Gumpalan salju sudah mulai memenuhi jalanan, atap, dan pepohononan hijau. Membuat benda-benda mati dan hidup itu berubah menjadi warna putih. Seakan diselimuti oleh kain putih lembut nan dingin jika disentuh.
Embun memenuhi setiap permukaan jendela mobil. Sehingga membatasi jarak penglihatan si pengemudi. Laju mobil pun harus diperlambat kalau tidak mau tergelincir karna licinnya jalanan aspal saat ini.
"Mummy, aku akan merindukanmu. Semua akan baik-baik saja kan, Mum?" Wanita berumur 33 tahun dengan mantel tebal abu-abunya tersenyum hangat kepada seorang remaja putri yang kini sedang menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Ya, sayang. Semua akan baik-baik saja" Wanita itu membetulkan topi rajut putrinya yang sedikit miring. Ia membantu putrinya untuk membawa koper menuju asrama.
"Aku tidak yakin akan meninggalkan Mummy dalam keadaan seperti ini" Ujarnya. Wanita itu tersenyum sekali lagi. Masih sehangat senyuman yang tadi dan yang sebelum-belum nya.
"Rose, dengarkan Mummy. Tugasmu hanyalah belajar, belajar, dan belajar. Tidak usah pikirkan apapun lagi. Mummy baik-baik saja"
Rose tampak ragu. Namun Ia kembali tersenyum lebar. Ia kenal Mummy-nya. Wanita itu super sekali. Ia kuat. Dan Rose tahu itu. Sebesar apapun masalah yang Mummy-nya hadapi, pasti Ia akan tetap bertahan. Seperti halnya dengan batu karang ditepi lautan. Selalu kuat meski diterpa gelombang badai. Itulah Mummy-nya.
Wanita bernama lengkap Hermione Jean Waesley itu mengangguk mantap. Seolah tahu apa yang dipikirkan putrinya. Lalu Ia kembali mempererat mantelnya karna suhu sepertinya makin menurun. Bersiap untuk pergi dan meninggalkan anak pertamanya, Rose Weasley di sekolah yang selama ini mendidiknya selama tiga tahun belakangan.
Hermione masuk kedalam mobil. Lalu melambaikan tangan pada Rose sebelum mobil itu berlalu pergi. Meninggalkan kepulan asap putih yang bersatu dengan warna putih salju dibulan desember.
***
Suasana tegang yang dibalut perasaan pasrah amat terasa dalam ruangan yang berisikan beberapa orang sebagai saksi. Dua orang sebagai penggugat dan digugat. Tiga orang sebagai pengadil, atau bisa dibilang hakim.
Tiga ketukan palu menandakan berakhirnya sidang. Hermione berdiri dengan kepala tertunduk. Sekarang Ia harus kembali menggunakan nama belakang dari keluarganya. Granger.
"Hermione" Panggil seseorang yang sedari tadi duduk disampingnya. Hermione menoleh dan tersenyum kecil melihat seseorang yang memanggilnya.
"Sekali lagi aku minta maaf. Aku .. aku tidak bisa-"
Hermione menepuk pundak pria itu dengan lembut. Ia mengerti. Amat sangat mengerti. Ia tidak bisa memaksakan seseorang untuk selalu bersama dengannya. Lagipula Ia tidak bisa hidup dengan laki-laki yang sudah tidak mencintainya lagi. Ia paham. Seiring bergulirnya waktu, semuanya pun akan berubah.
"Sudahlah.. aku sudah menerimanya. Berbahagialah bersama wanita pilihanmu"
Hermione menganggukkan kepalanya tanda Ia harus segera pergi. Wanita itu keluar dari ruang sidang dengan air mata yang siap tumpah membasahi pipinya. Seberapapun rasa ikhlas itu, tetap saja tidak bisa menghilangkan rasa sakit dihatinya.
14 tahun menjalani mahligai rumah tangga. Ia pikir, Ronald Weasley adalah cinta hidup dan matinya. Ternyata Ia salah. Mungkin Ron adalah cintanya. Tapi dirinya bukanlah cinta Ron.
Sekali lagi, Ia harus kuat. Demi anak-anaknya. Rose Weasley dan Hugo Weasley. Dua cahaya surga yang selalu membuatnya tetap bertahan hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love [DRAMIONE]
FanfictionSequel of One Month In Muggle World. bingung kenapa nggak ada nyambung-nyambungnya? Baca aja sampe selesai. Entar juga ngerti :p ... [COMPLETED] Karna, jika cinta pertama bukankah takdirku, maka cinta terakhirlah yang akan menemaniku di surga sana...