Chapter 6 Fake Smile

513 17 1
                                    


"Huaaahhh." Aku menguap sambil mengangkat tinggi kedua tanganku.

Kelopak mataku masih terasa berat. Aku berdiri dengan kaki yang masih lemas, berjalan membuka jendela kamar. Angin dingin berhembus masuk kedalam ruangan. Matahari bersembunyi malu dibalik awan kelabu. Diatas pohon burung gereja bercengkrama riang. Sementara seekor kucing liar masih tertidur diatas mobil.

"Paman sudah pulang?" Kataku dalam hati. Aku pun bergegas mempersiapkan diriku seperti hari yang biasanya. Sedikit olahraga pagi, mandi, pakai baju, sholat, lalu mempersiapkan buku sesuai jadwalnya.

Setelah merapikan buku pelajaranku aku segera beranjak keluar dari kamarku. Menuruni sebuah tangga, aku melihat ada pria setengah baya yang sedang duduk membaca koran.

"Kasus apa paman?" Tanyaku pada pria setengah baya itu sambil duduk disampingnya. Aku lalu meraih piring didepanku.

Dia sama sekali tidak menjawab pertanyaanku, hanya membalikan korannya sekali kemudian terus fokus dalam dunianya sendiri. Seperti yang diharapkan dari seorang polisi yang orthodox. Aku lalu membalasnya dengan tidak mempedulikannya, menyantap dengan tenang nasi goreng yang ada didepanku.

"Satria.. Bisa tidak kamu tidak mencampuri urusan polisi?.. Di negara ini, keberadaan detektif tidak diakui." Katanya sambil melipat koran ditangannya, seraya menaruhnya di atas meja. Aku tidak mengindahkannya, terus menyantap nasi goreng yang kupikir lumayan enak itu. Setelah menghabiskannya, aku kemudian segera merapikan meja yang didepanku. Membawa beberapa piring kedapur, lalu mencucinya.

Aku kemudian mengambil tasku lalu berdiri.

"Paman ku Erik.. Polisi yang baik.. Tugas menjaga keamanan dinegara, bukan hanya tugas polisi." Kataku menatap punggungnya yang luas.

"Oh ya satu lagi.. Seorang detektif tidak pernah membutuhkan sebuah pengakuan." Lanjutku dengan sedikit nada yang kasar.

Aku kemudian meninggalkan ruangan yang dingin itu. Meninggalkan polisi yang kesepian sendirian dalam rumah itu.

"Aku ini.. Benar-benar anak yang ga tau terima kasih ya.." Aku bergumam sendiri, menyusuri jalan yang biasa aku lewati.

Awan yang kelabu menemani langkahku. Genangan air terlihat di kiri dan kanan bahu jalan. Angin dingin menusuk kulitku, aku pun segera mengancingkan blazerku.

Seorang gadis menunggu dibawah pohon. Melambaikan tangannya dengan semangat. Aku mengaruk pipiku merasa heran. Momo dengan setia menungguku dipagi yang dingin ini. Dengan posisi seperti istirahat ditempat, Momo tersenyum melihatku, lalu berlari kearahku dengan wajahnya yang polos.

"Pagi Satria" Momo menyapaku.

"Bagaimana aku harus meresponnya? Kalo terlalu baik dia mungkin akan menungguku disini setiap hari, kalau terlalu dingin hanya akan membuatnya menjadi sedih. Apa yang harus kulakukan tuhan?" Kataku dalam hati, berfikir dengan serius melawan realitas yang ada didepanku.

"Satria?" Momo membangunkan aku dari lamunanku.

"Momo ga kedinginan?" Tanyaku, Akhirnya aku memutuskan menggunakan kalimat tanya untuk menjawab sapaannya. Respon dia yang selanjutnya, akan menjadi kunci pemecahan masalah ini. Rencana ini ku namakan "Make it blush and let it go". Tapi setelah kupikir-pikir namanya terlalu aneh.

"Sedikit." Jawab Momo.

"Nah ini kesempatan aku." Aku kemudian membuka blazerku, menyelimuti momo dengan gentle. Menurut perkiraan rencanaku, Momo yang pemalu akan tersipu, dan akhirnya dia akan canggung, lalu menyerah menungguku disini tiap hari.

Satria Nusantara High School Detective Case 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang