Chapter 15 - On the way to Vancouver

370 11 6
                                    

Hari itu telah tiba. Hari dimana Fadhol harus meninggalkan pekerjaan, keluarga, teman, sahabat, para mahasiswanya, kampung halaman dan tanah air tercintanya. Ia pergi untuk meraih gelar Phd nya di bidang studi Islam. 

Pada sekitar 36 bulan kedepan tepatnya di negeri bagian utara Benua Amerika. Ya, Kanada. Sebuah negeri sekuler namun masih menyediakan ruang belajar baginya untuk belajar agama. McGill University for Islamic Studies. Beasiswa yang didapat dari program pembibitan dosen oleh Kementerian Agama RI ini tidak ia sia-siakan.

Perjalanan menuju Vancouver ini dimulai dari Bandara Soeta Tangerang adalah perjalanan pertamanya dengan durasi penerbangan yang fantastis 23 jam dengan pesawat besar keluar negeri. 

Dan di bandara internasional negeri sendiri ini cukup membuatnya nervous diantaranya adalah wajah petugas Imigrasi yang sangar, pelit senyum dan dingin. Tak henti-henti Fadhol menggumankan shalawat agar perjalanannya lancar tanpa ada halangan apapun. Setelah lancar melewati bagian imigrasi selanjutnya adalah mencari gate pesawat. Tak sengaja Fadhol bertemu salah satu wajah yang familiar, tidak asing bahkan dia sering muncul di layar televisi

Setengah ragu-ragu, Fadhol menyapa dan menyodorkan tangan menyalaminya.

"Assalamualaikum ,Mas. Mohon maaf Mas ini anaknya Conductor Twilight Orchestra Adi MS, ya". Tanya Fadhol malu-malu.

"Salam kenal, Mas Kevin. Boleh foto bareng sebentar, ya. " Sang artis hanya senyum-senyum saja mengangguk dan mengiyakan ajakan Fadhol untuk selfie bareng. Kevin Aprillio, pianis muda berbakat yang menjadi idola remaja di tanah air ini benar-benar ramah. Ia terus saja sumringah dan ramah tanpa merasa terganggu dengan penggemar yang tak sengaja bertemu dan mengajaknya berfoto. Tak pula merasa keberatan ketika Fadhol meminta tolong.

" Emm, anu mas Kevin, boleh nanya gate ini di sebelah mana, ya ? Tanya Fadhol malu-malu sambil menunjukkan boardingpassnya. Terlihat ekspresi Kevin sedikit kaget. Namun dasarnya si Kevin sangat ramah, ia tersenyum dan menjawab ,"Oh arah sini masih terus, ntar belok kanan sana, ya". Fadhol mengucapkan terima kasih, dan bersalaman serta saling mengucapkan selamat tinggal.

Sambil berjalan, Fadhol tersenyum sendiri. "Ah! Ada-ada saja bertemu artis kok ya sempat-sempatnya dimanfaatin untuk sekedar nanya gate". Fadhol menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengutuk kekonyolannya. Selain bersyukur bertemu artis muda yang dia sukai, ia juga lega karena sudah menemukan gate yang dituju.

Sampai juga ditempat tunggu pesawat. Dan berikutnya adalah naik pesawat dulu dengan tujuan Hongkong. Mendapat tempat duduk dekat jendela saat menumpang pesawat adalah idaman siapapun. Karena pandangan akan leluasa melihat luar. Melihat menit-demi menit pada ketinggian tertentu, melihat indahnya gumpalan-gumpala awan putih bak kapas. 

Menduduki kursi dan disebelahnya 3 deretan kursi yang kosong adalah bentuk keberuntungan yang lain, kaki bisa diselonjorkan. Berhubung jam keberangkatan pukul 00.00 dini hari, Fadhol langsung tidur. Saking ngantuknya.hanya 1 jam Fadhol tertidur. Dan tempat tujuan masih jauh. Masih butuh 4 jam lagi untuk mendarat di Hongkong.

