Seminggu sudah setelah Dokyeom memberitahu Yuju tentang penawaran traineenya. Lebih tepatnya, Yuju yang menemukan sendiri fakta itu.
Dia benar-benar pergi kesana―Pledis entertaiment beberapa hari yang lalu untuk audisi.
Kabar baiknya, Dokyeom lolos audisi itu. Dan kabar buruknya, itu artinya ia akan mulai tinggal di asrama. Tepat pada hari ini sesuai jadwal yang tertera di kertas resume itu.
Yuju bilang hari ini ia akan menyempatkan berkunjung ke rumah Dokyeom. Ikut mengantar Dokyeom ke asramanya barunya. Sekaligus membantu mengemasi barangnya.
Sampai di depan rumah Dokyeom, lelaki itu sudah bersiap dengan tas dan barang bawaannya. Orang tuanya tidak dapat ikut mengantarnya, mereka orang-orang sibuk. Itulah mengapa Yuju sekarang berada di depat rumah namja ini.
Taxi yang mereka tumpangi lengang. Hanya deru halus dari mesin mobil yang terdengar. Sesekali mereka menjawab pertanyaan dari si sopir yang duduk tenang dengan kemudinya. Berkonsentrasi pada arah yang ditunjukkan Dokyeom.
Mobil itu berbelok ke distrik Gwangjin. Mereka turun di depan sebuah apartemen. Tak jauh dari lokasinya sekarang, aliran Sungai Han terlihat membentang di bawah langit kota Seoul. Distrik itu berada tepat di tepi Sungai Han dan akan berubah menjadi tempat yang cantik ketika malam datang.
Disaat Dokyeom sibuk menurunkan barang-barangnya, Yuju sibuk memperhatikan bangunan di depannya. Membayangkan jika ia yang tinggal disana. Dengan orang-orang yang akan menjadi keluarga barunya.
Oh, jadi seperti ini hidup seorang idol
"Tidak mau masuk?"
"Di dalam ada trainee lain?"
Dokyeom mengangguk samar, "Tidak masalah. Aku bisa bilang kau saudaraku"
Yuju menimbang-nimbang sebentar.
Sejujurnya, ia punya rencana lain. Rencana yang jauh lebih besar dari yang pernah ia lakukan seumur hidupnya.
Rencana itu akan berubah menjadi petaka selanjutkan jika ia masuk ke dalam sana. Ia tidak ingin rencananya kali ini menjadi kacau.
"Hmm... aku tunggu di lobby saja"
□ • □ • □ • □ • □
Dokyeom menyeret koper dan tasnya ke depan salah satu pintu kamar apartemen di lantai 3. Pintu-pintu yang berjejer sama bentuknya, kecuali satu pintu yang berada tepat di depannya kini.
Dokyeom melirik ke sisi atas pintu. Sebuah lensa kotak terpasang di sudut atas pintu, sebagai mata-mata mereka.
Ternyata mereka serius soal rencana project predebut itu.
Dokyeom melipat bibirnya ke dalam. Ia tahu kalau cctv itu belum berfungsi. Mungkin beberapa minggu kedepan aktivitas mereka akan tertangkap kamera itu.
Tepat ketika ia membuka pintu, suara meriah dari trainee lain menyambutnya.
Walaupun ia belum mengenal persis setiap member mereka. Tapi baginya beberapa wajah mulai ia ingat di kepalanya.
"Selamat datang... Lee Seokmin-ssi!!"
Cukup asing mendengar dirinya dipanggil dengan nama yang berbeda. Dokyeom sengaja mengisi resume kemarin dengan profil asilnya. Bagaimanapun juga ia harus membiasakannya. Cepat atau lambat, ia akan kembali menjadi dirinya yang lama.
"Annyeonghaseyo, Lee Seokmin imnida"
"Aigoya, tidak usah terlalu kaku. Kau bagian dari kami sekarang" ujar seorang namja dengan mata sipitnya langsung merangkul Dokyeom dan membawanya masuk.
"Ahahaha arasseoyo, hyung"
Jumlah mereka sangat banyak. Jauh diluar dugaannya. Ditambah dirinya sendiri. Bahkan Dokyeom tidak tahu apa member mereka akan sebanyak ini sampai mereka debut atau hanya sebagian dari mereka.
"Seungcheol imnida. Aku leader disini. Kita belum pernah bertemu kan? Aku sedang ada urusan kemarin saat kalian di kantor agensi,"
Seorang namja berperawakan tenang itu mendekati Dokyeom. Mengulurkan tangannya untuk berjabatan. Senyumnya cukup hangat untuk seorang yang baru ia kenal.
"Kau datang sendiri? Biasanya kalau ada trainee baru, mereka diantar keluarga atau teman"
"Eum, sebenarnya aku kemari dengan saudaraku. Tapi dia malu, jadi dia menunggu di lobby"
"Benarkah? Saudaramu perempuan atau laki-laki? Wah, sayang sekali. Padahal kita bisa ngobrol sebentar disini" saut seorang lainnya yang sedang duduk di sofa.
Suara gaduh langsung memenuhi ruangan itu. Yaaa mereka sepertinya penuh humor.
"Ey! Biarkan saja dia. Kim Mingyu pabo. Dia selalu begitu. Kau akan terbiasa dengannya"
□ • □ • □ • □ • □
"Yeoboseyo? Ne... minggu ini?! Jongmalyo?... algaesseubnida gamsahamnida"
Yuju baru menutup telponnya. Senyumnya mengembang cerah di kedua sudut bibirnya. Sangking senangnya, Yuju menepuk-nepuk pahanya sendiri.
"Ahh... akhirnya..." helanya tak dapat menutupi gemuruh di dadanya.
Tak lama setelah ia menutup telpon tadi, sebuah pesan masuk membuat ponselnya kembali berbunyi.
Yuju membaca pesan itu dengan seksama. Bersamaan dengan Dokyeom yang kembali menemuinya setelah meletakkan barang-barangnya.
"Aku bilang kalau aku kemari dengan saudara perempuanku. Tapi kau tidak disana. Mereka ingin melihatmu. Padahal kalau kamu ikut, mungkin kamu bisa 'memilih' satu dari mereka. Itupun kalau ada yang sesuai dengan seleramu. Aku tau itu bisa menjadi saranan 'cuci mata' buat kaum kalian"
Dokyeom bergurau sejenak. Teringat betapa tampannya teman-teman barunya. Sekalipun mereka belum tersentuh make-up.
Yuju tidak membalas kabar itu. Ia punya kabar yang jauh lebih penting.
"Dokyeom-ah, aku ingin memberi tahu sesuatu"
Dokyeom memutar tubuhnya menghadap Yuju sempurna. Ekspresinya jauh lebih tenang dibandingkan saat mereka berselisih akhir-akhir ini. Layar ponselnya ditunjukkan kepada Dokyeom.
Source Music open audition for new trainee
☆ ○ ☆ ○ ☆
.
.
.
to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
SKYLINE | DK × YJ [✔]
أدب الهواةChoi Yuju, gadis itu tidak pernah menyesal mendapat petaka karena laki-laki seperti Dokyeom. Karena ia tahu, sebagian hidupnya berada di belakang lelaki itu. Disembunyikan oleh ingatan lelaki itu yang membeku. • • • • • •...