"Lihat dirimu, sebelum kau menilai orang lain, evaluasi tindakanmu, sebelum kau mengevaluasi tindakan orang lain"
******
Aku memandang dunia luar dengan tatapan kosong. Otakku sudah tak mampu lagi untuk berfikir, aku berada dititik dimana aku mendekati depresi.
'Cklek' aku bisa mendengar pintu yang baru saja terbuka di belakang ku, entah siapa yang masuk, aku pun tak peduli meskipun untuk sekedar melihatnya. Bagiku itu tak penting, semua orang sudah menjadi 'kawan' Monster itu, tak ada orang yang bisa membantuku.
"Luna" kali ini aku tidak bisa mencegah diriku untuk berbalik, menghadap suara yang begitu familiar di telingaku. Aku hanya diam, saat melihatnya mendekatiku dengan senyum kasihan di wajahnya.
"Aku tahu ini berat bagimu..." aku mendengus saat mendengar kata-katanya yang seolah tahu apa yang kurasakan.
"Kau tidak tahu apa-apa, Anna" aku tidak bisa menyembunyikan kepahitan dalam suaraku.
"Dia mencintaimu, tolong lihatlah itu dengan mata dan hatimu, bukan dengan kebencianmu saat ini" tak menghiraukan ucapannya, aku justru menatap Anna dengan tajam, bukankah dia seharusnya membantuku?
"Hilangkan kebencianmu itu Ella, sebentar saja, dan kau akan melihat cintanya untukmu" aku memutar tubuhku, kembali menatap dunia luar dari balik jendela kaca, 'bahkan kacapun menjadi penghalang ku menuju kebebasan' pikirku pahit.
"Cinta? Cinta tidak pernah memaksa dan menyakiti seperti ini" ucapku lirih, bahkan senyum pahitpun tak bisa hilang dari bibirku.
"Ternyata kau benar-benar keras kepala, pantas saja alpha melakukan ini semua, dengan mudah kau menilai tindakan orang lain, tapi tindakanmu sendiri, apa kau pernah memikirkannya? Apa aku perlu memberitahu kesalahanmu?" aku hanya terdiam, pertanyaan itu berputar dikepalaku. Anna juga tidak berbicara lagi, tapi aku tahu dia masih disini, menemaniku yang masih memikirkan ucapannya.
"Kesalahanmu adalah kau meninggalkannya tanpa memberinya kesempatan, kau hanya melihat semua dari sudut pandangmu"
"Beri dia kesempatan.... Luna" ucapnya setelah beberapa saat dalam keheningan, aku masih diam, bahkan saat aku mendengar langkah kakinya yang menjauh.
Aku sendiri lagi, kali ini dengan semakin banyak pikiran di kepalaku. Apakah benar aku yang salah disini? Aku akui aku yang mengucapkan 'selamat tinggal' padanya, tapi bukan berarti dia harus memaksaku 'kembali' dengan cara seperti ini kan? Dia juga salah! Bukan aku saja!
Dengan hati yang kesal aku berbaring di tempat tidurku, ah, bukan, lebih tepatnya tempat tidur yang disiapkan untukku. Aku memaksakan mataku untuk terpejam, kepalaku terasa pusing memikirkan ini semua. Seharian kerjaanku hanya tidur, makan dan merenungi nasibku, aku tidak melihat Aiden dan Anna memasuki kamar ini lagi, hanya beberapa pelayan yang mengantarkan makanan dan setelah itu pergi begitu saja tanpa berbicara padaku, jadi begini rasanya jadi tahanan? Menyebalkan...
Aku sudah hampir tertidur saat aku mendengar suara pintu yang terbuka, tapi aku tidak membuka mataku, aku akan mengabaikan siapapun yang masuk, kecuali orang yang akan membantuku keluar dari sini, dan aku tahu kalau itu sama saja dengan bermimpi.
