Chapter 25 : Zayn

268 49 8
                                    

        

A/n. Vote and comment before reading to appreciate author's work. Thank you and Enjoy the story!

[Short re-chapter]

"Kau ini jujur saja, sebenarnya kau ingin agar kau tak bercerita atau kau memanas-manasiku sehingga aku tak usah pergi meninggalkanmu?" ejekku yang membuat gadis bodoh tersebut memerah, sementara aku melenggang keluar dari kamarnya dengan telingaku yang seolah tersumpal.

'Ha, gadis itu benar-benar mencintaiku.' batinku penuh percaya diri. Sepertinya dia mulai menyesali berkata bahwa ia tak akan pernah menyukaiku.

Pesan hari ini: jangan seenaknya berkata, dari pada ujungnya tak bisa menarik kembali kata-kata tersebut. Ha-ha!

+++

Aku memerogoh saku celanaku, mendapatkan sebuah kunci yang tak asing lagi bagiku. Aku memasukkan kunciku ke lubang pintu kamar bertuliskan '1810', yang tak lain adalah kamarku.

Dengan gerakan secepat kilat, aku segera membersihkan tubuhku dan mengganti pakaianku dengan yang baru. Jujur saja, semua pakaian yang kubawa ke New York hanyalah kaos polos bernuansa hitam dan putih. Sayangnya, tak ada niat diriku untuk mencari pakaian baru.

Tak lama setelahnya, aku pun mencuci mukaku hingga terasa bersih dan menggosok gigiku. Sementara itu, aku menatap pantulan diriku sendiri di cermin hadapanku seraya menyisir rambutku yang sudah tumbuh lebih panjang dari biasanya. Aku kini hanya dapat mengagumi ciptaan Tuhan yang terlalu tampan ini.

"Hai, ganteng." ucapku memuji diriku sendiri, berpose bak model profesional. Tak jarang aku berganti-ganti pose dan raut wajahku.

Mungkin wajahku nan rupawan ini yang membawaku kerap kali digilai banyak gadis-gadis. Bahkan, berita baiknya, Amy akhirnya telah ikut bertekuk lutut kepada lelaki ter-ganteng sepanjang masa ini—bagaimanapun juga, bagiku itu adalah sebuah penghargaan.

Karena sepertinya lima menit sudah terlampaui sejak aku bercermin dan beradu imajinasi, aku langsung buru-buru beranjak kembali ke kamar gadis bodoh itu lagi. Maksudku, ya, sekadar untuk mendengar apa yang perlu kuketahui dari seorang Zayn—tak lebih.

Bukannya aku ingin bergosip tentang Zayn yang tidak-tidak—layaknya kebanyakan gadis-gadis di liar sana. Hanya saja, aku penasaran tentang Zayn yang begitu dingin dan Amy yang sepertinya masih mencintai Zayn hingga berkali-kali terlarut akan kepiluannya karena lelaki itu.

Mungkinkah Amy masih mencintai mantan pacarnya itu? Entahlah, aku belum mendengar jawabannya langsung keluar dari mulut gadis itu.

Namun, setahuku, Amy adalah gadis yang sangat galak, cantik, manis, gemas, dan menyebalkan diwaktu yang bersamaan. Sedikit tak mungkin ia bisa cocok dengan Zayn yang dingin dan tak bersahabat itu, walaupun sekiranya dia memang tampan.

Aku mengetuk pintu kamar yang diatas pintunya terdapat papan berukir '1809'. Tak perlu waktu lama, pintu dihadapanku segera terbuka, menampilkan seorang gadis berambut brunette dengan pakaian serba putih, menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ada urusan apa kau kesini lagi, Styles?" ucapnya galak, lebih seperti menginterogasi.

Aku tertawa kecil, meringankan suasana yang dibuatnya mencekam. "Bukankah kau berjanji bercerita kepadaku tentang Zayn?"

Ia berdecak pinggang sambil memutar kedua bola matanya hingga rasanay ingin copot dari tempatnya. "Siapa yang janji seperti itu? Tentu aku tak akan menceritakkan tentang Zayn. Cari tahu saja sendiri ke mbah gugel!"

Ketika gadis bodoh itu hendak menutup pintu, aku segera menyangga daun pintu tersebut dengan sikuku. Tanpa rasa bersalah, aku menabrak bahu gadis itu dan melangkahkan kakiku menuju kasurnya yang empuk.

Dia menatapku dengan hawa membunuh, sementara aku menepuk tempat di sebelahku, memberinya petunjuk untuk ikut duduk bersamaku. Persetan dengan tatapan ataupun hawa membunuhnya, aku tak takut.

"C'mon Amy, aku ini sahabatmu!" rengekku agar dia mau datang untuk menebus segala kepenasaranku akan Zayn.

Ia berdecih lalu tertawa hambar. "Sahabat."

Namun, tanpa perkiraanku sebelumnya, akhirnya ia melangkahkan kakinya dan menempatkan bokongnya di tepat sebelahku.

"Kau benar-benar ingin tahu-menahu tentang Zayn, ya?"

Aku mengangguk bersemangat sebagai jawabannya. "Dari pada aku nanti mati penasaran."

Ia tergelak sebelum mengatakan apapun. "Atau, jangan-jangan kau itu LGBT ya? Kau pasti ingin cari tahu tentang Zayn karena kau suka dia? Sekadar info, he's still straight. Kuharap kau tak kecewa."

"Hell, no! Amy, buang pikiranmu itu jauh-jauh. Aku masih menyukai perempuan.," Aku melipat kedua lenganku didepan dada. "Aku mencintai Cara, ingat kan?" lanjutku dengan bangga.

Kuakui, responnya entah mengapa menjadi sedikit melambat. Ia membulatkan mulutnya, ber-oh ria. "Oh, ya.. aku ingat."

"Hmm, jadi bagaimana?" ucapku memulai kembali percakapan yang tadi terpenggal.

"Baiklah, aku akan menceritakan tentang Zayn, semua tentangnya—termasuk hubungan Zayn denganku."

Aku bersorak kegirangan. Thanks God, akhirnya dia mau buka mulut tentang Zayn dan hubungan lelaki es itu dengan dirinya—yang hingga membuatnya menangis berulang kali.

"Tapi, ada satu syarat, Harry.." ujarnya sambil mengerutkan keningnya, melihatku dengan tatapan yang serius. Aku menyiritkan keningku, memintanya untuk melanjutkan ucapannya. "..kalau aku menangis, tolong peluk aku."

-

A/N:

Thanks for all of your support! Aku harap voters jangan makin sedikit dari wakru ke waktu. AMIN.

Last update : Saturday, January, 7, 2017.

Next update : Saturday, January, 7, 2017. ( double update)

See you next on the next chapter! Luv ya!

-Janx

Night Changes™ // h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang