Third Pov
Ella meraih tangan Aiden, meremasnya pelan, bagaimanapun ia tak ingin Aiden kehilangan kendali dan melukai ayahnya. Genggaman tangan Ella cukup membantu mengurangi rasa marah yang Aiden rasakan.
"Aku pikir kalian butuh bicara, biarkan aku bersama ibu dan Anna dulu" ucap Ella berusaha menengahi kedua pria terpenting dalam hidupnya itu. Ayahnya menatap Ella cukup lama, seolah ingin berkomunikasi dengan putrinya lewat tatapan matanya.
"Baiklah, bisakah Anda ikut saya?" tanya Aiden memutuskan bahwa ia harus menyelesaikan ini dengan kepala dingin, meskipun dia kesal dengan keputusan ayah Ella namun dia juga sadar bahwa laki-laki dihadapannya ini merupakan laki-laki yang sudah membesarkan dan menjaga matenya. Aiden keluar dari ruangan setelah mengecup kening Ella dan berjanji akan segera kembali.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Anna dengan sedikit canggung, percakapan terakhir mereka tidak terlalu baik sehingga membuat Anna ragu kalau Ella masih menganggapnya sahabat.
"Baik, dan terimakasih atas saranmu waktu itu" ucap Ella, Ella akui bahwa dirinya bisa sangat keras kepala dengan apa yang di percayainya dan mempunyai sahabat seperti Anna yang tidak ragu untuk mengatakan pendapatnya merupakan hal yang sangat disyukurinya.
"Aku mau minta maaf dengan kata-kata kasarku waktu itu"
"Hey, ada apa dengan kalian, kenapa saling meminta maaf seperti ini?"
"Tidak ada apa-apa" jawab Ella dengan cepat, tentu saja ibunya sama sekali tak percaya dengan ucapan Ella, apalagi melihat Anna yang cukup canggung berada di dekat Ella. Ibu Ella hanya menghembuskan nafasnya kasar, mereka berdua masih terdiam tidak seperti biasanya yang selalu ramai oleh guyonan.
"Ehm, sepertinya ibu harus ke kamar mandi" Ella tahu ibunya hanya ingin memberikan waktu untuk Anna dan dirinya bukannya memang berniat untuk pergi ke kamar mandi.
"Aku justru berterimakasih padamu karena sudah mengingatkanku" ucap Ella begitu ibunya sudah keluar.
"Tidak sepantasnya saya berbicara sekasar itu, Luna"
"Kau mau jadi temanku atau pengawalku?" Anna cukup terkejut ditanya seperti itu, namun ia segera tersenyum dan menguasai dirinya.
"Saya ingin menjadi sahabat yang selalu melindungi anda, Luna" Ella tiba-tiba tertawa membuat Anna mengerutkan keningnya tak mengerti.
"Kau sama sekali tidak cocok menggunakan bahasa formal seperti itu" Anna tersenyum, ia merasa beruntung mempunyai seorang Luna seperti Ella. Dia tidak bisa membayangkan kalau lunanya merupakan seorang yang pemarah, bisa dipastikan Anna sudah berada di penjara bawah tanah sekarang.
Aiden datang dengan wajah cerah, sepertinya ia dan ayahnya sudah mendapat jalan keluar yang memuaskan. Namun saat melihat ayahnya yang terlihat tidak puas, Ella jadi meragukan kesimpulannya tadi.
"Mulai sekarang kau tidak bisa pergi jauh dariku, Love" ucap Aiden dengan nada bahagianya. Ella melihat ayahnya yang mendengus.
"Aiden jangan bilang kau mengancam ayahku" Aiden berpura-pura tak mengerti dengan apa yang diucapkan matenya. Ia menatap Ella dengan pandangan polosnya.
"Ayah, apa dia mengancammu?" ayah Ella tiba-tiba tersenyum licik, Aiden yang menyadari arti senyum itu segera memberikan tatapan peringatan kepada ayah Ella.
"Iya, apa kau tahu dia bilang dia akan menculikmu dan tidak akan mengembalikan mu pada kami kalau aku memaksamu untuk pulang" Ella melirik Aiden yang sudah tidak memasang wajah sok polosnya.
"Aiden, kau tahu aku masih milik orang tuaku kan? Dan ayah benar, aku harus pulang, aku punya rumah"
"Baiklah kita menikah" ucap Aiden tanpa beban memotong ucapan Ella. Anna sama sekali tak heran dengan tindakan alpha nya. Bagi seorang werewolf mate adalah hal terpenting, dan ia akan melakukan apa saja agar bisa dekat dengan matenya. Seorang werewolf biasa saja sudah begitu posesif apalagi seorang alpha yang bisa berkali-kali lipat lebih posesif, jadi kalian bisa bayangkan sendiri betapa posesifnya alpha Aiden.