Chapter 19 : Am I Still In Love With Him?

340 55 2
                                    

[Short re-chapter]

"Nih, kukembalikan." ucapnya datar, membuat gadis batinku bersorak. Kukira ia akan menyita iPhone-ku juga.

Aku tersenyum lebar. "Thank's"

Pun, aku bangkit dari tempat dudukku semula dan beranjak kearahnya, hendak mengambil iPhone-ku yang masih ada pada genggaman Harry.

Akan tetapi, si jelek ini malah melempar iPhone-ku ke sembarang arah, membuatku sontak berusaha menyelamatkan iPhone-ku sebelum mendarat di lantai keramik nan keras. HELL, HARRY DAMN STYLES!

+++

Tapi apa daya, meski sudah berlari untuk meraihnya, iPhone-ku terbanting ke lantai hingga memantul berkali-kali. Aku tak lagi dapat bersuara. Hanya ada satu harapan di benakku saat ini, 'jangan sampai iPhone ini rusak atau aku takkan mendapat nomor teleponnya lagi.'.

Dengan hati-hati, aku meraih iPhone-ku yang tergeletak di lantai, lalu menekan tombol on-off perlahan.

"SIALAN KAU STYLES!" rutukku geram ketika iPhone yang kini ada di genggamanku tak lagi dapat menyala meski telah berulang kali aku mencoba menghidupkannya.

Lalu satu ide merasuki pikiranku. "Harry, milik mu iPhone juga, kan? Pinjam charger-nya!"

Harry hanya menyatukan alisnya, air mukanya menunjukkan sirat heran. Namun kemudian mulai memerogoh isi saku celananya, mendapati charger iPhone yang kuminta.

Dengan segera aku mencari stop kontak yang ada di ruangan tersebut, mencolokkannya lalu menyambungkan charger itu dengan iPhone-ku. Detik selanjutnya, iPhone-ku tetap saja belum menyala.

Oh, dasar Harry sang monyet-kecil-imut!

Aku mengerutukki dirinya sekaligus nasib burukku sambil terus menekan tombol on-off iPhone-ku, berharap suatu keajaiban datang pada saat seperti ini.

"Masih juga berusaha menghidupkannya? Kujamin iPhone-mu itu takkan menyala lagi. Percayalah padaku." ucapnya tanpa rasa berdosa.

Air mataku sudah sejak tadi terbendung pada pelupuk mataku. Dia benar-benar tak mengerti bahwa aku baru saja kehilangan suatu hal yang berharga. Pun, aku menoleh padanya dengan geram. "Kau tak tau seberapa berharganya iPhone ini untukku!"

Ia bangkit dari posisinya kembali kemudian bersandar pada bantal. "Kau bisa membelinya kembali, atau menservisnya. Mudah bukan?"

"Mau ku servis berapa kalipun iPhone ini takkan lagi menyimpan nomor Zayn!" tegasku jujur disertai amarah. Tanpa kusadari air mataku pun ikut tumpah.

"Aku bingung padamu. Apa hubunganmu dengan Zayn sekarang? Dia hanya mantan pacarmu yang—"

"Kau kira itu adalah hal yang mudah untuk melupakan orang yang adalah cinta pertamamu?!" potongku sebelum ia berhasil menyelesaikan ucapannya yang hanya akan membuat air mataku meluncur kian deras.

Tiba-tiba ekspresinya berubah menjadi terkejut. "Jadi kau masih mencintainya? Mencintai lelaki sinting yang baru saja mengirimu pesan dengan tuduhan-tuduhan sialan itu?! Tak mengerti lagi aku padamu, Amy!"

Aku mengusap air mataku kasar lalu mengambil iPhone-ku. "Hentikan ucapan sok tau mu! Kau tak tahu rasanya hingga kau berada di posisiku, Styles!"

Pun, aku melangkah keluar dari ruangan kesehatan ini dengan segera. Jujur saja, diriku sudah muak melihat wajahnya lagi. Persetan dengan gema teriakkannya dari dalam ruang kesehatan, memanggilku.

Aku melangkah tanpa arah, tanpa tujuan. Tak mungkin diriku balik ke kelas dengan keadaan seperti ini.

Taman? Hell no! First, ini bukanlah adegan seperti di film sinetron. Second, taman adalah tempat yang terlalu ramai untuk merenung. Lagi pula, aku bukanlah tontonan mereka.

Night Changes™ // h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang