Chapter 40 : By Your Side

193 36 0
                                    

Hehe, hai.

[Short re-Chapter]

iPhone-ku kembali bergetar, kembali menerim pesan dari manusia yang kuyakini belum juga beranjak dari balkonku.

Harry Keriting:

Kau hanya punya dua pilihan; kau yang keluar, atau aku yang pecahkan kacamu? Aku baru saja mengambil palu dari kamarku.

+++

Huh? Lelucon macam apa itu? Meskipun diriku tahu memang ada yang salah dengan lelaki sinting itu, namun dia tak mungkin akan sesembrono itu hingga berani memecahkan kaca kamarku. Uh, semoga saja.

Aku menggelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri, mengusir seluruh pikiran buruk yang mungkin saja terjadi malam ini. Ketika kuhendak melangkahkan kakiku, kudengar suara dentuman yang cukup keras dari balkonku.

Dengan ragu, aku berjinjit kembali mendekati balkon, mengintip dari ujung gorden dengan sangat hati-hati. Walaupun aku belum yakin, hanya saja aku cukup ngeri jika ia benar-benar nekat memecahkan kaca balkonku. Bisa-bisa aku tak ounya kaca balkon selamanya—karena aku tak sanggup membeli gantinya.

Manik mataku bergerak ke sana kemari, tak menemukan apapun di balkonku. Aku menghembuskan nafasku lega. Baguslah, sepertinya lelaki ikal itu sudah balik ke kamarnya.

"Hei!" Tiba-tiba kepala seseorang menyembul dari balik tembok balkonku, membuatku bungkam dengan jantung terpacu.

Aku kembali menutup gorden secepat kilat. "Oh my. Tadi itu Harry, kan? Psikopat sekali dia!" gumamku pada diriku sendiri sembari mengerutuki nasibku.

"Ya, aku psikopat. Jadi sebaiknya kau keluar sebelum aku membunuhmu." bisiknya dengan nada yang sangat rendah.

Rasanya saat ini aku ingin berteriak sejadi-jadinya, tetapi pita suaraku bagai terputus untuk sekadar mengeluarkan suara. Bukan ingin berteriak karena ketakutan—Sejujurnya, aku sangat bersyukur ketika mendengar suaranya, bukan suara asing yang aku tak ingin dengar—tapi karena ucapannya yang terlalu tiba-tiba dan mengiang di gendang telingaku, bahkan sebelum aku bisa memutar otak. Ia memang berbisik, namun setiap patah katanya terdengar sangat jelas.

Aku mulai mengatur kembali deru nafasku, kemudian menyibakkan kembali gorden hingga dirinya terpampang jelas di hadapanku. "Katakan dahulu maksudmu hingga aku disuruh keluar seenaknya olehmu."

"Aku hanya ingin berbagi cerita denganmu. Lagipula, aku ingin tahu alasanmu di balik mimik mukamu yang terlihat terlalu cerah malam ini. Sebagai tetangga terdekat, tertampan, terbaik, aku harus mengetahuinya, bukan?"

Tak mau membuang banyak waktuku dengannya dengan basa-basinya yang tidak jelas—meskipun sesungguhnya aku menyukainya—, aku mengikuti permintaannya. Aku hanya mendengus pasrah. Yang terbesit dalam otakku adalah dengarkan saja ceracau mahluk ikal tersebut sehingga aku bisa tidur dengan tenang hingga pagi.

Aku membuka kunci balkon lalu menapakkan kaki kosongku pada lantai berubin batu. Harry berjalan mendekati pagar balkon dan menopang dagunya sambil mendongakkan kepalanya. Aku ikut mendongakkan kepalaku. Yang kulihat hanyalah langit gelap tanpa bintang yang sangat tidak menarik. Entahlah, mungkin lelaki ini sedang melamun.

Belum lama aku keluar dari kamar, hembusan angin telah berhasil membuatku merinding. Tiap tiupan angin bagaikan jarum yang menusuk hingga tulang-tulangku. "Harry, kita bicara di dalam saja, bagaimana?" tanyaku memberi saran.

"Kau kedinginan?" tanyanya balik tanpa mengalihkan padangannya dari pada langit malam.

Malas mendengar ejekkannya, aku memutuskan untuk membawa dan mengalungkan selimutku menutupi badanku kemudian kembali ke balkon, berdiri di samping Harry. Seketika itu juga Harry menoreh dan terbahak, "Kau nampak seperti cheese roll!"

Aku memutar kedua bola mataku. "Lalu? Lebih baik tampak bak cheese roll dibandung harus mati kedinginan."

Tawa Harry akhirnya mereda. Ia berbinar menatapku, "Kau tak menjawab pertanyaanku sebelumnya, jadi kupikir kau tak kedinginan. Padahal kalau kau kedinginan kita ke dalam saja."

"Kau yang mau di luar, tadi kutawari ke dalam tidak mau." balasku meliriknya mencoba bernada seketus mungkin. Dia terlihat menggemaskan jika sedang seperti ini.

Harry menatapku sembari tersenyum simpul, "Siapa yang bilang tidak mau? Hanya saja, kebiasaanku di London membuatku rindu untuk menatap langit malam."

"Ah, kere—Y, ya, terserah apa alasanmu. Intinya, kau yang salah." Aku memejamkan mataku, seolah tak peduli lagi dengan dirinya.

"Kau sudah mengantuk?" tanyanya lembut, entah sejak kapan nadanya berubah menjadi selembut ini.

Aku membuka mataku. "Sedikit." ucapku jujur.

"Kalau begitu, tidurlah saja. Aku baru ingat kau besok ada shift, maafkan aku menganggumu. He-he." ujarnya diiringi tawa renyah. "Aku balik deh ke kamarku, kau tidurlah."

Mendengar tawanya yang tak bersemangat membuatku mendongak, menatap manik matanya bergantian. "Jangan sok peduli, deh. Kau menakutiku,"

"Eh?" Ia mengerjapkan matanya.

Aku mencolek hidungnya yang bertulang tegas, "Biasanya kau sengaja membuatku kesal dengan banjiran senyum genitmu, tapi bahkan kini senyumanmu tak terlihat bersemangat."

Harry tak menjawab, ia malah membuang padangannya. Sepertinya suasana hatinya sedang tidak baik. Aku menepuk bahunya sambil menoleh ke arahnya dengan tersenyum, "Ya sudah, ayo kita saling bercerita, bagaimana?"

Ia akhirnya membiarkan wajahnya terekspos kembali di hadapanku. "Tapi kau berkata bahwa kau sudah mengantuk. Aku juga tak ingin kamu kelelahan, Amy.." Ia memajukan bibir bawahnya, membuatku gemas.

"Berhentilah memanyunkan bibirmu, kau membuatku ingin mencium—," ucapanku terpotong saat menyadari apa yang baru saja kukatakan. Dengan cepat, aku segera memalingkan wajahku yang mulai memanas setiap detiknya.

---

To be Continued...

Last Update : Sunday, July 9, 2017. 11.34 PM

Next Update : This midnight, maybe.

PS. Ku bingung ini cerita bagaimana. Kemarin ini aku baru sadar kalau aku salah alur.Sepertinya waktu itu aku buat sambil teler. Jadi, aku lagi mencoba membalikkan kembali ke alur awal atau mencari alternatif lainnya. Hehe..

Don't forget to leave votes and comments in every part!  See you then in the next chapter of Night Changes! Xx

-Janx

Night Changes™ // h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang