"Kau tampak cantik dengan busana seperti itu, Yuxi!"
Sepupuku, Zhang Zhenxin, memujiku dengan raut wajah senang. Aku merona mendengar perkataannya dan menunduk malu.
"Wah, kupikir, Junkai gege tidak salah memilihmu. Yakan, Taomin?" goda Zhenxin sambil menyenggol bahu gadis sebaya dengannya yang kini berada disampingnya.
Gadis yang berumur sekitar 14 tahunan itu hanya mengangguk dan tersenyum lebar.
"Aku setuju dengan ucapan Zhenxin jiejie! Aura mu tampak berbeda, jie. Dengan gaun putih bersih dan juga tataan rambut seperti itu, membuatku teringat pada karakter peri difilm kartun yang biasa ku tonton." jelas Taomin polos. Aku terkekeh mendengar perkataannya dan kemudian mendongakkan kepalaku. Aku mengarahkan tanganku kearah pipi Taomin dan mencubitnya gemas.
"Umurmu sudah empat belas dan masih mengingat kartun masa kecilmu?" candaku kepada sepupuku itu. Sedangkan, dia, Taomin hanya tertawa.
"Ah, iya, Yuxi jiejie, sepertinya aku dan Taomin harus keluar dulu. Aku menunggu teman-temanku." jelas Zhenxin tiba tiba membuka suaranya. Aku menoleh kearah Zhenxin dan mengangguk.
"Sana. Jangan sampai temanmu tersesat," candaku sekali lagi. Zhenxin mengangguk dan kemudian meletakkan tangannya dipelipisnya."Baik, tuan putri!" ucapnya senang dan hormat. Ia tertawa dan kemudian menarik tangan Taomin berjalan keluar dari ruangan khusus ini. Aku tersenyum geli melihatnya. Ya, ruangan khusus, ruangan khusus pengantin.
Hm...kurasa aku perlu menjelaskannya.
Yah, seperti yang kalian tebak, hari ini, adalah hari yang sangat spesial bagiku. Hari ini....adalah hari pernikahanku dengan Junkai, dan juga, hari dimana margaku secara resmi akan diubah menjadi Wang Yuxi.
Berita mengejutkan, right?
Tapi itu benar benar terjadi! Saat ulang tahunku ke yang dua puluh dua empat tahun, Junkai melamarku secara mendadak! Kupikir dia bercanda, namun, ternyata dia serius dengan perkataannya.
Well. Hei. Aku masih tidak menyangka sosok Wang Junkai sepertinya berani mengambil keputusan dan langkah yang manis seperti itu. Sungguh. Rasanya seperti mimpi.
Aku menatap diriku dipantulan cermin yang berada didepanku kini. Aku memegang pipiku dan kemudian tersenyum manis.
Gugup, rasa itu terus berdesir ditubuhku. Aku tersenyum sendiri ketika mengingat kejadian saat Junkai melamarku tepat disaat ulang tahunku, dan juga memilih tanggal yang tepat untuk pernikahanku. Tepatnya, ia memilih area outside di musim Gugur begini. Yah, Autumn adalah musim kesukaanku sejak aku kecil, dan, dia tahu itu.
"Yuxi, sudah siap?"
Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang baru saja memasuki ruangan ini. Aku langsung menoleh kearah ibuku -yang baru saja masuk-, dan kemudian tersenyum lebar. Aku mengangguk.
"Seperti yang kau lihat," ucapku. Ibuku hanya terkekeh dan kemudian berjalan mendekatiku. "Ayah menunggumu. Dan tentu saja, calon suamimu juga." goda ibuku sambil mengerlingkan matanya. Lagi-lagi, aku merona dan tersenyum malu. Ibu mengambil sebuah veil berwarna putih dan meletakkannya pada kepalaku, menutupi semua wajahku. Setelah itu, ia tersenyum bangga.
"Kau sekarang akan menjadi milik orang lain," ucap Ibu sambil tersenyum, ia kemudian langsung memelukku erat. Aku membalas pelukannya.
"Walau begitu, aku tetap anak kalian, ma." jelasku mencoba meyakinkannya. Ibu kemudian melepaskan pelukannya dan menatapku dalam. Ia mengelus bahuku."Ayo pergi sekarang," ajak Ibu lembut. Aku mengangguk pelan. Ibu menggenggam tanganku berjalan keluar dari ruangan dan memberikanku kepada ayah.
Ayah yang sedaritadi menunggu, kini menatapku dengan wajah yang berseri-seri. Ia tersenyum bangga.
"Selamat." ucap Ayah. Aku membalas senyumannya dan mengangguk, aku mengucapkan terimakasih. Ayah kemudian menggenggam tanganku dan kemudian mengiringiku menuju Junkai.
