Aneh.
Aneh sekali.
Selama beberapa hari ini, Junkai tak pernah menjawab perkataanku dan lebih sering mengurung dirinya dikamar.
Bahkan, saat aku bertanya dengan hati yang baik dan perhatian, dia malah menyergahnya dengan kasar dan dingin.
Hari ini, aku baru saja selesai melakukan landing ke tiga dan kembali ke Hongkong.
Aku menggeret koperku berjalan keluar dari bandara dan berjalan menuju crew bus. Aku menghembuskan nafasku berkali-kali. Mencoba menghilangkan rasa gugup dan canggungku yang tiba tiba merasuki diriku. Aku terhenti didepan pintu bus.
"Ah, silahkan, masuk saja dulu." Ucapku sambil tersenyum manis. Rekan kerjaku itupun langsung membalas senyumanku dan mengucapkan kata terimakasih kemudian, ia barulah menaiki bus.
Setelah satu persatu kru yang masuk, kini tinggallah aku sendiri diluar. Aku kemudian perlahan menaiki anak tangga dan memasuki bus. Aku mengedarkan pandanganku keseluruh sudut bus. Mencoba mencari tempat duduk yang masih tersedia untukku.
Tiba-tiba, aku tak sengaja menangkap sebuah kursi kosong dibelakang. Paling belakang dan terletak disudut.
Aku bernafas lega saat melihatnya.
Kupikir, aku akan berdiri saja disini.
Aku melangkahkahkan kakiku kearah seat yang kutuju. Namun, langkahku kembali terhenti saat melihat seseorang yang duduk disebelah seat ini. Seseorang berpakaian sama denganku, yaitu, memakai jas pilot berwarna hitam dengan sebuah lencana yang sama denganku. Namun, tingkatnya nya lebih tinggi.
Apa....itu Junkai?
Batinku terus bertanya-bertanya. Aku mencoba untuk memanggil orang itu atau memberikan sebuah deheman untuk menyadarinya, tapi, ia tetap tak menyadarinya dan sibuk memejamkan matanya sambil mendengarkan lagu melalui headset nya.
Dengan terpaksa, aku kembali mencoba mengedarkan pandanganku mencari seat yang kosong. Tapi, nihil. Tidak ada seat yang kosong lagi selain yang satu ini. Semua sudah penuh diisi oleh para pramugari yang tengah bersenda gurau. Aku pun terpaksa harus mendudukkan dan mengistirahatkan tubuhku ke seat yang satu ini.
Tidak bisa tenang.
Canggung.
Itu yang kurasakan, entah kenapa.
Aku melirik kearah Junkai yang tampak cuek dengan seseorang yang menempati seat disebelahnya.
Ck, dia...benar benar...apa dia bukan makhluk hidup?
Aku terus menggerutu melihat sikapnya yang acuh. Namun, kemudian aku terdiam untuk sesaat. Aku mencoba berdehem. Tapi, Junkai tetap tak menoleh kan wajahnya.
Apa dia mati?
"Junkai..." Panggilku pelan sambil menyentuh pundaknya.
Satu detik...
Dua detik...
Junkai tampak menimbulkan reaksi. Ia membuka headsetnya dan juga membuka matanya. Ia melihat kearahku.
Dari sorot matanya, tampak ia terkejut. Namun, ia selalu berusaha wajahnya agar tak terlihat terkejut.
"Yuxi...," Ia memanggil namaku pelan dan sedikit dengan nada tak percaya. Aku hanya menatapnya heran. "Kenapa kau bisa ada disini?" Tanyanya.
Aku terdiam menahan kekesalanku. Aku membatin dan memutarkan bola mataku malas.
Dia benar benar terlalu cuek dengan lingkungan sekitar! Ck!"Hanya kursi ini yang kosong. Lagipula, tak salah kan jika aku duduk disini?" Tanyaku membela diri. Junkai tampak tertegun untuk sesaat. Ia tampaknya tak ingin atau bahkan, malas, membalas perkataanku. Ia pun kemudian kembali mengalihkan pandangannya dan menyandarkan tubuhnya. Ia memasang kembali headsetnya dan kemudian memejamkan matanya tenang. Seolah-seolah ia mencoba untuk tidak peduli dengan seseorang yang berada disekelilingnya.
Aku juga mengalihkan pandanganku. Aku merogoh handphoneku dan membuka layar kunci.
"Oh...ya..." Aku menggumam saat aku baru saja menyadari sesuatu. Aku kemudian mengunci kembali layar handphoneku dan menyimpannya. Aku melirik kearah Junkai ragu.
Tanya atau tidak, ya?
"Kai..." Panggilku pelan. Junkai kali ini agak berbeda dari sebelumnya. Ia langsung menyadari panggilanku dan membuka headsetnya. Ia melirik kearahku.
Entah kenapa aku merasa tak bisa berkutik sekarang saat melihat lirikannya.
Aku menoleh ke arah kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada seseorang yang menguping pembicaraan kami.
Aman.
Semua orang tengah asik bercanda dengan sesama rekannya.
Setelah itu, aku kembali melihat kearah nya.
"Apa kau sedang berada dalam...eng...masalah?" Tanyaku langsung setelah pertanyaan itu kupikirkan beberapa jam. "Oh, maksudku...aku hanya mengulang pertanyaan saat kita waktu terbang itu, namun, kali ini, kumohon kau jangan menjawabnya sama seperti waktu itu." Pintaku lirih.
Junaki seperti tersentak saat melihatku seperti itu. Ia terdiam untuk sesaat.
"Maaf. Tapi...aku...aku tak bisa mengatakannya padamu sekarang." Sergah Junkai. Aku terkejut mendengar perkataannya.
Aku menghela nafasku panjang dan memutuskan untuk tak banyak mendesaknya lagi.
Tak ada gunanya aku mendesak nya untuk menjawab semuanya. Semua jawabannya akan sama, yaitu TIDAK.
"Kenapa kau selalu menyembunyikannya?"
"Karena kau...tidak berhak tau tentang kehidupanku."
.
.
.
.
.–next chapter–
Bingo! Akhirnya selesai juga tentang chapter ini!
Maaf kalau updatenya lama, soalnya aku selama satu minggu sedang ada persiapan lomba. *cielah.Pokoknya, semoga senang membaca chapter yang kecepetan ini ya! ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Aviamate
Fanfic(Half story inspirated by Miss Pilot jdrama) Siapa yang tidak tau Wang Junkai? Pilot muda (22y.o) yang telah menuai banyak pujian disebuah maskapai papan atas di Tiongkok. Tapi sayang, sikapnya dingin sekali. (...dan jangan lupa menyebalkan!) Zhang...