Chapter 21 : Truant.

281 47 2
                                    


[Short re-chapter]

Aku menghela nafasku. Perasaanku serasa lebih tenang sekarang. Aku hanya menganggukkan kepalaku pada pelayan itu dan melirik Amy kembali.

Kulihat, ia kembali meraih iPhone-nya yang sudah tak berdaya dan berulang kali menekan tombol on-off. Oh Gosh, sampai kapanpun ia mencoba menghidupkannya, itu takkan berarti, karena iPhone itu sudah rusak.

Kemudian, gadis itu menyelundupkan wajahnya diantara genggaman tangannya. Bahunya bergerak naik turun. Well, dia mulai menangis lagi. Dasar gadis cengeng!

+++

Aku akhirnya melangkahkan kakiku, membawa diriku sendiri menuju tempat dimana ia duduk. Jujur saja, aku tak tahan melihatnya menangis tersedu-sedu seperti begitu hingga berulang kali. Bahkan aku benci mendapati air matanya kembali mengalir. Apalagi, ketika ia mengeluarkan air mata untuk lelaki sialan itu.

Kemudian, aku mendaratkan bokongku disebelahnya sambil mengelus halus rambut Amy, yang masih menangkup wajahnya sendiri. Aku mengelus rambutnya pelan, membiarkan segala rasa ibaku yang mengendalikanku sepenuhnya.

Ia langsung terkejut dan menengadahkan wajahnya dari posisi awalnya, kearahku. Aku hanya tersenyum kecut ketika ia melihatku dengan wajahnya yang penuh air mata.

Gadis dihadapanku menebaskan tanganku dari padanya, lalu menghapus air matanya dengan kasar. "K-kenapa kau disini?!" ucapnya dengan suara parau.

Kalimat tanyanya membuatku membeku seketika. "Karena.. ehm..," Aku menggaruk tengkukku yang sama sekali tak gatal. "..a-aku hanya..khawatir padamu." lanjutku terlalu jujur, lalu membuang pandangku ke arah lain. Entah sejak kapan aku menjadi malu-malu kucing seperti ini.

Amy menebas rangkulanku dengan kasar untuk kedua kalinya dan mendorong dirinya menjauh dariku. "Pergilah! Aku tak ingin melihat wajahmu, Harry! Tolong tinggalkan aku sendiri...setidaknya untuk saat ini."

"T-tapi, Amy... Huft—maafkan aku. Aku tau kau sedang kacau karenaku... tapi, kau perlu tau, aku tak tahan melihatmu menangis seperti ini terus." Aku bergeser mendekatinya kembali dan menghapus air matanya dengan ibu jariku.

"Ya, lalu mengapa kau tega membuatku menangis? Dasar ikal bodoh!" timpalnya. Air matanya kembali mengalir dengan derasnya.

Kejadian selanjutnya, membuatku terkejut penuh heran hingga tak dapat berkutik. Ia memelukku dan menangis di dadaku. Bukankah dia baru saja menyuruhku pergi? Lalu untuk apa ia memelukku, kalau begini aku tak bisa pergi, bukan?

Tangisannya benar-benar pecah di dadaku, membuat pakaianku seakan basah sehabis diterjang hujan. Aku pun menghela nafas lalu memeluknya dan mengelus rambut juga pundaknya bersamaan.

"Jangan menangis lagi, babe.." gumamku sembari mencium puncak kepalanya. Sejurus kemudian, dia langsung berhenti menangis dan menegakkan kembali wajahnya yang sudah berantakan itu. Dia menghadapku lalu menampar pipiku.

"Hell! What's wrong with you?!" tanyaku terkaget setengah berteriak kearahnya, keheranan.

Ia menamparku sekali lagi di tempat yang sama, membuatku harus menahan rasa perih di pipiku dua kali lipat lebih sakit. "Seenaknya saja kau memanggilku begitu! I'm not your babe, and you will never be!"

Aku hanya mengerutkan keningku, beribu pertanyaan rasanya ingin terlontar dari mulutku sekarang juga. Dasar gadis aneh! Sebelumnya aku merangkulnya, ia malah memarahiku, menebas rangkulanku dan menyuruhku pergi. Lalu dia menangis dan memelukku tanpa sebab. Dan sekarang dia menamparku dua kali ketika aku memenghiburnya! Apa-apaan gadis ini!

Night Changes™ // h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang