Chapter 9 Nyanyian Pilu Sang Kijang Abu-abu

438 19 5
                                    

Gadis manis itu duduk disampingku. Menaruh barang bawaannya dimeja disebelahku. Wajahnya yang berseri-seri menandakan sedikit bebannya telah terangkat. Akan tetapi sweater abu-abu yang dipakainya mengisyaratkan bahwa luka yang dialaminya belum sembuh sepenuhnya.

"Aku harus memilih kata dengan hati-hati. Skenario terburuk mungkin saja bisa terjadi. Hatinya yang sudah rapuh bisa terluka lagi. Bersikap biasa mungkin adalah hal yang bijak." Gumamku dalam hati.

"Yo Fani aku cukup terkejut, aku sudah bersikap kasar waktu itu, kupikir kamu akan membenciku seumur hidup." Tegurku mencoba mencairkan suasana. Fani tersenyum sambil mengeluarkan sebuah kotak dalam plastik yang dibawanya. Seporsi sosis terbalut dengan saus berwarna hitam yang kelihatan sangat lezat terlihat ditengahnya, sayangnya dibagian atas kotak itu terdapat juga kumpulan sayuran berwarna-warni yang kubenci, dan yang lebih parah musuh terbesarku Brokoli bersembunyi dalam tumpukan pelangi itu.

"Sial dimana Dokter itu saat dibutuhkan, mungkin Dokter itu akan membantuku melawan pasukan brokoli yang siap sedia didepanku. Melarang Fani memberikan makan diluar jam makan yang sudah ditetapkan." Gerutuku dalam hati.

"Aaaa.." Fani mengangkat sendok plastik berwarna merah muda kearahku, sambil sedikit melotot memaksaku melakukan keinginannya. Bau lada hitam yang menyengat menusuk kedalam hidungku. Tidak ada warna hijau diatas sendok itu, jadi kupikir itu aman untuk dimakan. Aku kemudian menyerah membuka setengah mulutku. Tidak terlalu pedas, manis dan asam yang berpadu dengan baik, sosis yang lembut itu sepertinya juga dimasak dengan sempurna. Masakan yang sederhana cukup cocok untuk seorang gadis SMA seperti Fani.

"Aku tidak tau harus bilang apa, kamu telah meyelamatkan aku dari neraka yang aku buat sendiri." Kata Fani sambil terus menyuapiku. Sebuah ekpresi sendu terukir, berbaur kontras dengan senyuman manis yang terpahat diwajahnya. Sebuah ekspresi yang tidak banyak dimiliki oleh seorang gadis seumuran dengannya. Ekspresi yang lahir dari sebuah kedewasaan dan pengalaman pahit yang dialaminya.

"Sosis lada hitam ini sudah cukup untuk menyampaikan perasaanmu Fani, rasanya yang kaya adalah wujud dari kumpulan kebaikan yang telah kamu susun dengan rapi." Balasku sambil tersenyum.

"Setelah menggoda Momo kamu juga sekarang mengincar aku?" Fani tersenyum malu sambil menyuapiku dengan sedikit kasar.

"Momo yang mana dulu nih?" Balasku dengan nada menyindir.

"Kamu juga sudah tau tentang itu? Hebat ya.." Jawab Fani sambil terus menyuapiku. Cahaya diwajahnya mulai meredup akibat dari pertanyaanku yang ceroboh.

"Ya itu sih mudah, namanya tertera dikalungnya.. Tapi, walaupun Momo sudah tau, kamu tidak perlu khawatir, kepolosannya bisa diandalkan pada saat-saat seperti ini.. Tapi mungkin kamu lebih baik menyampaikan perasaanmu yang sebenarnya padanya." Kataku mencoba mengembalikan cahaya diwajahnya yang meredup. Tanpa merespon perkataanku Fani kembali sibuk menyuapiku. Wajahnya datar, terbentuk dari banyaknya hal yang dia pikirkan.

Perlahan-lahan dia menaruh kotak makanan berwarna pink itu. Berdiri disampingku, lalu mendekatkan wajahnya kewajahku. Aroma harum menusuk-nusuk hidungku. Aku mengalihkan pandanganku, tapi nafasnya yang sedikit berat terasa kentara dipipiku. Membuatku dalam posisi yang berbahaya.

"Satria.. Kalau kamu mau aku bisa memberikan lebih dari makanan yang aku bawa, tubuhku memang sudah kotor, tapi aku cukup percaya diri bisa memuaskanmu." Ujar Fani seraya membuka perlahan sweaternya. Kedua tangannya mengapit kepalaku membuatku tidak bisa bangkit dari tempat tidurku.

"Fani gadis baik, klienku yang terhormat, apa benar ini yang kamu inginkan?" Jawabku sambil menatapnya. Terlihat diantara tangannya, himpunan garis-garis tak beraturan, bekas luka yang menutupi sebagian lengannya yang putih.

Satria Nusantara High School Detective Case 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang