Aku menelan ludah ku kasar saat melihat matanya yang berubah hitam. Wait... Berubah? Bagaimana bisa?
"S...sir" aku ingin menjauhkan tubuhku darinya, namun hal itu tidak mungkin terjadi kecuali aku bisa menembus tembok yang ada di belakangku ini.
Aku berusaha untuk tidak melihat matanya yang terasa menusuk kulit wajahku.
"Lihat aku" ucapnya memerintah, suaranya bahkan lebih dalam dan serak dari biasanya, dia seperti menahan sesuatu dalam dirinya.Dengan perlahan aku mengangkat wajahku, melihat rahangnya yang mengeras dan matanya yang masih segelap malam.
"Jangan menyuruhku untuk pergi, karena itu tidak akan pernah terjadi, meskipun.kau.memohon.padaku" ucapnya penuh penekanan dan arogansi. Mataku terbelalak, terkejut dengan kata-katanya, perasaan bingung, marah dan tidak percaya bercampur menjadi satu, namun ada satu perasaan yang tidak seharusnya aku rasakan saat ini yaitu... senang. Sepertinya hati dan otakku benar-benar konslet saat ini, kenapa aku bahagia mendengar ucapannya itu? Astaga, El! dia tidak akan melepaskanmu, dan kau malah bahagia?
"Kenapa?" tanyaku bingung. Ini semua membingungkan, di satu saat dia tidak mengakui ku tapi disaat yang lain, dia selalu mengklaim bahwa aku miliknya.
"Karena kau milikku" jawabnya singkat tapi penuh dengan nada kepemilikan, seolah itu akan menjelaskan semuanya. Rasa marah kini menguasai diriku, dia pikir aku apa?
"Maaf, tuan tapi saya bukan barang yang bisa dimiliki. Saya tahu Anda tipikal alpha male yang selalu mendapatkan segalanya, tapi saya pastikan, Anda tidak akan pernah memiliki saya" ucapku penuh kemarahan, demi Tuhan, aku bukan mainan, dan dia selalu membuatku seperti itu.
Kemarahan di matanya semakin terlihat, namun aku tidak bisa takut dan mundur sekarang, cukup sudah dia mempermainkan perasaanku.
"Mine!" aku hanya bisa memejamkan mataku saat sebuah pukulan mendarat di dinding sebelah ku, tubuhku bergetar karena takut, apa yang dilakukannya? Apa dia akan memukulku?. Aku memekik saat tubuhku terasa diangkat dan saat aku membuka mata, aku sudah berada di tangan Aiden, dia menggendong ku dan.... Melompat? Oh, God!
Aku berteriak dan memukul-mukul dadanya saat aku sadar dia membawa pergi dari rumahku. Pergerakannya sangat cepat, sampai aku tidak bisa melihat dengan jelas jalanan yang kulewati. Air mataku terus mengalir, ketakutan sangat mendominasi dalam diriku. Meskipun juga terselip kebingungan disana, siapa sebenarnya Aiden?
Aku terus menangis sampai aku tak sadar bahwa kini aku sudah tidak lagi berada di pelukan aiden.
"Sshh... Mate" aku membuka mataku yang berat karena efek menangis. Didepanku ada Aiden tapi entah mengapa disaat bersamaan aku merasa dia bukan Aiden. Aku menjauhkan tubuhku darinya dan saat itu aku baru sadar bahwa sadar bahwa aku berada di tempat tidur.
"Mate.mine, don't go" kata-kata Aiden yang aneh, membuatku mendongak menatapnya. Namun saat itu pulalah, aku kembali berada dalam pelukannya.
"Mate, jangan menangis" aku hanya bisa menatap orang aneh didepanku ini dengan heran. Apa dia bipolar? Atau berkepribadian ganda?
