Chapter 1 Momoka Yoshie

1.4K 41 4
                                    


Case 1 (Kasus Pencurian Lidah Api Monas)

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu semua adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. Instasi atau organisasi terkait merupakan karangan fiktif serta tidak mewakili instasi atau organisasi yang sebenarnya.

********************************************************************************************



Kerongkongan yang kering, kaki dan tanganku yang terlilit tambang lusuh mulai terasa perih, tikus berjalan mondar-mandir mencari makanan. Ruangan yang gelap, hanya ada satu lampu redup menggantung diatas aku duduk terikat. Tidak ada rasa takut lagi, air mataku sudah kering. Hanya ada rasa lelah dan mengantuk.

"Papa....das...ke..te..."

Akupun mulai memejamkan mata, menyerah pada keadaan ini.

Kreeek.... Terdengar suara pintu yang terbuka. Perlahan aku membuka kembali mataku. Cahaya masuk menyusup melalui celah pintu yang terbuka, diikuti suara langkah kaki dengan melodi yang menenangkan hati. Melodi hentakan kaki yang menawan hati, membuatku terlalut teringat indahnya konser musik klasik kado indah yang diberikan papah saat ulangtahunku.

"Daijoubu...Daijoubou..."

Seorang anak laki-laki dengan topi baseball berlari kearahku, Ia membelaiku dengan kasih sayang. Aku tersenyum lega tapi mataku yang bertambah berat membuatku menyerah akan rasa kantukku.

Kriiing.....Kriing....kriiing.

Aku meraba-raba meja disampingku, mencoba mematikan alarm yang berisik itu. Walau hari ini adalah tahun ajaran baru tapi entah mengapa aku sama sekali tidak bersemangat. Setelah mengusap mataku dengan pelan aku pun mulai bangkit dari tempat tidurku, tertutup dan terbuka, mataku masih berjuang melawan rasa malasku. Berjalan seperti zombie aku melangkah lunglai menuju pintu kamarku, meraba-raba lagi mencari daun pintu dengan mata setengah tertutup, setelah berhasil mengapainya aku pun kemudian membukanya lalu berjalan beberapa langkah.

"Boing." Aku merasa menabrak sesuatu yang lembut, seperti bantalan empuk, atau balon yang hangat. Aku tersenyum bersandar sebentar berharap bisa melanjutkan tidurku.

"Ohayou ojou-sama." Sapa bantalan empuk yang bisa bicara itu.

"Oha..." Balasku menatap bantalan itu.

"Mirip seperti melon atau semangka ya? Entahlah yang pasti cukup besar." Tanyaku dalam hati sambil menguap berusaha menyerang balik rasa kantukku.

"Ojou-sama sarapan sudah siap." Sapanya sambil mengusap mukaku dengan handuk hangat. Bantalan empuk yang ternyata adalah "melon" milik pelayanku.

"Sakura-san bagaimana bisa sebesar ini?. " Aku menunjuk dengan tatapan sinis kearah "melon" itu.

"Jangan bilang hanya karena minum susu, karena itu sama sekali tidak berhasil." Lanjutku sambil menatap dua "apel" kecil milikku.

Tanpa mengindahkan pertanyaanku Sakura-san hanya tersenyum, terus mengusap mukaku dengan handuk hangat. Rasa iri ku akan "melon" miliknya itu pun mengalahkan rasa kantukku. Setelah merapikan rambut dengan tanganku aku kemudian berjalan melalui lorong yang luas menuju ruang makan. Tanpa diberi aba-aba Sakura-san setia mengikutiku dari belakang.

Sakura-san adalah pelayanku sejak kecil, bagiku dia sudah seperti ibuku sendiri. Saat aku sendirian dirumah yang besar, atau saat berpergian dinegara yang asing Sakura-san selalu setia disampingku. Saat hari ulang tahun yang dingin dan sepi, Sakura-san selalu menghiburku. Pelukannya yang lembut disaat aku menangis adalah sesuatu yang sangat berharga. Senyuman nya yang manis dan hangat tidak tergantikan. Entah itu memang wujud kasih seorang ibu atau kesetian seorang pelayan aku tidak pernah mengetahuinya, tapi aku sudah cukup puas walaupun mungkin Sakura-san tidak memliki perasaan yang sama denganku. Wajar saja sejak aku lahir aku tidak pernah merasakan cinta dari seorang ibu.

Satria Nusantara High School Detective Case 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang