"Seokmin-ah, menurutmu aku seperti apa?"
"Maksudmu?"
"Apa aku cantik? Apa aku menyebalkan?"
Seorang anak laki-laki dengan kaos biru langit polos tertidur di rerumputan halaman rumahnya.
Di sebelahnya, kawannya duduk manis menyilangkan kakinya.
Mereka lelah setelah bersusah payah menyelamatkan seekor anak anjing yang terjepit di semak-semak.
"Hmm... kau... tidak cantik" mendengar jawaban Seokmin, tangan seorang dengan rambut yang diikat dua itu melayang mulus di lengan temannya.
"YAK NEO!!! Awas saja, nanti kalau sudah besar, kau akan menyesal berkata itu"
"Geurae... aku tidak yakin"
"Kau meremehkan aku? Lihat saja, nanti aku akan menari dengan pakaian balletku dan kau...." sebuah telunjuk berhenti tepat di depan wajah anak itu.
"... kau pasti mengakui kalau aku cantik"
"Ugh.."
Kesekian kalinya Dokyeom mengeluh sambil memegangi kepalanya. Di depannya berserakan sticky notes warna warni.
Peta otak
Hari ini, ia menuliskan cukup banyak ingatan yang melintas di kepalanya.
Terkadang, Dokyeom berpikir kalau ia hampir mirip penderita Alzhaimer.
Instrument musik klasik mengalun memenuhi kamarnya. Penerangan pun hanya dari lampu kecil di meja belajarnya.
Baru saja, saat sedang berusaha mengingat kejadian saat dengan Yuju tadi, satu ingatan lagi melintas di kepalanya. Menambah jumlah peta otak yang harus ia tulis.
Waktu menunjukkan pukul 10 malam. Setelah menyelesaikan tulisan-tulisannya Dokyeom keluar kamar.
Rumahnya sangat sepi. Lampu-lampu telah dimatikan.
Ia hanya ingin ke dapur untuk mengambil segelas air. Tenggorokannya kering.
Tapi seseorang ada di sana.
Berbicara dengan benda kotak yang ditempelkan ke telinganya.
"Eomma..."
□ • □ • □ • □ • □
"Yuju-ya, jangan lupa besok. Kita akan ke bandara bersama"
Kepala eommanya muncul dari balik pintu kamarnya.
Besok mereka akan menjemput Choi Yura. Kakaknya itu akan berlibur di Korea untuk sementara waktu setelah ujian akhirnya di Amerika selesai.
"Arrasseoyo eomma"
Setelah pintu kembali tertutup, Yuju bersiap untuk tidur. Ia sudah menarik selimut dan mematikan lampu kamarnya.
Ketika ingin memejamkan matanya, handphone-nya berdering.
"Haish, siapa yang mengganggu malam-malam seperti ini?"
Layar ponselnya kembali menyala. Sebuah nomor yang tidak tersimpan.
Jarinya menggeser tombol berwarna hijau, lalu mendekatkan ke telinganya.
"Yeoboseyo?....
".... Kim ahjumma?"
Secara otomatis Yuju menegapkan punggungnya. Seakan orang di seberang pembicaraan itu melihatnya.
"Ye.. Ye.. Eoh? A-aniyo. N-ne... aku akan berusaha. Tapi, apa bisa mengatakannya suatu hari nanti?"
Tidak ada balasan. Bahkan tak lama panggilan terpurus. Yuju menjauhkan handphonenya kebingungan.
Tiba-tiba Kim Ahjumma memutuskan panggilannya. Padahal ada beberapa hal yang ingin ia katakan.
Dan ia juga yakin kalau pembicaraan itu belum sepenuhnya selesai.
□ • □ • □ • □ • □
"Yuju-ya, maaf mengganggumu malam-malam. Aku tidak mempunyai waktu untuk berbicara langsung denganmu. Aku hanya ingin memastikan kondisi Dokyeom"
Kim Ahjumma berbicara sendiri di ruangan dengan pencahayaan minim rumahnya. Ia sangat butuh menanyakam hal ini.
"Apa dia baik-baik saja di sekolah? Kau tahu, hanya kau yang dapat kuandalkan, Yuju-ya. Aku, tidak siap kalau dia tahu siapa dia sebenarnya. Aku takut dia kembali pada orang tuanya. Walaupun aku tahu, ketika ingatannya kembali, dia mungkin akan membenci kami. Uri Dokyeom-i"
Wanita itu terlihat sedih membayangkan waktu yang pasti datang padanya. Seperti seorang terdakwa yang menunggu keputusan hakim.
Giginya mengertak sambil menjentikkan kuku-kukunya. Beberapa kali ia menghela napas dan memijat pelipisnya.
"Eomma..."
Tubuhnya terperanjat dan gemetar seketika. Sebuah suara membangkitkan bulu kuduknya. Membuat napasnya tercekat sampai di tenggorokan.
Di belakangnya, kabar buruk mendekat.
Ibu jari wanita itu reflek menggeser tombol merah secara diam-diam.
"D-Dokyeom-ah.."
☆ ○ ☆ ○ ☆
.
.
.
to be continued
![](https://img.wattpad.com/cover/84868832-288-k685745.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SKYLINE | DK × YJ [✔]
FanfictionChoi Yuju, gadis itu tidak pernah menyesal mendapat petaka karena laki-laki seperti Dokyeom. Karena ia tahu, sebagian hidupnya berada di belakang lelaki itu. Disembunyikan oleh ingatan lelaki itu yang membeku. • • • • • •...