"Ehm... Siapa kau?" astaga... Aku tidak percaya aku akan menanyakan pertanyaan bodoh itu, rupanya benar kalau wanita itu lebih menggunakan perasaan daripada logika, karena perasaanku sekarang mengatakan kalau dia bukan Aiden, meskipun wajah dan tubuhnya sama. Apa itu masuk akal?
"Luke, mate" aku tidak menyangka dia akan menjawab, aku pikir dia akan menertawakan ku. Dia sedang mempermainkanku atau memang punya kepribadian ganda?
Perpaduan rasa takut, bingung dan marah sepertinya tidak terlalu bagus karena aku bingung harus berkata dan berbuat apa.
"Ehm... Aiden, Luke, entah siapa namamu, bisakah kau melepaskanku?" sebuah geraman menakutkan lagi-lagi keluar dari mulutnya, membuatku rasa takutku kembali.
"No, mate. Mine" lagi-lagi aku dibuat bingung oleh ucapannya yang terbatas itu. Astaga... Apa yang terjadi dengannya?
Ketukan di pintu membuatku menoleh ke arah pintu besar yang ada di ruangan ini. Aku baru menyadari kalau kamar ini begitu luas dan mewah.
"King"
"Alpha" suara ketukan di pintu makin keras disertai dengan suara 2 orang yang saling bersahutan memanggil pemilik kamar. Tunggu... King? Alpha?Belum sempat aku meneruskan pikiranku yang menggangu itu, sebuah geraman terdengar dari orang yang memelukku. Dia mengingatkanku pada serigala, dengan geramannya itu.
"Protect, mate" Aiden mendorong tubuhku sehingga aku berada dibawahnya. WTH?!
"Alpha, tolong lepas..." belum orang itu menyelesaikan perkataannya, Aiden sudah meraih leher laki-laki yang berbicara itu. Kejadian itu sangat cepat sampai aku tidak tahu kapan Aiden bergerak.
"King" aku mendengar suara wanita yang terdengar panik. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan saat ini.
Tangan Aiden yang berada dileher laki-laki itu sudah dipenuhi oleh bulu. Dan saat aku melihat ke wajah Aiden, terlihat gigi taring yang jelas bukan milik manusia biasa. Monster, hanya itu yang bisa aku pikirkan.
"Luna, tolong" diantara sedikit kesadaranku yang masih tersisa, aku bisa mendengar suara memohon dari seorang wanita. Dengan badan yang masih bergetar, aku menoleh ke arah suara itu, wajahnya sudah dipenuhi air mata.
"Aiden" panggil ku lirih, namun tak ada respon apapun darinya selain sebuah geraman yang keluar dari mulutnya.
"Luke, lepaskan dia" kali ini tatapan Luke/Aiden beralih padaku, menatapku dengan mata hitam itu.
"Lepaskan dia" ucapku lembut, hal itu sangat berkebalikan dengan hatiku yang berdetak sangat kencang, tapi aku mencoba untuk mengendalikan rasa panikku. Perasaan itu tidak akan membantuku dalam keadaan seperti ini.
Luke menjatuhkan laki-laki itu begitu saja, bulu dan taring yang aku lihat tadi perlahan menghilang, dia segera menuju ke arahku dan memelukku erat. Seolah aku adalah satu-satunya orang yang dibutuhkan di dunia ini, seolah aku bisa menghilang begitu saja kalau dia melepaskan sedikit saja.
"Terimakasih, Luna, tolong jaga diri Anda, maaf saya tidak bisa melindungi Anda" wanita yang meminta tolong padaku tadi membantu laki-laki yang baru saja lepas dari cengkraman Aiden untuk berdiri, mereka berdua segera pergi, meninggalkan Luke yang masih terus menggeram pada mereka berdua.
"Mine" Luke menelusupkan kepalanya di leherku. Sementara aku hanya bisa terdiam kaku, memandang bulan purnama yang terlihat dari kaca jendela. Apa tidak ada yang bisa menyelamatkanku dari Monster ini?