Tangannya menyentuh dahiku dengan lembut, membuatku nyaman dan semakin tenang, aku merindukan rasa aman ini, rasa yang selalu aku dapatkan ketika berada dalam pelukannya. Aku ingin melawan, namun disisi lain aku tak ingin tangannya berhenti menyentuhku.
"Selamat tidur, sayang" ucapnya dengan lembut, aku merasakan kasur yang sedikit bergerak karena tubuhnya yang berbaring di sampingku, apa yang dia lakukan? Aku membuka mataku dan langsung bertatapan dengannya yang juga sedang memandangku.
"Aku kira kau akan terus pura-pura tertidur" aku semakin geram dengan ucapannya yang terdengar nenyindirku. Hilang sudah niatku yang mau berbicara baik-baik padanya.
"Apa yang kau lakukan disini? Pergi sana!" bukannya membalas perkataanku atau pergi, Aiden justru tersenyum.
"Sebuah kemajuan, kau tidak melihatku dengan tatapan kebencian" kali ini aku benar-benar tidak bisa berkata apapun, aku hanya bisa diam dan menatapnya, entah apa yang aku cari di wajahnya tapi aku terus menelusuri wajah itu dengan mataku.
"I'm yours" aku tersentak saat wajahnya semakin dekat denganku, namun ucapannya mampu membuat tubuhku kaku, bahkan saat bibirnya sudah hampir menempel dengan bibirku, aku hanya diam, tak membalas ataupun melawannya. 'I'm yours' kata-kata itu masih berputar dikepalaku, sebuah kata yang sederhana, tapi aku tahu maknanya sangat dalam, itu berarti aku memilikinya, tubuh dan mungkin juga hatinya, tinggal bagaimana aku akan memperlakukannya, menjaga dan mencintainya, atau justru...menghancurkannya.
"Kenapa kau lakukan ini?" tanyaku padanya. Aku sendiri tak tahu kenapa aku menanyakannya, mungkin karena suasana begitu sunyi, dan aku ingin memecah kesunyian itu, atau aku memang ingin memahami dirinya, mencoba menekan ego dan harga diriku yang menuntutku untuk marah padanya.
"Lakukan apa? Menciummu?" tanyanya dengan jahil, meskipun aku tahu dia sedang menggodaku tetap saja wajahku langsung memerah ketika mengingatnya.
"Aku yakin kau mengerti jawabannya, tapi karena kau bertanya maka, aku akan menjawabnya" kedua tangannya menangkap wajahku, sehingga aku tak punya pilihan lain selain fokus pada wajahnya.
"Karena aku laki-laki egois, sayang, aku tahu, aku tidak sempurna, tapi aku menginginkan wanita sempurna sepertimu, dan aku harus memilikimu" ucapnya posesif. Tangannya pun semakin erat memelukku seolah mempertegas maksud ucapannya.
"Maaf aku sudah melukaimu" tatapannya beralih pada tanda yang ada di leherku.
"Kau menakutkan" ungkapku padanya.
"Aku tahu, maaf membuatmu takut" ucapnya singkat, hanya kata maaf tak ada pembelaan apapun darinya, tak ada kata 'tapi' atau alasan apapun yang terucap.
"Hanya itu? Tanpa penjelasan apapun?"
"Ya, karena aku memang bersalah, dan bantu aku untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama" aku menaikkan alisku, menunggunya untuk menjelaskan maksudnya.
"Jangan pergi dariku lagi, aku mencintaimu lunaku" ucapnya lembut.
"Kalau kau pergi, aku benar-benar akan mengikatmu dengan tubuhku, sehingga kau akan terus disisiku" tambah suara yang mirip suara Aiden tapi lebih dalam dan serak. Aku sudah tidak terkejut saat melihat warna mata Aiden yang berubah menggelap. Rupanya sang serigala pun ingin ikut berbicara, dan tentunya, tidak lembut sama sekali.
**********
Aduh... Ini cerita masih ada yg baca nggk ya?Kulo nyuwun ngapunten sanget.... Damel ingkang nunggu cerito niki.....
#abaikan