Aku menatap lurus kedepan. Aku melihat Junkai yang kini berdiri tegak tepat didepan tak jauh dariku. Aku sedikit mengulas sebuah senyuman ketika melihatnya, ia juga membalas senyumanku.
Dia tampan. Sangat. Apalagi dengan tuxedo hitam seperti itu.
Ayah melepaskan genggaman tanganku saat sudah tiba, dan melirik kearah Junkai. Ayah tersenyum dan kemudian menepuk pundak Junkai bangga.
"Sekarang, aku menyerahkan anakku kepadamu." ucap Ayah. Junkai membalas senyumannya ramah dan kemudian mengangguk pelan.
"Aku berjanji akan menjaganya, ba." ucapnya melirik kearahku dan kemudian tersenyum manis. Aku membalas senyumannya dan kemudian Junkai menggenggam tanganku erat dihadapan pendeta.Sang pendeta pun mengucapkan sebuah ikrar pernikahan dengan serius. Kami menatap pendeta serius dan menjawab perkataan pendeta ketika ikrar pernikahan telah selesai dikatakan.
"Sekarang kalian telah sah dimata Tuhan dan manusia. Silahkan berciuman sebagai tanda kasih kalian." ucap pendeta sambil tersenyum. Aku sedikit tersentak dan kemudian membalikkan badanku menghadap Junkai. Junkai menghadap kearahku dan menatapku dalam. Aku juga membalas tatapannya.
Namun, entah kenapa, beberapa detik kemudian, ia tersenyum.
"Oh, ayolah, jangan gugup begitu." bisik Junkai pelan dan mengejekku. Aku menatapnya kesal dan mendengus. Sedangkan, terdengar jelas sekali dari sini jika Zhenxin tengah bersorak dan berteriak tidak jelas. Dan, hal itu malah membuatku merasa canggung.
Well. Hei. Siapa yang tidak gugup jika berhadapan dengan seseorang dan akan berciuman didepan umum? Bahkan, dilihat oleh orang tuaku, saudaraku, dan juga orang lain.
"Siapa yang gugup? Aku...tidak gugup. Sama sekali tidak." ucapku membela diri. Junkai masih tetap menyunggingkan seringaiannya. Ia mengangkat satu alisnya dan melingkarkan tangannya di pinggangku. Ia memajukan badannya.
"Benarkah?" ucapnya menggodaku. Aku mengangguk mantap, dan sesekali mencoba menetralkan detak jantungku yang berdebar begitu cepat. Aku melirik kearah orang tuaku yang tampak bahagia dan tersenyum kearahku. Sedangkan, Zhenxin masih tetap berseri-seri walaupun Taomin hanya memandangku dengan tatapan polos.
Aku menghela nafasku dan kembali menatap kearah Junkai. Junkai tersenyum miring dan kemudian mendekatkan wajahnya kewajahku.
5 inchi...
3 inchi...
2inchi...
Aku memejamkan mataku saat merasakan bibir tipis Junkai menempel di bibir mungilku. Aku awalnya terkejut, namun, mencoba itu menjadi lebih terbiasa.
Hal yang tak kuduga dan hal yang menjadi impian ku terwujud. First Kiss ku diambil oleh seseorang yang kusukai, yaitu Junkai. Dia mengambil ciuman pertamaku untuk pertama kalinya.
Yah, meskipun Junkai sering menggodaku seperti ingin menciumku, tetapi, ia tak sampai menempelkan bibirnya di bibirku.
Aku membalas ciumannya. Kami berciuman cukup lama dan akhirnya Junkai melepaskankannya.
Wajahku memerah saat Junkai melepaskan ciumannya dan menatapku. Ia tersenyum jahil, seperti menggodaku. Aku cepat cepat mengalihkan pandanganku darinya.
Aku tak pernah menyangka jika akan berakhir seperti ini,
Aku akan hidup bersama hingga seumur hidup dengan orang yang benar benar aku benci saat berada akademi. Seorang kapten pilot yang berlagak sok tahu segalanya,
Namun,
Dia jugalah yang merubah sifatnya dan membuat rasa benciku luluh.
Selamat datang kehidupan baruku, Wang Yuxi.
![](https://img.wattpad.com/cover/75860178-288-k477227.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aviamate
Fanfiction(Half story inspirated by Miss Pilot jdrama) Siapa yang tidak tau Wang Junkai? Pilot muda (22y.o) yang telah menuai banyak pujian disebuah maskapai papan atas di Tiongkok. Tapi sayang, sikapnya dingin sekali. (...dan jangan lupa menyebalkan!) Zhang...