Chapter 12 Sudut Pandang dan Idealisme

334 15 0
                                    

Berjalan menyusuri tebing beton yang berjejer disampingku. Momo terlihat bingung dengan ulah gadis didepannya. Melangkah menjauh dari gubuk yang misterius. Rambut keemasannya yang berkibar kencang, bak api penerang dari kegelapan rasa ingin tahu yang pekat. Memaksa sepasang kaki milikku untuk berjalan dibelakangnya.

"Momoka chan bagaimana menurut kamu? Anak-anak itu adalah korban dari ketidakadilan dunia ini, mereka terbuang akibat dari sistem yang cacat, tidak hanya dikota ini, tidak hanya di negara ini. Anak-anak seperti mereka akan selalu ada disetiap sudut-sudut Bumi ini." Elisabeth menghentikan langkahnya, seraya membelai pipi teman sekelasnya yang halus.

"..." Momo terdiam kaku. Sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan gadis didepannya.

"Lalu apa yang ingin kamu lakukan nona Elisabeth? Merubah sistem itu?" Aku menyela mencoba membantu Momo yang terlihat sedikit cemas.

"Hahaha aku tidak mempunyai hati semulia itu, yang ku lakukan hanyalah memberikan mereka kesempatan untuk melawan balik. Kekuatan untuk bertahan hidup." Jawab Elisabeth seraya membalikan badannya, sambil kemudian melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Dengan mengajarinya trik-trik mencuri atau mencopet?" Balasku dingin.

"Ah itu mungkin bagian kecil nya, tapi aku juga membuka mata mereka, membuka lebar kedua mata meraka agar bisa menyadari betapa menjijikannya dunia ini, dingin nya tembok-tembok kapitalis, neraca-neraca keberuntungan dari sebuah kemalangan, atau kaum hipokrit yang tertawa dibelakangnya." Jawab Elisabeth dengan lantang.

"Aku tidak mengerti Elisabeth, tidak seperti kamu dan Satria, aku berbeda, aku bodoh, tidak akan mengerti hal-hal sulit yang kalian katakan." Kata Momo sambil menundukan wajahnya.

"Tenang saja Momo ku sayang, kamu akan segera mengerti sebentar lagi." Balas Elisabeth sambil melangkah.

Momo menarik bajuku, lekukan kecemasan terpahat digaris-garis wajahnya. Wajar saja aku sendiri saja kadang tidak mengerti pola pikir Elisabeth. Untuk gadis polos seperti Momo tentu saja tingkah laku Elisabeth pasti membuatnya kebingungan. Aku tersenyum menatap gadis disampingku, mencoba menenangkannya.

Elisabeth berjalan lurus kedepan tanpa berhenti. Melangkah angkuh dengan sepasang kaki nya yang gemulai. Laksana Super Model yang melangkah diatas Catwalk. Mengibarkan rambut keemasan miliknya yang mempesona. Sampai pada akhirnya dia menghentikan langkahnya. Tembok beton yang tinggi menghadangnya. Jalan buntu dengan papan besi berwarna putih berada ddidepannya. Rangkaian kalimat berbaris rapi dengan cat hitam menempel di papan itu. Kalimat yang menegaskan pemilik dari lahan yang dilindungi beton-beton dingin itu. Perusahaan otomotif terkenal di Asia. Salah satu anak perusaahaan dari Kaminagi Group, perusahan yang pernah dinobatkan oleh salah satu majalah yang terkenal sebagai perusahaan tersukses abad ini.

Tiba-tiba gadis disampingku jatuh terduduk. Tangannya menggigil, air mata nya mengalir deras, sambil terus memandangi papan putih didepannya. Aku ikut duduk disampingnya menatapnya dengan wajah yang kebingungan.

"Apa maksudnya ini Elisabeth?" Aku memekik.

"Kenapa kamu engga tanya langsung aja sama Momo?, Lagian bukan lah hal yang sulit bagimu untuk menghubungkan semua informasi yang kuberikan." Jawab Elisabeth sambil memunggungiku.

Perkataan Elisabeth membangunkanku. Kepanikan hanya akan membuatnya lebih rumit. Garis merah apa yang menghubungkan Momo dengan papan putih didepannya? Aku berpikir sejenak, menghilangkan emosiku yang mengaburkan sudut pandangku.

"Dasar bodoh, dasar bodoh, dasar bodoh, jadi ini semua salahku, andai saja aku tidak membuntuti Elisabeth." Gerutuku dalam hati.

Aku bangkit, berjalan didepannya, menutupi pandangannya yang kosong. Air matanya masih mengalir. Matanya yang sendu sedikit menenangkan pikiranku. Momo menatapku dengan raut wajah sayu.

Satria Nusantara High School Detective Case 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang