Hermione sedang membuat sandwich tuna, sarapan yang sudah menjadi kebiasaannya. Ia menatap satu sandwich yang sekarang sudah berada diatas meja makan. Dulu, sandwich itu berjumlah empat. Namun sekarang hanya satu. Dulu, suasana seperti ini selalu berisik. Sekarang, sunyi. Hanya terdengar deru mesin dari kendaraan bermotor yang lewat didepan rumah.
Hermione duduk di sofa. Tidak mau makan di meja makan. Itu membuatnya kembali teringat pada semua kenangan. Lebih baik, Ia meninggalkan semua kebiasaannya saat bersama Ron dulu. Tapi bodohnya, kenapa Ia masih membuat sandwich tuna, kesukaan pria itu.
Wanita itu makan dalam diam. Ia merindukan celotehan dari kedua anaknya. Kebisingan yang selalu Ia dengar setiap pagi. Lagi-lagi itu hanya kenangan. Ia masih belum menyangka, hidupnya jungkir balik seperti ini.
Hermione meletakkan piring sandwich di meja, ketika mendengar bel rumahnya berbunyi. Ia bertanya-tanya dalam hati, siapa yang mngunjunginya pagi-pagi begini. Ia pun menggulung rambutnya dan mengikatnya menjadi satu dengan kunciran. Ia membuka pintu itu, dan seketika jantungnya terasa berhenti melihat seseorang di depan pintu rumahnya.
Pria congkak yang sejak dulu mengibarkan bendera perang dengannya dan sahabat-sahabat nya. Ia tidak menyangka bisa melihatnya lagi. Dirumahnya pula. Tapi kalau dilihat-lihat, pria ini tidak banyak berubah. Tinggi tegap dengan tuxedo hitam melekat pas ditubuhnya. Pandangannya masih sama. Seperti semua orang didunia ini tidak lebih tinggi derajatnya dari dirinya.
"Malfoy?"
Ya, Draco malfoy. Teman satu sekolahnya dulu. Oh mungkin kata teman tidak cocok untuknya. Mungkin musuh? Tapi pria itu yang selalu mendeklarasikan mereka sebagai musuh, bukan dirinya.
"Apa ini caramu memperlakukan tamumu? Hanya berdiri mematung di depan pintu?" Tanyanya sarkas. Hermione mengerjab-ngerjabkan matanya beberapa kali.
"Oh, maaf. Silahkan masuk" Ia pun mempersilahkan pria itu masuk kedalam rumahnya. Ia masih tidak percaya seorang Draco malfoy ada dirumahnya. Ditambah para bodyguardnya yang setia didepan pintu. Seakan-akan majikannya itu sedang berkunjung kerumah gembong penjahat.
Draco duduk dengan tenang. Ia memperhatikan ruang tamu rumah ini, yang tidak lebih besar dari kamarnya.
"Mau minum apa?" Tanya Hermione dengan sopan. Bagaimanapun mereka sudah dewasa. Bukan lagi saatnya mengejek dan menghina seperti dulu.
"Tidak perlu, aku hanya sebentar disini" Jawabnya. Hermione pun duduk di hadapan Draco. Menunggu pria itu untuk bicara.
"Aku sudah mendengar kabarmu dengan Weasley" Ujarnya. Hermione menghela napasnya. Mengingat Ron membuat luka di hatinya menganga kembali.
"Apa kau juga mendengar kabar ku dengan Astoria?"
Hermione menganggukkan kepalanya, "Siapa yang tidak tahu tentang dirimu"
"Malfoy, memangnya ada perlu apa kau kemari?" Tanya Hermione tidak tahan. Ia begitu penasaran, apa yang membawa pria ini menemuinya.
"Aku tidak suka berbasa-basi.. aku ingin mengajakmu menikah"
Hermione tersentak. Ia hampir kehilangan napasnya, jika saja Draco tidak melanjutkan ucapannya.
"Hanya pura-pura.. maksudku pernikahan itu serius. Tercatat oleh negara. Tapi kalau masalah perasaan sudah pasti hanya pura-pura" Lanjutnya.
Hermione mengernyitkan dahinya. Mimpi apa semalam sampai saat ini Draco malfoy menyatakan ingin menikah dengannya walaupun hanya berpura-pura.
"Apa tujuanmu melakukan itu?" Tanya Hermione langsung. Ia tidak suka memutar-mutar kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love [DRAMIONE]
FanfictionSequel of One Month In Muggle World. bingung kenapa nggak ada nyambung-nyambungnya? Baca aja sampe selesai. Entar juga ngerti :p ... [COMPLETED] Karna, jika cinta pertama bukankah takdirku, maka cinta terakhirlah yang akan menemaniku di surga sana...