👦: En, kamu ngerjain apa? Rajin amat, masih juga nanti sih dikumpulnya.
👧: Ga apa-apa kan sambil nungguin kamu ngajak aku ngobrol. Daripada bengong kan?Sendu mendongak dan menatapku seraya menutup bindernya.
👦: Loh kok udahan?
👧: Loh, ga mau diparanin?
👦: Dih, biasa aja.. kan aku nanya.
👧: Kan aku jawab.
👦: Nonton yuk?
👧: Tumben, bete ya?
👦: Maksudnya?
👧: Bete, gagal move on dan patah hati jadi ngajak aku nonton.
👦: Ish, stalker!
👧: Kagak odong! Kan ga usah buka medsos juga jelas keliatan.
👦: Ah masa?
👧: Mau dibawain cermin? Sorot matamu tuh, nanar!
👦: Ah ngarang ah, aku happy tau!Damn, tebakannya jitu. Aku cuma bisa menahan senyum terpaksaku ini selama mungkin sampai Sendu memalingkan tatapannya ke arah lain. Please..
👦: Apa sih, ngeliatnya gitu banget?
👧: 😆Sendu tak menjawab apa-apa, dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum jahil dan memandangku penuh initimidasi yang aneh. Tampak seperti menahan tawa dan puas menemukan tatapanku yang nanar. Aku memutuskan untuk mengalihkan pandanganku kepada layar ponsel di tanganku.
Sendu, nama yang belakangan cukup sering aku ucapkan. Beberapa bulan ini dia hadir secara intensif nyaris setiap hari. Tentu tak secara langsung aku bertemu dengannya setiap hari, tetapi lewat aplikasi-aplikasi chatting masa kini aku tentu melihat gambar wajahnya. Bosan? Enggak, aku ga sekejam itu. Tapi aku sampai hafal profile picture dia bahkan dari jangkauan ujung mata ketika notifikasi di ponselku berkedip. Perasaanmu? Jangan bahas itu untuk saat ini, aku sedang tak ingin membicarakannya. Yang pasti beberapa waktu terakhir dia cukup berharga untuk aku sia-siakan kehadirannya. With, jangan salah sangka! Kehadirannya sebagai teman yang selalu ada saat aku tèrlalu lelah untuk berpikir, that's it! Sebatas itu aja, mungkin besok akan tawarkan persahabatan bagai kepompong. Tapi aku merasa dia cukup berbeda dalam memperlakukan aku. Atau aku terbawa emosi? Ya, biarlah kalian menganggapku cowok baper. Mungkin karena mamah menginginkan anak perempuan ketika mengandungku, tapi ketika lahir justru anak tampan sepertiku yang muncul. Tenang sodara-sodara aku dibesarkan sebagai seorang lelaki, dan berperasaan sebagai lelaki. Sejauh ini aku masih menyukai wanita, tapi aku tak merasakan ada yang berbeda ketika bersama Sendu. Padahal sudah cukup lama aku dan dià menjalin kedekatan.Sesungguhnya aku berharap Sendu merasakan hal yang sama denganku, yaitu tetap menyayangiku sebagai teman. Aku belum ingin lebih dan tak ada aku berpikir akan memulai apapun itu dengan Sendu. Aku masih terbayangi oleh Vivanya, bisa dibilang jatuh cintaku ya pada dia.. Vivanya. Siapa Vivanya? Dia adalah mantanku, mantanku yang menawan dan paling berkesan. Perempuan berpikiran dewasa, sabar, dan pengertian yang pernah aku kenal sejàuh ini. Kembali padanya? Mungkinkah? Jujur aku memang berharap, tapi nampaknya aku tak dapat dengan gagah berani dan penuh percaya diri untuk mendekatinya lagi. Biar saja waktu yang akan kembali mendekatkan kami nantinya.
YOU ARE READING
Memar
General FictionKisah cinta picisan antara Sendu dan Dey. Mereka mempunyai cara masing-masing untuk saling memberi perhatian. Suasana gagal romantis yang tidak terlalu remaja karena mereka dipertemukan saat tak lagi berusia remaja, namun mereka sering kali tidak be...