Hal yang sulit untuk membunuh waktu dengan durasi penerbangan yang lama adalah tidak bisa memanfaatkan fasilitas entertainment di pesawat. Seperti nonton film, main game atau mendengarkan music. Fadhol hanya termangu sejenak. Melihat sekelilingnya tampak terlelap. Beberapa anak muda yang masih terjaga asyik dengan headset di kepalanya menikmati sebuah film atau main game. 

Dikeluarkannya sebuah kitab suci kecil seukuran saku. Sampulnya terbuat dari kulit kambing , bertuliskan 'Alquranul Karim' disulam dari benang emas. Kitab suci pemberian gurunya, Prof.DR.Ahmad Ja'far, intelektual muslim lulusan dari beberapa universitas di Timur Tengah, pakar Tafsir dan Hadits. Ia menerimanya saat aktif sebagai asistennya dalam mengajar di universitas. Digenggamnya kitab suci itu. Dan dalam gumanan Fadhol mengumandangkan pelan ayat-ayat Alquran di ketinggian ribuan meter, di atas awan-awan, melintasi laut  dan benua. Kabin pesawat senyap. Sebagiannya terlelap.

HONGKONG

Akhirnya setelah menempuh jarak 2018,9 Mil atau 3249 Km, sekitar 5 jam penerbangan, sampailah Fadhol di Bandara International Hongkong. Kira-kira pukul 5 pagi. Menapakkan kaki di Bandara ini, Fadhol berdecak kagum. Tak pernah ia melihat megahnya sebuah bandara. Seperti yang ia lihat saat ini. Megah dan mewah. Selama ini ia hanya melihat bandara domestik yang kecil dan sederhana. Sementara bandara international Hongkong ini, semuanya dialasi karpet. Dapat dibayangkan dibutuhkan berapa ribu meter karpet untuk sekedar melapisi lantai bangunan sebesar itu.

Perut fadhol sedikit keroncongan, perih karena lapar. Sarapan pagi yang menunya kurang mengundang selera saat dipesawat memutuskannya  berkeliling sejenak mencari kedai di bandara ini. Sambil meneliti daftar harga dan menu, sampailah ia di sebuah cafe sederhana, dengan harga menu yang terjangkau. 

Dipilihnya coklat panas dan sandwich ikan salmon panggang untuk mengisi perutnya pagi itu. Di cafe ini pula ia membuka ponselnya. Bunyi notifikasi berbagai pesan tampak bermunculan. Hanya beberapa yang dia respon. Antara lain dari adik perempuannya Nabila, yang menyampaikan pesan orangtuanya, lalu sahabat karibnya yang mengucapkan selamat dan ucapan hati-hati, lalu guru-gurunya.

Sepiring sandwich dan coklat panas telah tandas memenuhi lambungnya. Fadhol melirik sebentar jam tangannya. Waktu keberangkatan menuju Vancouver Kanada telah tiba. Meskipun harus antri lagi, Fadhol harus melebarkan ruang dadanya agar hembusan kesabaran lalu membentuk gelembung besar  memproteksi dirinya dari rasa emosi atas keadaan-keadaan yang tidak menyenangkannya.

 Kebiasaan ngantri seperti ini sudah ia alami bertahun-tahun lamanya di Pesantren. Ketika mandi, wudhu, ketika makan, bahkan antri salim mencium tangan sang Kyai demi mendapatkan barakahnya sudah biasa ia alami.

Seperti saat ini ia harus antri karena boardingpassnya menunjukkan bahwa ia penumpang kelas ekonomi, artinya ia naik pesawat paling akhir setelah penumpang Marcopolo Club, First Class, Business Class , barulah economic Class. Setelah pemeriksaan terakhir. Berangkat juga Fadhol ke Negeri tujuannya, Kanada.

 Berangkat juga Fadhol ke Negeri tujuannya, Kanada

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Author :

Fiuhh! Alhamdulillahh ! akhirnya bisa juga menerbangkan Fadhol ke Vancouver Kanada..... lama juga mencari-cari tehnis agar sampai Fadhol ke sana. Semoga pembaca masih berkenan untuk mengikuti cerita ini.. berikutnya, sebagaimana perjalanan Syarifah di Persia, demikian pula Fadhol. Beberapa tempat di Kanada akan dieksplore.....selamat membaca!

ISTIKHARAH CINTAWhere stories live. Discover now