Sorenya Sun Han Siang turun tangan sendiri untuk mendandani kedua orang pengantin itu, mula2 ia membantu Cu Li-yap berdandan kemudian baru masuk kekamar Pek-li Hiang.
Apa yang dilihat disitu? gadis itu sedang menangis ter-sedu2 dengan sedihnya, mata merah dan muka pucat.
Tercekat hati Sun Han Siang menyaksikan kejadian itu, suatu firasat jelek melintas dalam benaknya, walau begitu dia berusaha untuk menghibur dengan kata2 halus:
"Hiang-ji kerugian sedikit yang kau derita masih belum terhitung seberapa ingatlah. Asal anak Pak tidak keberatan untuk menerima kau sebagai istrinya, soal lain tak perlu kau pikirkan lagi dihati, cepat seka air matamu! Aku akan bantu kau berdandan."
Pek-li Hiang tak dapat menahan lelehan air mata, karena dia telah ambil keputusan yang maha besar. dan keputusan tersebut akan merubah jalan hidupnya.
Sun Han Siang mulai turun tangan membedaki pipinya, tapi setiap kali pupur itu lumer kena air, sampai ketiga kalinya pupur itu baru melekat diwajah, sebab selama itu Pek-li Hiang tak dapat menahan pedih hatinya.
Kembali Sun Han Siang harus menghibur dengan kata lembut, dalam keadaan demikian terpaksa Pek-li Hiang kuatkan hati dan berhenti menangis. bahkan pura2 memperlihatkan muka gembira, atas perubahan tersebut Sun Han Siang pun dapat berlega hati.
Hari baik telah ditetapkan pukul enam sore, Oei Ci-hu segera menyebar para jago untuk menjaga keamanan disekitar gedung dengan ketat, bahkan ia sendiripun turun tangan untuk memikul tanggung jawab itu, tentu saja kesemuanya itu demi menghindari segala kemungkinan yang tidak diinginkan,
Akhirnya hari baik yang di-tunggu2 telah tiba. Lam-kong Pak sudah berdandan, meja sembahyang diruang tengahpun telah siap.
San Han Siang memapak sendiri dua orang pengantin dari kamarnya, namun ketika muncul kembali diruangan tengah ternyata ia hanya membimbing Cu Li-yap seorang.
Tertegun hati Pek-li Gong menyaksikan peristiwa itu, segera tegurnya:
"Sun Han Siang, bagaimana dengan putriku?"
"Jangan terburu napsu,! jawab Sun Han Siang, "satu persatu secara bergilir, setelah mereka menyembah "Thian-kong" barulah Hiang-ji keluar untuk bersembahyang pula!"
Begitulah pengantin laki dan pengantin perempuan ber-sama2 menyembah kepada Thian-kong, selesai bersembahyang Sun Han Siang baru berseru dengan nada serius;
"Hiang-ji telah pergi!"
Berita ini ibaratnya guntur membelah bumi disiang hari bolong, seketika suasana jadi gempar dan para hadirin berseru tertahan.
Dengan marah Pek-li Gong berteriak.
"Sun Han Siang, kalau toh engkau membenci putriku, kenapa tidak kau katakan sedari dulu2. Kau anggap anakku sudah tak laku kawin sehingga terpaksa harus kawin dengan anakmu, Hmm...hmm sedari permulaan aku sudah tahu, kalian pilih kasih, menghina orang miskin..,"
"Pencuri tua !" kata Sun Han Siang sambil menahan lelehnya air mata, "engkau tak usah menyindir diriku. kalau kau lanjutkan kata2mu itu, aku jadi bosan hidup lagi -Nah! coba lihatlah dulu isi surat tersebut!"
Dengan penuh kegusaran Pek-li Gong menyambar surat itu. lalu dibaca isinya.
"Ayah, setelah kau baca suratku ini, janganlah kau marah atau menyalahkan siapa pun, nasibku memang jelek, ternyata sebelum hari pernikahan tubuhku telah dinodai oleh Suma Ing bangsat itu, aku merasa tubuhku sudah tak suci lagi, tidak pantas tubuh yang ternoda ini kusembahkan untuk engkoh Pak, biarlah adik Yap yang mendampingi engkoh Pak sampai dihari tua nanti. Aku pergi dulu? Tatkala kalian temukan surat ini mungkin aku sudah berada seratus li jauhnya, jangan cari aku, keputusanku telah bulat dan selama hidup tak akan bertemu lagi dengan kalian...ayah yang tercinta, biarlah hutang budiku kepadamu kubayar kembali pada penitisan yang akan datang.
tertanda: Pek-li Hiang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelelawar Hijau
Ficción GeneralLanjutan Payung Sengkala DALAM kisah "Payung Sengkala" diceritakan bahwa dalam suatu perebutan sengit di atas jembatan kota Lok Yang untuk memperebutkan jinsom sisik naga yang berusia sepuluh ribu tahun, akhirnya benda mestika itu berakhir diperoleh...