangga dengan gontai. Sial, aku harus bertemu dengan orang itu lagi.

Setelah selesai mandi, aku segera berpakaian dan turun ke bawah.
"Ella, tolong buka pintunya, ibu masih sibuk" why me?

Saat membuka pintu, aku langsung disambut oleh wajah tampan Aiden, tak lupa dengan sebuah seringaian yang menghiasi wajahnya. Sepertinya dia sudah tahu kalau aku yang membuka pintu.

"Hai, baby, aku pulang" aku bingung mendengar kata-katanya.

"Pulang?" aku menyuarakan kebingungan ku.

"Yup, pulang adalah saat kita kembali ke rumah, dan rumahku adalah..." dia menggantungkan kalimatnya, mendekatkan wajahnya di samping telingaku.

"Dirimu" bisiknya.

His QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang