A/N. Selamat membaca, jangan lupa vote dan comment!
[Short re-Chapter]
Sepertinya pikiranku terlalu terbelit, membuatku dengan mudahnya merasa jengkel. "Ya, memang lebih baik kau tak dekat dengan Kendall, karena Kendall adalah pacarku."
+++
Aku mengingatnya, ketika ia membekap mulutnya sendiri dengan kedua telapak tangannya, ketika manik menatapku seolah tak percaya dan penuh kekecewaan, serta ketika aku meninggalkannya mematung di kamar miliknya sendiri.
Kalau begini terus, aku takkan dapat tertidur malam ini. Jujur, aku tak ada niat sedikitpun untuk mengusiknya. Aku benar-benar kelewatan, bahkan kini aku tak tahu muka apa yang harus kupasang ketika bertemu dengannya. Gengsi sungguh menenggelamkanku. Namun, aku harus bagaimana pun, aku tak tahu.
Aku mengambil tas miliknya yang sejujurnya tak pernah sekalipun kusentuh, memastikan isi dalamnya masih lengkap, kemudian menaruhnya di depan pintu balkonnya yang telah tertutup gorden. Aku mengetuk kacanya cukup keras lalu kembali ke kamarku. Persetan ia mendengar suara ketukanku atau tidak, saat ini bahkan aku tak berani untuk hanya melihat wajahnya.
Aku merebahkan tubuhku di atas kasurku. Sembari memejamkan mataku, aku memainkan jari-jariku, memikirkan jalan keluar yang aman bagiku. Setelah berpikir cukup panjang, aku membulatkan keputusanku untuk menelpon seseorang.
Tak butuh waktu lama, seorang gadis pun menjawab panggilan teleponku. "Hei, ada apa menelponku malam-malam begini?"
Aku menarik nafas panjang, mempersiapkan mentalku. "Cara, aku mau minta nomor telepon Kendall. Kau punya?"
Ia mendengus. "Berani-beraninya kau membangunkanku dari tidurku hanya untuk meminta nomor telepon Ken—eh, siapa? Kendall?! Kau gila!"
Sambil masih memejamkan mataku, alisku berkerut. "Aku tidak gila. Cepatlah Cara, aku membutuhkan nomor teleponnya."
"Aku tak tahu apa maksudmu meminta nomor telepon Kendall. Asal kau tahu, kami bertiga—aku, Amy, dan Eleanor—tidak akur dengannya." tegasnya.
Aku memutar otakku, terbesit kata-kata Cara ketika pertama kali bertemu dengannya. Aku tak ingin melakukan ini, tapi ini hanyalah satu-satunya cara mendapatkan nomor Kendall. "Kau pasti punya nomor Kendall. Jika kau tak memberiku nomornya, akan aku sebar kenyataan bahwa kau lesbian."
"Ha, kau tak punya bukti, tuan. Terserah kau mau menyebarkan gosip aku lesbian ataupun tidak, aku tidak peduli kecuali Amy tahu kalau aku menyu—Ah! Sialan! Baiklah aku akan memberimu nomor teleponnya. Tapi, jangan harap kau bisa berbicara lagi dengan kami." ujarnya kasar kemudian memutuskan sambungan telepon seketika.
Aku sebenarnya tak mengerti mengapa akhirnya ia menyerah memberikanku nomor telepon Kendall. Tapi, bukankah itu lebih baik, jadi aku tak perlu mencari alasan lain hingga mulutku berbusa-busa untuk mendapatkan nomor telepon Kendall, bukan?
Saat itu juga, Cara memberiku nomor telepon Kendall lewat pesan singkat, sebelum setelahnya ia memblokir nomorku dari telepon miliknya. Aku cukup kecewa, namun bagaimana lagi, aku sudah di ujung tanduk.
Aku menatap layar iPhone-ku untuk melihat jam. Pukul sembilan lebih lima belas tertera di layar. Kuharap aku tidak mengganggu Kendall jika menelponnya sekarang.
Aku menjentikkan nomor Kendall yang baru Cara kirimkan padaku, kemudian menelponnya. Aku mengatur nafasku agar lebih tenang di saat yang sangat terburu-buru ini.
Detik selanjutnya sambunganku terhubung, namun yang dapat kudengar adalah lagu yang keterlaluan keras. "Siapa?" tanyanya cukup keras.
"Ini Harry." jawabku tak kalah keras—tentunya agar ia bisa mendengar suaraku.
Ia tiba-tiba tak berbicara dan malah memutuskan hubungan telepon tanpa alasan. Dia ini kenapa?
Aku bangkit dari posisiku lalu duduk di pinggir kasur. Sembari memijat pelipisku pelan, aku menggerutu. Apa lebih baik aku membuang gengsiku dan meminta maaf saja pada Amy?
Tiba-tiba iPhone-ku berdering kembali, mendapati nomor telepon yang sudah tak asing lagi bagiku menelponku.
"Maaf Harry, tadi aku sedang berada di tengah pesta ulang tahun kakakku. Aku mematikan teleponnya karena aku kira lebih baik kita berbicara di tempat yang lebih tenang." jelasnya, membuatku tanpa sadar menghela nafas lega.
"Oh, kukira ada apa. Kau membuatku khawatir." ucapku selembut mungkin.
"Harry, kau berhasil membuatku merona. By the way, kenapa tiba-tiba kau menelponku?"
Baguslah jika kau memang benar merona. Tak kusangka, Kendall adalah gadis yang sangat mudah didekati. "Aku ingin mengajakmu pergi, Ken."
Ia menimpali ucapanku dengan antusias, "Kapan?"
"Sekarang juga. Aku kesepian di apartemenku." kataku memelas, berharap ia menyetujui ajakkanku—yang tentu saja sesuai dengan jalan rencana awalku.
"Baiklah kalau begitu. Kau yang menjemputku atau—,"
"Tentu saja, aku yang akan menjemputmu. Dimana posisimu sekarang, Ken?"
Aku tersenyum puas. Aku sungguh bangga meskipun telah mengetahui kalau akhirnya ia pasti akan menerima ajakanku.
---
To be Continued...
Last Update : Saturday, August 5, 2017.
Next Update : Saturday, August 5, 2017. [Quadruple Updates]
Don't forget to leave votes and comments! See you on the next chapter of Night Changes! Xx.
-Janx
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Changes™ // h.s.
Fiksi Penggemar[Completed] [Harbara fanfiction] "I'm in love with you so bad, Amy. Aku mohon, tolong cintai aku sekali lagi." -HarryStyles "Mengapa kau mencintaiku ketika aku sudah bersama yang lain? Maafkan aku Harry, tapi aku tak bisa mencintaimu lagi; Waktu su...