Sowan
Hari itu Fadhol kosong dari scedule mengajar di kampus. Dan diwaktu senggang ini dia memanfaatkannya dengan berkunjung ke guru spiritualnya, untuk merefresh sisi spirtualnya. Jarak yang ditempuh dari pusat kota ke desa Giri Kusumo sekitar 45 menit saja dengan motor.
Mengenakan baju taqwa polos dan bercelana panjang gelap, dirangkep dengan jaket kulit, fadhol menarik gas motornya menuju majelis rutin yang sudah lama ia ikuti. Sebuah kajian kitab klasik oleh KH.Maftuh Zuhdi. Pengasuh Pondok Pesantren "Hidayatul Ilmi", Giri Kusumo, Demak. Sebuah pondok pesantren berarsitektur unik. Puluhan bilik-bilik dengan dinding papan kayu jati. Area pondok yang tanahnya menanjak tidak mendatar hingga dimana-mana terdapat undakan-undakan. Fadhol memarkir motornya dihalaman. Melepas jaket dan helmnya lalu memakai kopyah. Penampilan yang berbeda manakala ia menjadi bagian dari kaum akademisi. Dipelataran pondok, ia sudah berujud seorang santri.
Fadhol memilih duduk diberanda dalem Kyai. Saat itu sang Kyai masih memimpin kegiatan Tarekat. Pengikutnya kebanyakan ibu-ibu berusia antara 50-60 tahun. Kebanyakan penduduk sekitar yang pekerjaannya menggarap sawah, buruh tani atau pencari kayu bakar dihutan. Pernah dalam suatu dialog singkat dengan ibu-ibu, Fadhol yang berperawakan tinggi dan kulitnya yang lebih bersih dari kebanyakan pendatang di majelis tarekat itu. Seorang ibu merasa Fadhol bukan dari Giri Kusumo.
" Darimana, Nak ? . apa sudah lama nyantri di Kyai Maftuh ? ". Seorang ibu-ibu berusia senja memilih duduk diplesteran teras. Tangannya yang coklat gelap dengan urat-urat menonjol dipergelangan dan punggung tangannya menandakan kerasnya pekerjaan. Terpasang dua gelang karet ditangan kanannya.
" Saya dari Semarang kota, bu. Saya ikut rutinannya Kyai Maftuh biasanya setelah kegiatan Tarekat".
Fadhol balik bertanya. " ibu, berapa lama sudah ikut Tarekat di sini ? ".
" Sudah lama, Nak. Saya ini sudah 15 tahun dan Alhamdulillah saya ini kebagian masak untuk ngrangsum daharan siang jamaah. Kyai mengharuskan seluruh juru masak harus berwudhu. Jika batal harus wudhu lagi. Juru masak kata beliau harus suci dari hadats. Mekaten, Nak dawuhe Kyai.
Dalam hati Fadhol mengucap Subhanallah untuk mengagumi ritual yang diberlakukan Kyai Maftuh. Bukankah seseorang dalam menjaga wudhunya berarti ia dijaga malaikat ? dan selama itu pula para malaikat memohonkan ampun pada hamba yang selalu menjaga wudhunya. Dan makanan-makanan yang dirangsum itu, menangkap energi-energi positif dari sang makhluk cahaya. Subhanallah.
Kegiatan tarekat yang sudah dimulai sejak bakda shubuh sampai bakda sholat dhuhur sudah selesai. Ratusan jamaah berduyun-duyun dari pendopo utama yang bangunannya juga di dominasi kayu jati. Tampak sosok berkharisma yang dikerubuti para jamaah . mereka berebut mencium tangan beliau sebagai wujud penghormatan pada sanga pengajar Ilmu Hikmah ini. Kyai Maftuh menuju rumahnya. Pandangannya tertuju pada Fadhol yang kelihatan lama menunggunya di teras. Setelah tiba tangannya seketika diraih Fadhol dan menciumnya dibagian atas dan bawah.
" Subhanallah ! ayo , masuk Nak Fadhol ! kita bincang-bincang dulu sebentar. ". Sebelum kegiatan pengajian sang Kyai Maftuh membimbing Fadhol ke ruang tamu. Mempersilahkan duduk dan memberikan isyarat pada salah satu santrinya untuk membuatkan minuman.
" Bagaimana kabarmu, Nak ? . apa semua lancar-lancar saja?". Selalu dengan senyum, wajahnya yang renta namun masih menyejukkan bagi siapapun yang memandangnya. Teduh dan bersahaja.
"Alhamdulillah Kyai ! saya baik-baik saja. Pekerjaan saya juga lancar. Pangestunipun Kyai". Dengan gestur takdzim, Fadhol menjawab pertanyaan gurunya.
" Kapan kamu akan menikah ?Usiamu ini sudah mencukupi. Pekerjaanmu juga sudah mapan. Apa yang kamu tunggu. Kalau belum memiliki calon, santri-santriku ini banyak. Kamu mau model yang bagaimana ? Apa kunjunganmu hari ini untuk mencari jodoh atau mohon do'a restu saja ? Sang Kyai menyodorkan banyak pertanyaan yang tidak bisa kujawab. Jika harus ku jawab, itu adalah jawaban yang pahit. Ia ingat beberapa waktu lalu , sowan ke Kyai Maftuh adalah dalam rangka mengistikharahkan gadis pilihannya yang akan ia khitbah. Kenyataan yang perih. Namun jika ia berhadapan dengan sang guru, ia merasa tegar menghadapinya.
" Mohon maaf Kyai. Dalam waktu dekat ini saya belum merencanakan pernikahan. Saya juga belum menemukan gadis yang cocok. Namun kedatangan saya kali ini mohon doanya, karena dalam waktu dekat saya berangkat ke Amerika. Canada tepatnya. Untuk mencari ilmu, Kyai.
" Alhamdulillah ! kemanapun engkau akan pergi ingatlah selalu pada Allah. Raihlah selalu ridhoNya. Dimuka bumi ini seluruhnya adalah milik Nya. Luruskan niatmu. Ingat. Engkau akan berada di negeri mayoritas Non Muslim. Ingatlah selalu untuk Amr ma'ruf Nahi Munkar dalam setiap perbuatanmu. Namun tentu Allah lebih menyukai cara-cara yang lembut. Lestarikan selalu ilmu-ilmu dan amalan yang telah di ijazahkan gurumu". Kyai Maftuh begitu banyak menekankan suara dalam nasehat-nasehatnya menandakan wejangan ini harus benar-benar diperhatikan.
"Inggih, Kyai. Insyaallah saya akan mengamalkan pesan-pesan Kyai". Fadhol menjawab dengan penuh tawadhu.
Setelah itu Fadhol duduk bersimpuh. Kepalanya tunduk seraya mengangkat tangan mengamini doa-doa dari hamba Allah yang shaleh ini memberinya berkah. Berkah dari Allah melalui doa para shaleh yang mustajab. Doa yang tidak tertolak.
![](https://img.wattpad.com/cover/78449480-288-k448871.jpg)
YOU ARE READING
ISTIKHARAH CINTA
SpiritualBlurb: "Berpihak pada isyarat langit adalah suatu ikhtiar pada hati seorang hamba yang diliputi suatu keraguan, rasa takut dan ketaatan pada sang pemilik hati yang hening dan bening dari nafsu maupun ego. Termasuk cinta. Kepada siapakah cinta diper...