Chapter 2 -Berduka-

1.3K 38 5
                                    

Bagian 2

Berduka

" ketika engkau serahkan cinta pada Istikharahnya,

relakan ia dibelenggu Taqdir"

Sore itu area pemakaman seorang Wali yang berperan dalam menyebarkan islam di tanah Jawa di komplek Ampeldenta, tak seperti pada hari-hari tertentu , hari besar islam, malam jum'at legi atau bertepatan dengan khaul beliau Sang Waliallah selalu penuh sesak para peziarah.

Sepanjang jalan kecil menuju makam, kanan kirinya dipenuhi para pedagang tetap setia menjajakan dagangannya. Gamis, kopyah, sarung, aneka jenis kurma, makanan khas arab dan pernak pernik asesoris. Harga disini selain cukup terjangkau dapat juga ditawar.Sementara itu di dekat makam Sang wali.

Seorang pemuda yang tunduk dan khusyuk membaca Alquran dengan wajah yang menampakkan kedukaan. Suaranya terdengar parau bahkan hampir tidak mengeluarkan suara. Terkadang ia tertidur sambil tangan tetap membawa kitab suci dalam dekapan dadanya.

Fadhol, sejak ia memutuskan untuk meninggalkan kekasihnya. Ia menyepi. Uzlah dari kemilaunya gemerlap dunia. Ia tidak menyesal. Ia tidak marah. Ia tidak menyalahkan siapa-siapa. Ia hanya berduka. Berusaha menguatkan hati menyikapi takdir.

Takdir yang membelenggu hidupnya. Menyerahkan kuntum cinta para pertaruhan istikharah yang tidak berdaya ia tolak. Fadhol. Pemuda yang memiliki kecerdsan intelektual namun intuitifnya lebih dominan. Seorang dosen muda dengan karir cemerlang.

Tulisan-tulisan ilmiahnya banyak dimuat di jurnal-jurnal nasional maupun internasional. Sering diundang diberbagai seminar. Aktifis sebuah organisasi pemuda Islam. Dikagumi banyak orang. Tk sedikit pemimpin pondok pesantren, pengusaha maupun pejabat daerah menawarkan diri untuk menjodohkan dengan putrinya.

Tapi kini di sudut makam yang lengang ditemani banyak pusara.ia menyendiri membaca Alquran. Mengkhatamkannya. Membacanya lagi. Mengkhatamkannya lagi. Berderet doa tawasul telah ia baca. Sampai kelelahan. Ia menjadi tak peduli. Wajahnya kian tirus. Beberapa bulu jenggot mulai tumbuh tak tertata. Rambutpun sudah hampir menyentuh tengkuk. Ia tak peduli. Ia lebih memilih di sini. Berduka sendiri.

---000—

"Ayolah, Nduk! Makanlah sedikit saja. Agar engkau tidak terkena asam lambung. Tiga hari ini engkau tidak menelan apapun kecuali obat dan sedikit roti . Jangan menambah kesedihan Ibu, Ifah!".

Dipembaringan Ifah hanya diam. Bibirnya terkunci seperti sulit dibuka. Pandangannya kosong. Tasbih kristal pemberian Fadhol masih dalam genggamannya. Ia seperti tidak mendengarkan apa – apa. Pun suara Ibunya.

Syarifah , gadis yang baru menyelesaikan kuliah di Fakultas Tarbiyah sebuah perguruan Tinggi Islam negeri itu hampir saja selesai merajut masa depannya. Ia bahkan sudah mengajar di sebuah Madrasah Aliyah Negeri setelah tiga bulan di wisuda. Selain cantik mirip gadis Timur Tengah, ia supel dan ceria. Memiliki karir dan kekasih yang di idamkan. Hubungan yang direstui orangtua dan siap dibawa ke jenjang pernikahan. Kini kandas. Impian sempurna hampir jadi nyata. Ia kini seperti jasad tanpa jiwa. Hanya diam. Pucat. lemah. Pasrah. Pandangannya yang kosong kadang melelehkan airmata. tanpa isak.

Syarifah. Ya, ia sedang berduka.

ISTIKHARAH CINTAWhere stories live. Discover now