Third Pov
"Luke" panggilan lemah itu membuat Luke berhenti di tempatnya. Matanya menatap matenya yang baru saja sadar. Dengan langkah lebar Luke mendekati matenya.
"Mate" ucap Luke sebelum memeluk Ella dengan erat. Dokter yang melihat kejadian itu hanya bisa menghembuskan nafas lega, selamat sudah nyawanya. Ia segera pergi dari
"Aku baik-baik saja" ucap Ella menenangkan matenya, ia bisa merasakan kekhawatiran dan ketakutan matenya.
"I love u" tubuh Luke menegang di pelukan Ella, ia menatap manik mata matenya, mencari kesungguhan di dalam sana. Dan saat dia tak melihat keraguan sama sekali, sebuah senyum hadir di bibirnya.
"Mine" balas Luke, mengecup bibir Ella, jawaban itu bukanlah jawaban yang diharapkan Ella, ia sedikit kecewa karena Luke tak membalas pernyataan cintanya. Luke terdiam saat menyadari bahwa matenya sama sekali tak membalas ciumannya.
'Dasar serigala bodoh, kau membuatnya kecewa' ucapan Aiden di kepalanya membuat Luke menggeram.
'Aku tidak melakukan apapun, manusia bodoh' Ella yang merasakan kemarahan Luke, mengernyit bingung. 'Apakah Luke marah karena dia mengucapkan cintanya?' tanyanya dalam hati.
'Lihatlah wajah mate kita, serigala bodoh, kau membuatnya sedih, biarkan aku menguasai tubuhku lagi' Luke menyadari sinar mata Ella yang meredup, dengan berat hati dia membiarkan Aiden kembali menguasai tubuhnya, ia berharap Aiden bisa mengatasi masalah ini karena dia tak mengerti kenapa matenya bisa sedih, padahal dia sudah membalas pernyataan cintanya.
"I love u more" Ella tersentak melihat perubahan suara Luke yang lebih lembut, namun akhirnya ia menyadari bahwa sekarang yang ada dihadapannya bukanlah Luke melainkan Aiden.
"Abaikan serigala bodoh itu, dia tak tahu apa itu kata cinta" 'jadi Luke tidak mencintaiku?' pikir ella.
"Oh, bukan itu maksudku, maksudku serigala bodoh itu hanya tau kau miliknya dan menurutnya itu sama saja dengan kata cinta" Ella mengangguk, ia mengerti bagaimanapun Luke merupakan manusia serigala yang pasti juga mempunyai pemikiran berbeda dengan manusia biasa, sepertinya.
"Jangan katakan dia bodoh, Aiden" ucap Ella memperingatkan, sebenarnya dia juga merasa terhibur dengan tingkah Aiden yang seperti ini, namun ia juga harus memberikan pelajaran kepada Aiden untuk tidak mengolok dirinya sendiri.
"Hey, kenapa kau membelanya?" protes Aiden tidak terima.
"Aku membela mateku apa yang salah?" balas Ella.
" aku juga matemu" Rajuk Aiden seperti anak kecil.
"Aku tidak peduli padamu" ucapan Ella membuat Aiden menggeram karena marah. Meskipun Aiden tahu Ella hanya bercanda dengan kata-katanya tetap saja hal itu cukup menyakiti dirinya. Ia tahu Luke dan dirinya ada dalam satu tubuh tapi bagaimana kalau Ella lebih memilih Luke?
"Hey, aku hanya bercanda" Ella mengelus kerutan di dahi Aiden. Menenangkan Aiden yang ternyata cukup sensitif untuk hal seperti ini.
"Aku takut kehilanganmu" Ella tersenyum, inilah yang dia tidak mengerti dulu, seorang mate bagi bangsa werewolf merupakan hal yang sangat berharga dan sakral, Ella dulu berpikir bahwa mate sama seperti seorang kekasih yang bisa kau putuskan, namun kini ia sadar, mate lebih dari itu, kau tak bisa memutuskannya begitu saja. Ada ikatan yang istimewa diantara kedua pasangan, takdir, kesetiaan, pengorbanan, rasa cinta yang bahkan Ella sendiri tak tahu sampai batas mana. Dia tahu rasa cintanya tak sebesar Aiden atau Luke, dia hanya manusia yang akan mencintai sampai batas wajar, dia bukan werewolf yang bisa mati atau gila karena ditinggal pasangannya.
"Itulah kenapa aku takut kehilanganmu" Ella tersadar bahwa Aiden telah membaca pikirannya.
"Ikatan kita tak sekuat pasangan werewolf, kau bisa meninggalkanku kapan saja" ucap Aiden sendu.
"Apa yang akan terjadi padaku, jika aku pergi darimu?" Aiden jelas tak suka dengan pemikiran itu, bahwa matenya akan meninggalkan dirinya, namun ia juga harus memberi pengertian kepada Ella mengenai bangsa werewolf.
"Kau akan merindukanku pastinya tapi tidak sampai pada tahap gila, aku hanya menandaimu, efeknya tak sekuat saat kau sudah pada tahap mating, saat kau sudah mencapai tahap mating, kau akan merasakan apa yang kurasakan, kau benar-benar akan terikat padaku" Ella sedikit takut membayangkan dirinya yang akan begitu terikat oleh seseorang, semakin kau mencintai seseorang, semakin mudah kau akan tersakiti olehnya, itulah kata-kata yang selalu Ella pegang, ia takut mencintai karena ia takut terluka, cinta dan luka merupakan satu paket yang tak bisa terpisahkan.
Ella memijit kepalanya yang terasa pusing.
"Jangan berpikir terlalu keras" ucap Aiden memperingatkan Ella."Maaf, alpha saya mau memeriksa keadaan luna" terlihat seorang dokter wanita yang baru saja masuk. Aiden tetap berdiri di samping Ella, tapi ia juga tak melarang saat dokter itu mulai mengecek kondisi tubuh Ella.
"Bagaimana?" tanya Aiden tak sabar. Dokter itu tersenyum, ia maklum dengan sikap alphanya.
"Semuanya baik, saya akan memberikan pain killer untuk meredakan rasa sakit yang mungkin Luna rasakan" Aiden hanya mengangguk, ia hanya ingin membawa matenya kembali ke rumah dan memeluknya sepanjang hari, ia pastikan, Ella tak akan bisa lepas dari pengawasannya.
"Aku tidak suka dengan rencana yang ada di kepalamu itu" Aiden tidak mempedulikan nada sarkatis Ella. Ia akan melakukannya dengan atau tanpa persetujuan Ella. Dokter yang melihat interaksi alpha dan lunanya pun tersenyum, ia ikut bahagia melihat mereka bahagia.
Suara pintu yang dibuka dengan keras membuat mereka bertiga menoleh, melihat Anna dan orang tua Ella yang baru saja datang.
"Ella, kau tak apa-apa?" tanya Anna. Kedua orang tua Ella pun segera menghampiri Putri mereka.
"Kau tak apa-apa, sayang?" Ella menggeleng menjawab pertanyaan ibunya. Ayah Ella tak bertanya apapun, ia menatap Aiden dengan tegas.
"Maaf, saya harus mengambil anak saya kembali" ucap ayah Ella, membuat Aiden terkejut. Ia paham apa maksud ucapan itu. Sebuah geraman keluar dari mulutnya, memperingatkan ayah Ella untuk tidak bermain-main dengannya. Namun, saat sisi protektif seorang ayah muncul, kau tahu tidak ada yang bisa menghalanginya.
"Kita pulang, Ella"
*******
Yey, nggk molor lagi updatenya.....