Chapter 10 : Honestly

349 60 16
                                    

[Harry P.O.V]

"Bahkan mantan pacarku saja jauh lebih ganteng darimu." ucapnya yang membuatku membulatkan mataku.

Sudah kuduga, gadis ini pasti punya segudang mantan. But, honestly... apa mungkin ada lelaki yang lebih ganteng dari padaku di dunia ini? Ckck.

"Kau punya mantan?" Tanyaku memastikan.

Gadis ini menoleh kearahku. "Menurutmu?"

"Kuyakini mantan pacarmu itu sangat menyesal telah meninggalkan gadis cantik sepertimu." Ceracauku, yang entah mengapa lebih terdengar seperti memberinya belas kasihan.

"Nyatanya tidak. Ia bahkan berselingkuh dengan gadis yang jauh lebih cantik dariku."

Baru saja aku hendak menimpalinya, ia menundukkan kepalanya, membuat helaian demi helaian rambutnya jatuh menutupi wajahnya.

Kenapa ia menjadi bisu seketika? Apa aku baru saja melakukan kesalahan padanya? Apa pun kesalahanku, aku sungguh menyesal.

"Why? Apa kau sedang tak mood untuk bertengkar denganku?" Oh, aku tahu, ini pertanyaan yang sangat tak masuk akal.

Ia menengadahkan wajahnya, menatapku nanar. "Tidak. Hanya saja, aku masih mencintainya."

Mencintai siapa? Kukira gadis sinting ini tak punya perasaan. Dan kini aku merasa sangat penasaran terhadapnya.

Sedetik kemudian, ia langsung menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Kurasa ia terkejut akan ucapannya sendiri.

"Kau masih mencintai siapa?" Tanyaku, penuh penasaran.

"Tidak. Bisakah kita segera pulang? Bahkan dari tadi kita belum bergeser se-senti pun." Kekehnya hambar.

Tak ingin memperdalam rasa sakit—kupikir begitu—yang ia pendam, aku segera menghidupkan mobil dan menancap gas.

Kami bergeming. Hanya suara dari hembusan ac serta kinerja mobil yang terdengar. Aku tak bermaksud untuk membuka percakapan dengannya. Ia terlihat sedang merenung, dan sebaiknya aku tak ikut campur. Setidaknya, untuk saat ini.

Sesampainya di apartemen, kami segera turun dari mobil sesaat setelah aku memarkirkan mobilku. Dalam tiap langkahku, aku berkali-kali melirik gadis yang tengah berjalan berdampingan denganku.

Walaupun kami tak berbicara sepatah katapun dari tadi, sepertinya ia sudah merasa lebih baik.

Sebagai seorang manusia, aku amat penasaran tentang apa yang membuatnya terpuruk. Bilamana hal itu terjadi karena ulahku, tentu saja aku harus meminta maaf padanya, bukan begitu?

Sesampainya di depan kamar kami, aku memutuskan untuk memberanikan diriku menuangkan segala rasa penasaranku padanya.

"Ehm.." Sial, aku lupa nama gadis satu ini.

Beruntungnya, ia menoleh padaku. "Oh ya, terimakasih ya traktiran dan tumpangannya." ia tersenyum.

Melihatnya tersenyum membuatku lebih tenang. "No problem. Oh ya, bagaimana kalau kita mengobrol sebentar?"

"Mengapa tiba-tiba kau mengajakku mengobrol?" Tanyanya, membuatku berusaha keras berpikir.

Aku menggaruk tengkukku yang sama sekali tak gatal, memikirkan apa yang harus kukatakan. "Begini, aku terkadang tak bisa tidur."

"Kau insomnia?!" Tanyanya panik.

"Ehmm.. kurang lebih seperti itu." Ujarku, berbohong.

"Benarkah? Kasihan sekali. Dahulu aku pernah mengalaminya, dan itu luar biasa menyebalkan. Sebaiknya setiap sebelum tidur kau meminum susu. Itu baik untuk otakmu."

Night Changes™ // h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang